Adab dan Niat Berselawat Agar Semua Hajat Tercapai

Majalahnabawi – Allah menganugerahkan amalan selawat Nabi Saw. untuk umat muslim sebagai wasilah yang agung untuk semua hajat. Bukan hanya urusan dunia namun juga syafaat mulai dari sakaratul maut, alam kubur, juga kelak saat hari kiamat.

Bahkan para ulama salihin sepakat bahwa selawat menjadi satu-satunya perantara. Yaitu yang dapat mengantarkan seorang hamba yang tidak memiliki guru pembimbing ruhani (mursyid) untuk dapat mendekat kepada Allah. Dan jika murid sudah memiliki mursyid, sholawat akan memperkuat hubungan ruhaninya kepada gurunya. Sehingga pintu kepada Allah bisa terbuka lebih cepat.

Lalu bagaimana adab berselawat yang paling baik? KH Mahrus Aly sebagaimana disampaiakan KH Abdullah As’ad, pernah mengajarkan bahwa seseorang ketika mengamalkan selawat harus dalam keadaan hadir hatinya seraya membaca niat sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang saleh terdahulu.

Adab dan Niat Berselawat

Hal itu sebagaimana juga pernah diajarkan oleh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, niat tersebut ialah:

اللّٰهُمَّ اِنِّيْ نَوَيْتُ بِصَلَاةِ هَذِهِ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَمَحَبَّةً فِيْهِ, وَشَوْقًا اِلَيْهِ, وَتَعْظِيْمًا لِحَقِّهِ, وَتَشْرِيْفًا لَهُ, وَلِكَوْنِهِ اَهْلًا لِذٰلِكَ, فَتَقَبَّلْهَا اللّٰهُمَّ بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَاِحْسَانِكَ, وَأَزِلْ حِجَابَ الْغَفْلَةِ عَنْ قَلْبِيْ, وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

Artinya: “Duhai Allah, sesungguhnya aku berniat untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW ini demi melaksanakan perintahMu, membenarkan kitabMu, mengikuti nabiMu Muhammad SAW, karena aku mencintai, merindukan, mengagungkan, dan memuliakan Beliau SAW serta karena Beliau SAW memang sangat pantas untuk mendapatkan shalawat tersebut. Oleh karena itu, duhai Allah dengan kemurahan, karunia, kedermawaan, dan kebaikanMu, terimalah shalawat yang akan kubaca ini, singkirkanlah hijab kelalaian yang meliputi hatiku dan jadikanlah aku sebagai salah seorang hambaMu yang shaleh.”

Sementara dari KH Mahrus Aly, yaitu pertama, niat untuk mengamalkan perintah Allah yang termaktub dalam QS. al-Ahzab ayat 56. Sembari melafalkan ayat tersebut kemudian melantunkan dan menghadirkan dalam hati, “Ya Allah, saya niat membaca selawat ini untuk mengamalkan perintah Engkau.”

Kedua, “Saya niat membaca selawat kepada Rasulullah untuk diniatkan membayar haq Rasulullah.” Bahwa Nabi Saw adalah makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash selawat dari Allah.

Ketiga, “Saya membaca Shalawat diniatkan untuk meminta syafaat Rasulullah.”

Keempat, diniatkan hajatnya (permintaan kepada Allah Swt).

Kyai As’ad mengatakan bahwa tidak salah, apabila seseorang yang mempunyai masalah dan membaca selawat dengan harapan supaya diberi jalan keluar oleh Allah Swt. Sebab selawat memang perantara untuk setiap hajat dan menjadi solusi bagi permasalah hidup kita. Namun ketika lisan telah melafalkan selawat, dirinya jangan membayangkan hajat atapun juga masalah yang sedang dihadapi.

“Ketika lisan sudah mulai mengucap, ‘Shallallahu ala Muhammad’ kamu harus menghayati makna dari kalimat yang sedang dibaca. Seraya dalam hati menuturkan, semoga Allah memberikan rahmat ta’dzimnya kepada Nabi Muhammad Saw.” Kata Kyai As’ad. Lanjut beliau, “Selain itu niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membesarkan harapan hanya kepada Allah Swt, bahwa kamu sedang memintakan rahmat untuk kekasihNya Allah.”

Kyai Mahrus sebagaimana penuturan Kyai As’ad, juga menganjurkan seorang mushalli untuk berangan-angan bahwa Allah pernah berfirman kepada Nabi, “Barang siapa yang berselawat kepadamu, maka aku berselawat kepadanya.”

Selawat Sebagai Bentuk Wujud Terima kasih

Ketika berselawat kepada Nabi juga membayangkan, bahwa Nabi pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membalas sesuatu.”

Kyai As’ad dari pesan yang telah disampaikan gurunya juga menganjurkan, “Kemudian seolah-olah kalian bayangkan Nabi tersenyum, sebab kalian termasuk umat yang mau berterimakasih kepadanya.”

Beliau juga menambahkan bahwa ketika membaca selawat kepada Nabi, seharusnya seseorang menghadirkan kesadaran bahwa selawat ini adaah satu-satunya cara untuk berterimakasih kepada beliau Saw yang sudah menuntun kehidupan kita dan dengan selawat tersebut berharap akan keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Dengan demikian, kesimpulannya bahwa hendaknya ketika seseorang berselawat kepada Nabi Muhammad Saw, melakukannya dalam keadaan hadir hatinya dengan perasaan mahabbah (cinta) yang dalam, syauq (kerinduan), raja’ (pengharapan) dan ta’dzim (penghormatan) kepada Allah dan Rasulullah.

Sehingga dengan wasilah selawat akan membawa manfaat tak terbatas dan membuahkan amalan yang tidak bisa dibandingkan dengan amalan apapun dan menjadi sarana memperkuat tali hubungan dengan Allah dan RasulNya, serta dengan sebab berkahnya Nabi Muhammad  kita menjadi manusia yang diberuntungkan oleh Allah baik di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.[]

Similar Posts