Abdullah bin Umar; Putra Pejabat Nan Dermawan
Majalahnabawi.com – Abdullah bin Umar (73 H) adalah putra Sayidina Umar bin al-Khattab (23 H), sang khalifah. Namun demikian, laku hidup sederhana, cinta ilmu, dan cinta beramal adalah pilihannya. Tak pelak, beliau termasuk satu di antara empat pakar fikih di generasinya. Juga, termasuk satu di antara enam perawi Hadis terbanyak sepanjang sejarah. Abdullah bin Umar terlahir 10 tahun sebelum hijrah. Sejak kecil, sudah masuk Islam bersama yang ayahanda. Tepat di tahun enam kenabian.
Syekh Muhammad al-Jardani (1331 H), dalam kitab al-Jawahir al-Luluiyah menyebutkan data kuantitatif menarik. Sepanjang hidupnya, Abdullah bin Umar berhaji 60 kali. Menunaikan umrah 1000 kali. Memerdekakan budak sebanyak 1000 orang. Menaiki dan menyumbangkan 1000 kuda untuk jihad fi sabilillah. Membagikan sedekah 22.000 dinar dalam satu waktu.
Dua Prinsip
Terkait dengan kedermawanan, setidaknya ada dua prinsip utama Abdullah bin Umar. Pertama, orang mukmin tidak akan mendapatkan kebaikan dari hartanya, sehingga ia berkenan menginfakkan harta terbaiknya. Dalam al-Quran, prinsip ini terdapat dalam Surat Ali Imran Ayat 92. Satu waktu, beliau memiliki hamba sahaya paling cantik. Karena mengingat prinsip di atas, hamba sahaya ini lantas dimerdekakan. Dinikahkan dengan Nafi’, salah satu hamba sahaya yang telah dimerdekakan juga. Dalam kitab-kitab induk hadis, Nafi’ Maula Ibni Umar (117 H) ini dominan sekali meriwayatkan hadis dari beliau.
Prinsip kedua, bagi Sayidina Abdullah bin Umar, seberapa kecil hati seseorang masih terikat dunia, maka derajatnya akan berkurang di sisi Allah ta’ala. Satu waktu, ketika Abdullah bin Umar sedang sakit, beliau menginginkan buah anggur. Namun ketika buah anggur sudah dihidangkan, datanglah seorang fakir memintanya. Tanpa berpikir panjang, Abdullah bin Umar memberikannya. Kemudian dihaturkan lagi setandan buah anggur, lagi-lagi datang orang miskin yang memintanya, maka diberikan jua. Kejadian ini berulang hingga beberapa kali.
Lantas, dalam konteks kehidupan kita saat ini, khususnya di tengah gempuran hidup mewah dan pamer kekayaan para anak, istri, dan keluarga pejabat negeri ini, kisah Sayidina Abdullah bin Umar di atas, seberapa penting kita renungi kembali?