3 Alasan Kitab Al-I’tiqad Karya Imam Al-Baihaqi Penting Dibaca
www.majalahnabawi.com – Dalam kajian keislaman, Imam al-Baihaqi (384-458 H) lebih dikenal sebagai pakar bidang hadis. Murid Imam al-Hakim al-Naisaburi (321-405 H) ini meninggalkan karya monumental. Judulnya adalah Sunan al-Kubra. Di dalamnya terhimpun ribuan hadis. Susunan babnya sesuai dengan kajian fikih. Oleh Imam Ibnu Shalah (577-643 H), Sunan al-Baihaqi dimasukan sebagai bagian dari kutubussittah, didahulukan daripada Sunan Ibnu Majah. Namun demikian, Imam al-Baihaqi ternyata juga pakar dalam bidang ilmu kalam. Kepakarannya dalam bidang hadis disinergikan dengan bidang ilmu kalam. Hasilnya adalah kitab yang berjudul al-I’tiqad.
Alasan Kitab Al-I’tiqad Penting Dibaca
Setidaknya ada 3 alasan mengapa kitab setebal 400 halaman ini menarik dibaca. Pertama, pembaca akan diajak menyinggahi tema-tema kunci dalam ilmu tauhid, khususnya yang diperdebatkan hingga abad 5 H. Semisal kebebasan tindakan seorang hamba (af’al al-abd), penguasaan arsy (al-istiwa’), pertolongan para Nabi (syafa’ah), melihat Allah di surga (ru’yah), keramat para wali (karamat al-auliya’), dan lain sebagainya. Dari sini kita akan paham bahwa perbedaan adalah klasik, termasuk dalam ilmu kalam.
Kedua, kitab ini ditulis oleh seorang pakar hadis sekaligus juga pakar fikih. Dalam pernyataannya, Imam al-Haramein (419-478 H) menegaskan bahwa Imam al-Baihaqi adalah penolong mazhab Syafi’i (nashir al-madzhab). Karenanya pada setiap bab, kita akan mendapati ragam hadis yang diriwayatkan langsung oleh penulis. Mengingat Imam al-Baihaqi juga memiliki karya berjudul Sunan al-Kubra. Dengan membaca kitab al-I’tiqad, kita bisa memahami bahwa ilmu kalam juga bersumber dari kajian hadis, tidak melulu dengan penalaran akal saja.
Ketiga, kitab al-I’tiqad seakan-akan menjadi pelengkap lanjutan dari kitab-kitab dasar dalam ilmu kalam. Dalam tradisi pesantren, secara berjenjang diajarkan Aqidah al-Awwam, Kharidah al-Bahiyyah, Kifayah al-‘Awwam, Umm al-Barahin, hingga al-Iqthishad fi al-I’tiqad. Wajar adanya di jenjang awal, santri langsung mempelajari dan menghafal sifat wajib, mustahil, dan jaiznya Allah dan Rasul. Dilanjutkan dengan masalah sam’iyat. Uraian argumentasi terkait tema-tema kunci tersebut banyak menekankan penalaran (dalil ‘aqli). Sedikit banyak disajikan dalil dari al-Qur’an dan hadis (dalil naqli). Namun cukup yang dasar dan pokok, belum terlalu detail. Tepat kiranya jika dilanjutkan dengan kitab karya Imam al-Baihaqi ini. Sajian dalil naqli sangat melimpah meskipun tidak mengesampingkan akal juga. Lantas tertarikah anda?