|

Adab Bercanda Rasulullah: Introspeksi dari Kisah Seorang Pendakwah

Majalahnabawi.com – Lewat setelan nyentrik, retorika menggelitik dan gaya dakwah yang unik menjadi sedikit gambaran bagaimana Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah dalam kancah perdakwahan tanah air. Postur badan beliau yang gagah lagi kekar seraya mengenakan blangkon, sesekali dengan kaos oblong dan kaca mata hitam siap menghentak jamaah lewat nasehat agamanya. Ya, bungkusan dakwah nonkonvensional ini disajikan dengan apik dan ciamik kepada masyarakat. Beliau berhasil viral lewat dakwahnya di sebuah klub malam kepada orang-orang yang memang kering akan siraman rohani.

Lewat gaya dakwahnya tersebut mantan Staf Khusus Presiden bidang Kerukunan Umat Beragama ini melesat di berbagai lini massa. Apalagi setelah sukses menggiring Deddy Corbuzier log in menjadi mualaf, sontak semakin melangitkan kiprah pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji ini. Bagaimana tidak, Deddy merupakan salah satu public figure tersohor sekaligus paling berpengaruh lewat kanal YouTube “Close the Door”.

Miftah diibaratkan layaknya partner spiritual bagi sang “The Father of YouTube”. Beliau seringkali diundang di acara podcast-nya apabila Deddy risau terhadap fenomena-fenomena keislaman yang terjadi di masyarakat. Miftah dan Deddy semakin klop karena berada dalam satu kubu yang sama pada kontestasi pilpres 2024 kemarin.

Perkara pelik yang menimpa Miftah kemarin sedikit banyak menjadi bahan kontemplasi bagi seluruh makhluk yang berpikir. Fenomena sosial yang membawa malapetaka bagi pelakunya sendiri. Gara-gara lisan yang sembarang jabatan yang diemban sekejap terbang, citra diri melayang dan tentunya sudah tak seperti dulu lagi dipandang. Memang kata maaf sudah terucap, tapi publik akan mengingat ini sebagai tragedi yang tak mengenakkan.

Menjaga Lisan dalam Berdakwah

Alangkah baiknya ketika dalam berdakwah para da’i senantiasa menahan diri menggunakan kata-kata yang negatif. Tak semua masyarakat bisa memaklumi candaan-candaan kasar ketika berdakwah. Ada yang menganggap santai karena memang itu model dakwah beliau dan ada pula yang menganggap itu tidak layak untuk diucapkan apalagi terhadap anak-anak yang saat itu sedang mendengarkan. Allah berfirman dalam Al-Quran:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Rasulullah Saw. bersabda:


الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا – وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sehingga dia tidak boleh menzhaliminya, menghinanya, mendustakannya dan merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini (sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seseorang itu dalam kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim, no. 2564)

Intinya jangan membiasakan diri untuk meremehkan orang lain baik lewat ucapan apalagi perbuatan. Menghindari gaya dakwah yang kebablasan lebih utama dari pada hanya sekedar meraih simpati dan gelak tawa dari penonton.

Urgensi Adab dalam Kehidupan

Berilmu menjadi pembeda antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui. Namun, ada satu hal lagi yang lebih utama dari pada ilmu yaitu adab dan akhlak. Adab memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada ilmu. Banyak orang yang berilmu, namun tak banyak orang yang beradab. Berapa banyak pemimpin di negeri ini yang berilmu, namun akhirnya mereka mendekam dalam penjara akibat tak memiliki adab dan akhlak.

Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jailani pernah mengatakan: “Aku lebih menghargai orang yang beradab daripada mereka yang berilmu. Kalau hanya sekedar berilmu, Iblis lebih tinggi ilmunya dari pada manusia.”

Berkaca dari kasus Iblis yang pada dasarnya merupakan penghuni tetap di dalam surga. Suatu ketika Allah memerintahkan para makhluknya untuk bersujud kepada Nabi Adam, di situlah semuanya bermula. Iblis mengajukan nota protes kepada Allah kenapa Ia harus melakukan semua itu. Padahal Ia diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Ia malah beribadah puluhan ribu tahun di surga bersama dengan para malaikat. Ilmunya yang mulia, ibadahnya yang luar biasa langsung sirna seketika akibat satu kesalahan yang Ia lakukan. Sedikit kesombongannya menyebabkan Iblis langsung divonis sesat hingga hari kiamat, menjadi makhluk terkutuk sekaligus musuh paling nyata bagi manusia.

