Analisis Lafal Iqra’ dalam QS. al-‘Alaq Ayat Pertama Melalui Kaidah Insya’ Talab Amr dan Telaah Maknanya
Majalahnabawi.com – Al-Quran sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad yang diturunkan menggunakan Bahasa Arab memiliki keindahan yang luar biasa terutama pada sisi balagahnya. Untuk menyelami keindahan bahasa Al-Quran, diperlukan pendalaman ilmu kebahasaan seperti ilmu nahwu, sharaf, balagah yang di dalamnya mencakup ilmu ma’ani, ilmu badi’, ilmu bayan, dll. Selain memiliki keindahan bahasa, pemilihan kata dalam Al-Quran juga sangat tepat yang mana setiap kata memiliki makna tersendiri. Karena Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia, pemahaman mendalam terhadap makna Al-Quran sangatlah penting. Salah satu ilmu yang dapat digunakan untuk menyingkap makna dalam Al-Quran adalah ilmu ma’ani Al-Quran yaitu ilmu yang membahas tentang makna-makna dalam Al-Quran.
Lafal iqra’ dalam QS. al-‘Alaq ayat 1 merupakan salah satu lafal yang menarik untuk dikaji, karena bagaimana bisa lafal iqra’ menjadi wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan status beliau yang ummiy (tidak bisa membaca maupun menulis). Serta ketidakjelasan objek yang harus dibaca, menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai makna yang tersembunyi dalam lafal tersebut. Lafal iqra’ seringkali dimaknai dengan “bacalah”, namun apakah lafal iqra’ hanya berarti “bacalah” atau memiliki multi makna?. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap makna mendalam dari lafal iqra’ melalui kaidah insya’ talab amr dalam ilmu ma’ani Al-Quran dan mengetahui objek apa yang harus dibaca.
Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Ma’ani Al-Quran
Secara bahasa ma’ani Al-Quran berasal dari dua kata yaitu ma’ani yang merupakan jamak dari kata ma’na yang secara literal mengacu pada maksud, arti, atau makna, dan dari kata Al-Quran. Dari pengertian tersebut, ilmu ma’ani Al-Quran adalah cabang ilmu yang mempelajari makna-makna yang terkandung dalam teks Al-Quran. Menurut In’am Fawwal Akkawi, dalam konteks ilmu ma’ani Al-Quran, ia mengacu pada pemahaman tentang bagaimana lafal dalam Bahasa Arab disusun dan disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. ilmu ma’ani Al-Quran bertujuan untuk menyingkap kemukjizatan Al-Quran dari segi keindahan kata maupun kalimatnya, dan pemilihan katanya yang tepat serta memungkinkan seseorang untuk menyingkap makna yang terdapat dalam Al-Quran.
Objek kajian ilmu maani Al-Quran memiliki peran yang sangat penting untuk memahami makna yang terdapat dalam Al-Quran. Berikut adalah contoh objek kajian dari ilmu ma’ani Al-Quran: Pertama, isnad yaitu menggabungkan satu kata dengan kata yang lain sehingga menghasilkan kalimat yang dapat difahami. Kedua, kalam khabari yaitu ungkapan yang dapat memiliki kemungkinan benar atau bohong berdasarkan konteksnya. Ketiga, kalam insyai‘ yaitu kalimat yang tidak memiliki kebenaran atau kedustaan tertentu. Keempat, qashar yaitu proses mengkhususkan atau membatasi makna sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang lain. Kelima, fasal wa wasal. Fasal adalah menggabungkan kalimat dengan kalimat lain menggunakan huruf athaf (kata sambung, seperti “dan”), sementara wasl adalah meninggalkan penggabungan antara dua kalimat.
Kaidah Insya’ Talab dalam Ilmu Ma’ani
Dalam ilmu ma’ani kaidah insya’ talab amr termasuk dalam kaidah kalam yang mana dalam ilmu ma’ani kalam terbagi menjadi dua, yakni kalam khabar (kalimat berita) dan kalam insya’ (kalimat perintah). Kalam insya’ mencakup dua jenis: insya‘ talab dan insya’ ghairu talab. Insya‘ talab adalah jenis kalimat yang menuntut sesuatu yang belum terwujud pada saat kalimat tersebut diucapkan. Contohnya adalah ketika seseorang memberi perintah untuk membuka pintu, sedangkan insya’ ghairu talab adalah jenis kalimat yang tidak mengandung tuntutan untuk mewujudkan sesuatu.
