2 HAL YANG MEMBUAT ASYIK NGAJI PASAN KITAB TAFSIR AL- IBRIZ DI LETEH REMBANG
Majalah Nabawi – Kitab Tafsir al-Ibriz adalah salah satu magnum opus Kiai Bisri Mustofa (1915-1977). Pendiri Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh Rembang. Sudah puluhan skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal terkait tafsir al-Ibriz ditulis cerdik cendekia kampus. Ketik saja kata kunci tafsir Ibriz di google scholar, maka anda akan menemukan banyak judul karya ilmiah yang fokus mendedah Tafsir al-Ibriz. Mulai yang klasik terbit akhir tahun 80-an hingga yang paling mutakhir, baru publish tahun ini, 2023. Pun pula pendekatan, konsep, dan teori analisanya sangat beragam. Termasuk kajian hermeneutika, semiotika, sosiologi, hingga filsafat. Tafsir al-Ibriz tak habis dikaji.
Namun tulisan singkat ini tidak bermaksud mengulas hal yang akademis itu. Apalagi hanya ditulis oleh santri Pasan. Santri 20 hari bulan Ramadhan. Hingga di hari ke-6 Ramadhan ini, setidaknya ada 2 hal yang baru. Setidaknya bagi kami. Sehingga keduanya membuat ngaji kitab Tafsir al-Ibriz menjadi asyik. Ngaji ini diampu oleh KH. M. Syarofuddin IQ. Santri kinasih Kiai Cholil Bisri (1942-2004) yang kini didapuk sebagai salah satu pengasuh Pesantren Leteh. Pengajian diadakan mulai 22.00 WIB hingga 23.30 WIB. Tepatnya setelah usai pengajian Kitab al-Adzkar yang diampu KH. Mustofa Bisri (Gus Mus). Mulai pukul 20.00-22.00 WIB.
Sistematis Ngaji Pasan
Pertama, pengajian Kitab al-Ibriz terbuka untuk berbagai kalangan. Tidak hanya santri, tetapi juga masyarakat Rembang dan sekitarnya. Bahkan ada yang rela menempuh jarak puluhan kilometer. Dijalani tiap malam. Memakai mobil atau motor pribadi. Dapat saya bayangkan, pengajian selesai 23.30 WIB. Setelah itu masih berlanjut dengan ngobrol dan ngopi 30 menitan. Perjalanan ke rumah 45 menit. Praktis, pukul 01.00 WIB mereka baru beristirahat. Jeda beberapa saat, harus bangun lagi untuk sahur. Shalat Shubuh dan beraktifitas menggerakan ekonomi masing-masing. Namun, setiap malam bertemu di pengajian, tidak ada semburat kelelahan. Kita saling sapa dan bersalaman. Kemudian duduk berbincang sedari menunggu pengajian mulai.
Kedua, pengajian kitab al-Ibriz terbuka untuk beragam usia. Mulai remaja, bapak-bapak, hingga kakek-kakek. Semuanya membaur. Duduk lesehan bareng, tanpa sekat dan jarak. Bagi kami pribadi, ini adalah mozaik spirit tholibul ilmi yang indah sekali. Dalam satu percakapan, kami tahu bahwa ada bapak-bapak yang sudah 17 tahun mengikuti pengajian seperti ini. Beliau menceritakan kisah itu. Hadir ngaji di Leteh adalah kebutuhan. Mengasah dan mengasuh ruhani. Karenanya, tidak ada kata bosan ataupun lama. Di kesempatan lain, kami juga mendapati bapak-bapak yang tiap malam hadir bersama anaknya yang masih usia SD. Keduanya datang tepat waktu. Berpakaian rapi ala santri. Duduk bersebelahan. Subhanallah, indah sekali cara bapak tersebut mendidik puteranya.
Karena itu, Ngaji Pasan di Leteh tidak semata kita mengkaji ragam judul kitab. Lebih dari itu, kita mengaji kehidupan.
Lantas tertarikah anda?