Al-Ghazali Sebagai Pelopor Islam Ortodoks
Majalahnabawi – Abu Hamid Al-Ghazali (1058–1111 M) sering dianggap sebagai salah satu pelopor Islam Ortodoks, karena ia memainkan peran kunci dalam membentuk teologi dan filsafat Islam yang sesuai dengan ajaran Sunni. Beliau juga mempertahankan integritas keimanan Islam di tengah berbagai tantangan intelektual yang berkembang pada masanya.
Ortodoksi yang dimaksud di sini merujuk pada pendekatan Islam Sunni yang moderat, yang menghargai keseimbangan antara teologi, hukum syariah, dan mistisisme (tasawuf).
Penolakan terhadap Filsafat Rasionalis
Dalam karyanya yang terkenalTahafut al-Falasifah, Al-Ghazali mengkritik keras para filosof Muslim seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina yang terlalu terpengaruh oleh filsafat Yunani. Terutama terkait gagasan-gagasan Aristoteles dan Plato. Al-Ghazali menolak aspek-aspek dari filsafat mereka yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Seperti konsep keabadian alam semesta dan penolakan terhadap kebangkitan jasmani.
Namun, Al-Ghazali tidak sepenuhnya menolak penggunaan akal dan rasio dalam Islam. Dia justru mendekati filsafat dengan sangat kritis, menggunakan rasionalitas untuk mendukung keimanan. Baginya, akal penting, tetapi tidak boleh melampaui wahyu.
Harmonisasi antara Syariah dan Tasawwuf
Salah satu kontribusi terbesar Al-Ghazali adalah upayanya untuk mendamaikan dan menyatukan tasawuf (mistisisme Islam) dengan ajaran syariah (hukum Islam). Sebelum masa Al-Ghazali, tasawuf sering kali dianggap sebagai praktik yang berada di luar arus utama Islam. Karena menekankan aspek batiniah yang sangat spiritual, yang sering kali bertentangan dengan pandangan legalistik Islam.
Melalui karya fenomenalnya Ihya’ Ulum al-Din, Al-Ghazali mencoba menyatukan elemen-elemen esoteris tasawuf dengan prinsip-prinsip syariah yang eksoteris. Ia menegaskan bahwa tasawuf dapat menjadi cara yang sah untuk mendekatkan diri kepada Allah selama tetap mengikuti prinsip-prinsip syariah. Dengan cara ini, ia membentuk versi ortodoks dari tasawwuf yang sejalan dengan ajaran Sunni.
Revitalisasi Teologi Sunni (Asy’ariyah)
Al-Ghazali adalah pengikut dari teologi Asy’ariyah, yang merupakan salah satu aliran utama dalam teologi Islam Sunni. Asy’ariyah, yang didirikan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari, berusaha untuk menjembatani antara akal dan wahyu, dengan mempertahankan otoritas wahyu (Al-Qur’an dan Hadist) sebagai sumber utama kebenaran.
Melalui karyanya, Al-Ghazali memperkuat teologi Asy’ariyah dengan menjawab berbagai tantangan dari Mu’tazilah (yang lebih rasionalis) dan para filosof. Dia juga memberikan argumen teologis yang kuat untuk membela ajaran-ajaran pokok Islam Sunni, seperti kebangkitan jasmani di akhirat, kekuasaan Allah yang absolut, dan peran wahyu dalam pengetahuan.
Pembelaan terhadap Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Al-Ghazali juga memberikan sumbangan penting dalam hal klasifikasi ilmu pengetahuan, terutama dengan menempatkan ilmu-ilmu agama pada posisi yang lebih tinggi daripada ilmu-ilmu duniawi. Ia menganggap ilmu-ilmu duniawi penting, tetapi fungsinya adalah untuk melayani kehidupan manusia di dunia, sementara ilmu-ilmu agama lebih tinggi karena berkaitan langsung dengan tujuan hidup manusia, yaitu untuk mengenal Allah SWT dan mencapai keselamatan di akhirat.[1]
Pengaruh Besar terhadap Islam Sunni di Masa Mendatang
Pemikiran Al-Ghazali sangat memengaruhi perkembangan Islam Sunni di berbagai belahan dunia, terutama di wilayah-wilayah seperti Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Selatan. Karya-karyanya menjadi rujukan utama di madrasah-madrasah tradisional, dan pengaruhnya sangat terasa di kalangan ulama fiqih, teolog, serta sufi.
Al-Ghazali juga berhasil membendung pengaruh filsafat dan rasionalisme ekstrem, sekaligus memperkuat ortodoksi Sunni dengan mengintegrasikan pemikiran filsafat dan tasawuf ke dalam kerangka Islam yang lebih luas. Dengan demikian, ia memperkuat dasar-dasar Islam Sunni ortodoks yang terus bertahan hingga kini.