25 Penyimpangan Ramadan
Seorang kawan bertanya kepada kami, “Apa aturan dalam Islam tentang kasus yang saya hadapi? Suatu petang, kami bermaksud menuju sebuah rumah sakit. Karena harus cepat, maka kami mengambil jalan pintas dengan masuk jalan desa. Tiba-tiba jalan itu tertutup karena berada di depan mushala yang dipakai untuk salat tarawih. Tampaknya mushala itu tidak muat sehingga jamaah harus salat di jalan. Saya kemudian mundur dan mencari jalan lain, masuk ke jalan kampung kedua. Dan ternyata, jalan kedua itu juga ditutup karena dipakai untuk salat tarawih padahal tidak jauh dari situ, terdapat masjid besar dengan halaman yang luas. Apakah pengguna jalan itu kehilangan haknya karena ada orang yang sedang salat tarawih? Bagaimana pula dengan Hadis Nabi yang menyatakan, “ Janganlah kamu duduk di jalan?”
Pertanyaan ini sungguh menjadi kritikan keras terhadap kami dan mungkin kepada orang-orang seperti kami karena mungkin selama ini kami tidak pernah memberikan penjelasan bahwa duduk di jalan umum itu sebuah larangan Nabi karena dapat mengganggu dan menzalimi pengguna jalan tersebut. Dari kritikan ini, kami kemudian merenungkan tentang penyimpangan yang kita lakukan selama ini apabila datang bulan Ramadan.
Ternyata, sekurang-kurangnya ada dua puluh lima penyimpangan yang sering kita lakukan dalam bulan Ramadan. Penyebab penyimpangan itu, adakalanya Hadis-Hadis palsu (sembilan penyimpangan) dan selebihnya karena kekeliruan dalam memahami ajaran agama dan atau ketidaktahuan terhadap hal tersebut. Konsekuensi dari penyimpangan itu juga beragam. Paling ringan adalah perbuatan itu termasuk tidak utama, selebihnya ada yang dihukumi haram bahkan ada yang haram plus bid’ah yang sesat dan menyesatkan.
Penyimpangan itu antara lain, menetapkan masuk dan keluarnya Ramadan tidak menggunakan dalil syar’i. Seperti diketahui, di negeri kita, umat Islam dalam menetapkan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah, sekurang-kurangnya menggunakan sembilan metode. Sementara, petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah Saw. hanya dua metode. Menurut tiga ulama papan atas, seperti Imam al-Khaththabi (w 385 H), Imam Ibnu Taymiyah (w 728 H), dan Imam Bin Baz (w 1419 H), bahwa menetapkan tiga bulan di atas, dengan tidak menggunakan dalil syar’i adalah perbuatan bid’ah, sesat, dan menyesatkan.
Selanjutnya, pendapat yang mengatakan bahwa bergembira dengan datangnya Ramadan, mengharamkan masuk neraka. Pendapat ini menyimpang karena landasannya Hadis palsu. Berikutnya, pelipatan pahala amal kebajikan pada bulan Ramadan. Yang benar, pelipatan pahala amal kebajikan tidak hanya di bulan Ramadan. Selanjutnya, larangan bermaksiat pada bulan Ramadan dan larangan berdusta ketika berpuasa. Yang benar, larangan bermaksiat dan berdusta, baik lisan maupun perbuatan tidak hanya saat berpuasa atau pada bulan Ramadan saja, tetapi sepanjang tahun.
Selanjutnya, ada fenomena, kita lebih mengutamakan ibadah sunah daripada yang wajib. Banyak orang rajin salat tarawih tetapi justru tidak pernah salat fardu setiap hari. Penyimpangan ini disebabkan karena kesalahpahaman dalam memahami ajaran agama. Berikutnya, pendapat yang mengatakan bahwa ibadah wajib dilipatgandakan menjadi tujuh puluh kali dan ibadah sunah ditingkatkan menjadi wajib. Dua penyimpangan ini sumbernya adalah Hadis palsu.
Berikutnya, salat tarawih menghapuskan semua dosa secara mutlak, baik kecil-kecil, besar, sengaja, maupun tidak disengaja. Menurut para ulama, salat tarawih hanya menghapuskan dosa-dosa kecil. Sementara dosa besar, tidak dapat terhapus tanpa bertaubat. Berikutnya, menghidupkan malam-malam Ramadan dengan maksiat, kemungkaran, serta mengganggu orang lain.
Selanjutnya, fenomena pemborosan dan konsumtivisme selama Ramadan. Ini menyimpang dari tujuan disyariatkannya puasa agar setiap muslim menjadi orang bertakwa yang selalu berinfak dalam segala keadaan. Penyimpangan berikutnya, adanya keutamaan yang bervariasi untuk tiap malam selama Ramadan. Berikutnya, pendapat yang membagi Ramadan menjadi tiga periode: rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari neraka.
Sumber penyimpangan ini adalah Hadis palsu. Berikutnya, pendapat yang menyatakan bahwa salat tarawih hanya terbatas pada sebelas rakaat. Tarawih yang lebih dari sebelas rakaat sama dengan salat Zuhur lima rakaat. Sumber penyimpangan ini adalah Hadis palsu dan kekeliruan dalam memahami agama.
Berikutnya, mengaitkan Zakat Mal dengan Ramadan. Padahal tidak ada zakat yang berkaitan dengan Ramadan kecuali Zakat Fitri. Selanjutnya adalah pendapat yang menyatakan bahwa puasa Ramadan tidak akan diterima sampai yang bersangkutan mengeluarkan Zakat Fitri. Kemudian, pendapat yang menyatakan bahwa zakat itu menyucikan harta. Begitu pula pendapat yang menyatakan Idul Fitri itu adalah hari raya suci. Padahal Idul Fitri adalah hari raya makan.
Berikutnya adalah fenomena menggembelkan diri dengan dalih iktikaf di masjid. Begitu pula menunda-nunda ifthar (buka puasa), mengharapkan agar sepanjang tahun menjadi Ramadan, dan begitu pula pendapat yang menyatakan salat tarawih tidak dibenarkan dengan duduk. Itulah penyimpangan Ramadan yang harus kita jauhi.***