Tata Cara Bercanda Rasulullah

Rasulullah sebagai manusia juga pernah bercanda, namun candaannya berkelas dan tak menyakiti hati manusia manapun. Beliau pernah bersabda:


إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاًّ حَقًّا

“Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani)

Rasulullah sebagai role model sudah memberikan tuntunan sejak 14 abad yang lalu mengenai tata cara bercanda yang diperbolehkan dalam Islam di antaranya:

  1. Tidak memberikan gelar (laqab) yang buruk
    Rasulullah melarang memanggil atau memberikan seseorang gelar-gelar yang tercela seperti nama-nama buruk atau sifat-sifat yang buruk. Dalam hadis diriwayatkan Nabi pernah memanggil sahabat Anas bin Malik dengan julukan “udzunain” (pemilik dua telinga), memanggil putra Ummu Sulaim yang senang memelihara burung dengan “Abu ‘Umair” (bapaknya burung) dan tentunya Abdurrahman bin Sahr yang kita kenal dengan julukan “Abu Hurairah” (bapaknya kucing). Belum lagi candaan Nabi terhadap seorang nenek-nenek yang tak bisa masuk surga sebab di surga semua penghuninya akan kembali muda dan perawan. Itulah uswatun hasanah kita, tak pernah sekalipun menggelari sahabat-sahabatnya dengan gelar yang tercela.
  2. Tetap pada koridor kejujuran dan kebenaran
    Kejujuran dalah kunci dalam setiap candaan dan gaya dakwahnya Nabi. Beliau menghindari dusta sekalipun hanya dalam candaan. Nabi bercanda seperti manusia pada umumnya, namun apa yang keluar dari lisan beliau semuanya merupakan kebenaran. Tak menyakiti hati apalagi menghina.
  3. Tidak menjadikan Allah dan Rasulullah sebagai bahan candaan
    Sering kali kita ihat acara-acara lawak seperti stand up comedy yang menjadikan Allah, Rasulullah dan Al-Quran sebagai bahan candaan. Padahal hal ini merupakan perkara haram yang dilarang dalam Islam. Allah Swt. berfirman: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja‘. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? (QS. At-Taubah: 65)
  4. Mengetahui situasi dan kondisi orang yang akan jadi bahan candaan
    Perkara semacam ini pada zaman milenial sekarang kita kenal dengan vibrasi. Suatu kondisi fisik dan psikis pada diri seseorang yang entah bagaimana orang didekatnya bisa tahu bahwa orang tersebut sedang tak ingin didekati. Lebih semacam kondisi yang memberikan waktu pada seseorang untuk me time. Itulah pentingnya memahami situasi kondisi sekitar. Ada tipe orang yang terkadang memerlukan gurauan dan candaan dan ada pula tipe manusia yang tak suka bergurau atau bercanda.
  5. Bercanda sewajarnya dan seperlunya
    Bercanda ada batasnya, tempatnya dan waktunya. Terkadang ada candaan yang berlebihan hingga membuka aib-aib dirinya dan keluarganya seperti yang terlihat di layar kaca. Ya, sebentar lagi Bulan Ramadhan akan diisi oleh program lawakan yang siap membuka aib dan rahasia dirinya. Sungguh perkara ini hanya akan mengotori kesucian bulan penuh berkah dan ampunan. Tak jarang bahkan ada yang bermusuhan gara-gara membuka aib ini.
    Imam Ghazali berkata: “Ketahuilah bahwa yang dilarang adalah berlebihan dalam humor atau melakukannya terus-menerus. Adapun terus-menerus melakukannya, maka itu termasuk dalam kesibukan dengan permainan dan senda gurau. Humor memang mubah (boleh), tetapi jika terus-menerus, itu tercela. Sedangkan berlebihan dapat menyebabkan banyak tertawa, yang akhirnya mematikan hati, menimbulkan permusuhan, dan menghilangkan wibawa serta kehormatan. Humor yang terhindar dari hal-hal ini tidaklah tercela.” (Ihya’ ‘Ulumiddin, [Beirut: Darul Ma’rifah], juz III, hal. 127).

Inilah adab yang diajarkan rasul pada umatnya, hendaknya kita mampu menahan diri dari perilaku candaan yang berlebihan dan tercela agar tak menyakiti hati sesama, Wallahu a’lam.

Similar Posts