Antara Hujan dan Ilmu

Majalahnabawi.com – Akhir-akhir ini kita sudah masuk ke dalam musim penghujan. Alhamdulillah, saat kemarin-kemarin kita mengeluh cuaca panas, gerah, dan gersang, sekarang sudah mulai merasakan kesejukan dengan turunnya hujan. Tak hanya manusia yang mendapatkan manfaatnya, namun makhluk Allah yang lain pun, seperti hewan dan tumbuhan, merasakan manfaat adanya hujan.

Namun adakalanya, hujan juga tak jarang membuat orang-orang khawatir. Karena dengan turunnya hujan, ada juga tempat-tempat yang terkena musibah banjir. Maka hal ini menjadi seolah-olah bertentangan, ada yang merasakan manfaat ada juga yang merasakan mudarat.

Hujan Diturunkan ke Bumi, Ilmu Diturunkan kepada Manusia

Namun apakah kamu tahu, ternyata Rasulullah Saw telah menggambarkan fenomena hujan yang turun membasahi bumi dengan ilmu yang diturunkan kepada manusia. Rasulullah Saw membuat sebuah perumpamaan hujan yang turun ke bumi dengan ilmu yang diturunkan kepada kita, hal ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari, Kitabul Ilmi, Bab Fadhli Man ‘Alima wa ‘Allama (Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu) yang diriwayatkan oleh Abu Musa.

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

Dari Abi Musa dari Nabi Saw bersabda, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun mengenai tanah. Di antara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di antaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang faham agama Allah dan dapat memanfaatkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus dengannya.” (HR. Bukhari, no hadis 77, no 79 dalam Kitab Fathul Bari)

Mengapa Al-Ghaits?

Dalam hadis tersebut tentunya ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama (syar’i), Rasulullah Saw menggambarkan hujan dengan kata al-ghaits, padahal jika kita lihat dalam Bahasa Arab ada juga kata yang berarti hujan yaitu al-mathar. Mengapa Rasulullah Saw menggunakan kata al-ghaits bukan al-mathar?

Coba kita perhatikan firman Allah Swt berikut,

وَأَمۡطَرۡنَا عَلَيۡهِم مَّطَرٗاۖ فَسَآءَ مَطَرُ ٱلۡمُنذَرِينَ

“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (Qs. Asy-Syuara : 173)

ثُمَّ يَأۡتِي مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ عَامٞ فِيهِ يُغَاثُ ٱلنَّاسُ وَفِيهِ يَعۡصِرُونَ

“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.”. (Qs. Yusuf: 49)

Ternyata kata al-ghaits memiliki makna hujan yang memberikan manfaat. Sedangkan kata al-mathar memiliki makna hujan yang mendatangkan bahaya. Maka dalam hadis ini sudah jelas bahwa hujan yang turun adalah hujan yang memberikan manfaat, seperti halnya ilmu yang berguna bagi kita.

Rasulullah Saw mengumpamakan ilmu dengan hujan, karena ilmu dan hujan adalah penyebab adanya kehidupan. Sebab, hujan menghidupkan tanah yang mati, dan ilmu (agama) menghidupkan hati yang mati.

3 Jenis Tanah Vs 3 Jenis Manusia

Dalam hadis ini, ada tiga jenis tanah yang disebutkan ketika dibasahi oleh air hujan. Tanah yang pertama adalah tanah yang baik, yang apabila terkena hujan dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tanaman dan rerumputan, maka tanah ini disebut dengan naqiyyatun. Tanah yang kedua adalah tanah yang apabila terkena hujan tidak bisa menyerap air, tetapi hanya bisa menampung air, sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain, maka tanah ini disebut ajadib. Kemudian jenis tanah yang ketiga adalah tanah yang bila terkena hujan, ia tidak bisa menyerap dan tidak juga bisa menampung air, sehingga tanah ini tidak bisa menumbuhkan tanaman, maka tanah ini disebut qii’anun.

Jenis Manusia Pertama

Makan di sinilah letak perumpamaannya, manusia terbagi ke dalam tiga jenis ketika diberikan ilmu, sama halnya dengan ketiga jenis tanah tersebut. Yang pertama adalah manusia yang ketika ia mendapatkan ilmu, ia mampu menjaganya, mengamalkannya, dan mampu mengajarkan kepada orang lain, akhirnya ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga orang lain, sama halnya dengan tanah jenis pertama yaitu naqiyyatun.

Jenis Manusia Kedua

Jenis manusia kedua ketika diberikan ilmu adalah ia memiliki ingatan yang bagus, akan tetapi dalam memahmi ilmunya ia memiliki kekurangan, sehingga ia hanya memiliki banyak hafalan saja. Namun ilmunya dapat bemanfaat bagi orang lain yang membutuhkan. Ketika orang lain datang menghampirinya, maka ia akan memberi manfaat dengan hafalannya. Maka manusia jenis ini seperti tanah ajadib, tanah yang tidak bisa menumbuhkan, tetapi mampu menampung air bagi orang lain.

Jenis Manusia Ketiga

Dan terakhir adalah manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki hafalan, dan juga tidak memiliki pemahaman terhadap ilmu yang diberikan. Sehingga ilmu yang diberikan tidak bermanfaat baginya, dan ia juga tidak bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Maka manusia jenis ini seperti tanah jenis qii’anun, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap air dan tidak bisa menumbuhkan tanaman.

Inilah penjelasan mengenai perumpamaan hujan dengan ilmu. Maka haruslah perumpamaan ini menjadi bahan renungan untuk kita semua. Ketika kita belajar dan mendapatkan ilmu, maka mestilah kita menjaganya, menghafalnya, lalu memahaminya, sehingga kita dapat mengamalkannya dan tentunya dapat kita ajarkan lagi kepada orang lain, sebab sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat bagi orang lain.

Referensi:

Al-Qur’anul Karim Word

Shahih al-Bukhari dalam Ensiklopedia Hadis (Apk)

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. (2008). Fathul Bari Penjelasan Shahih Bukhari. Jakarta: Pustaka Azzam

Similar Posts