Dalam ilmu ma’ani, kaidah amr atau perintah merujuk pada tindakan menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu. Secara linguistik, amr secara harfiah berarti perintah atau instruksi. Namun, dalam konteks ilmu balagah, amr memiliki makna yang lebih dalam. Amr tidak hanya sekadar perintah, tetapi juga menuntut pelaksanaan suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Dengan kata lain, amr mengekspresikan otoritas dan tanggung jawab dalam memberikan instruksi atau arahan kepada orang lain untuk melakukan tindakan tertentu
Analisis Kaidah Insya’ Talab dan Makna Lafal Iqra’ dalam QS. al-Alaq Ayat Pertama
Lafal iqra’ dalam Al-Quran disebut sebanyak 16 kali yang terdapat dalam 8 surah dengan bentuk yang berbeda-beda. Yaitu dalam bentuk masdar, fi’il madhi, fi’il mudhari’ dan fi’il amr. Salah satunya terdapat dalam surah al-Alaq: 1 yang berbunyi :
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Lafal “ٱقۡرَأ” yang artinya bacalah merupakan perintah untuk membaca, dan ini adalah bentuk fiil amr yang mengindikasikan ungkapan perintah. Dalam analisis ilmu ma’ani, kata ini termasuk dalam kaidah insya’ talab, yang menuntut sesuatu untuk dilakukan. Dalam konteks ini, Allah Swt, yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai pencipta, memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang memiliki kedudukan yang lebih rendah (sebagai makhluk) untuk membaca. Makna dari ayat ini adalah Allah Swt memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk membaca dengan menyebut nama-Nya yang telah menciptakan beliau yang terdapat setelah lafal iqra’.
Dalam ayat tersebut, tidak dijelaskan apa yang harus dibaca, hal ini menyebabkan Nabi Muhammad Saw bertanya tentang apa yang harus dibacanya. Para pakar tafsir memiliki pendapat yang beragam tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa Nabi diminta untuk membaca ayat-ayat Al-Quran yang akan diturunkan kemudian. Namun, menurut Muhammad Abduh, perintah membaca di sini bukanlah tugas yang harus dipenuhi (amr taklifi) dengan objek tertentu, melainkan sebuah perintah yang memungkinkan kemampuan membaca aktual pada diri Nabi, sebagai bagian dari proses penciptaan.
Lafal “iqra’” dalam Surah al-Alaq memiliki makna yang lebih mendalam daripada sekadar perintah untuk membaca. Menurut Quraish Shihab, lafal “iqra‘” dalam surah tersebut mencakup anjuran untuk belajar dan memahami proses penciptaan manusia. Lafal iqra’ yang berasal dari kata qara’a memiliki arti dasar menghimpun, disebut demikian karena ketika kita merangkai huruf atau kata dan mengucapkannya, kita sebenarnya telah melakukan proses penghimpunan, atau dengan kata lain, membacanya. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi perintah “iqra‘” tidak selalu memerlukan keberadaan suatu teks tertulis sebagai objek bacaan atau keharusan untuk mengucapkannya secara lisan agar didengar oleh orang lain.
Dalam studi Al-Quran, arti dari lafal iqra’ yang berasal dari kata qara’a tidak hanya sebatas membaca, tetapi juga mengumpulkan. Hal ini karena ketika seseorang membaca, ia juga secara tidak langsung mengumpulkan ide-ide atau gagasan yang terdapat dalam teks yang dibacanya. Oleh karena itu, perintah membaca dalam Al-Quran, seperti yang terdapat dalam Surah al-Alaq, dapat diartikan bahwa Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk mengumpulkan ide-ide atau gagasan yang terdapat dalam alam semesta atau di mana pun. Tujuan dari perintah ini adalah agar pembaca, melalui gagasan, bukti, atau ide yang terkumpul dalam pikirannya, dapat sampai pada suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada itu diatur oleh Allah Swt.