Antara Skeptisisme Dan Validitas Hadis Sebagai Sumber Otoritatif Syariat Islam
www.majalahnabawi.com – Hadis Nabi yang sering juga disebut sebagai al-Sunnah al-Nabawiyyah adalah satu dari dua basic resouces syariat Islam setelah al-Qur’an. Umat Muslim seluruh dunia memposisikan hadis sebagai pedoman untuk melaksanakan aktivitas di muka bumi ini dalam segala aspek kegiatan ibadah dan muamalah yang bertujuan untuk menjadi Khair al-Umam dengan sumber ajaran yang sudah dipastikan autentisitasnya berasal dari seorang yang maha mulia di seluruh alam ini yaitu nabi Muhammad saw., yang mana istilah hadis sendiri adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada beliau dari perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
Ikhtilaf Ulama
Namun pada istilah al-Sunnah terdapat perbedaan di antara ulama, para Muhadditsin mengatakan al-Sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. dari perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat fisik, hingga karakter kepribadian Nabi Muhammad saw., baik sebelum diutus menjadi nabi ataupun setelahnya. Berbeda dengan ulama Ushuliyin yang mendefinisikan hadis sebagai segala sesuatu yang muncul dari pribadi nabi Muhammad saw., dari perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Tentu saja definisi ini bermaksud setelah nabi mendapat mandat dari Allah atas kenabiannya.
Skeptisisme
Perdebatan hadis sebagai sumber syariat Islam yang sudah dipastikan autentisitas dan validitasnya kecuali kepada mereka yang Inkar al-Sunnah, sekte yang ingkar terhadap sunnah disebut dengan skeptisisme. Mereka meragukan bahwa hadis memang benar-benar dari nabi. Menurut mereka hadis adalah buatan manusia yang dinisbatkan kepada manusia mulia Muhammad saw. dengan disandingkan sanad (mata rantai) hingga sampai kepada beliau. Bukti yang menjadi argumentasinya adalah hadis-hadis yang kontradiktif, fakta bahwa sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibn Abbas lebih banyak meriwayatkan hadis padahal saat itu ia masih kecil dibandingkan dengan Abu Bakar yang lebih sedikit periwayatan hadis yang ada, padahal ia adalah sahabat dari kalangan tua.
Kemudian hadis-hadis ditulis pada abad belakangan, namun yang menurutnya hadis itu tidak ada pada buku-buku klasik yang ditulis sebelumnya. Dalam pandangan mereka bahwa hadis harus dinilai secara skeptis (ragu-ragu) dari pada harus menerima hadis sebagai sumber ajaran dari Nabi yang data-datanya saja tidak bisa membuat keraguan hilang, bahwa hadis memang autentik berasal dari nabi. Di antara tokohnya adalah Goldziher dan Joseph Schacht yang selalu meragukan eksistensi hadis, terlebih mereka meragukan eksistensi nabi Muhammad saw.
Keraguan terhadap eksistensi Nabi Muhammad muncul karena ajaran yang dibawa oleh beliau sama dengan agama sebelumnya seperti Yahudi dan Nasrani, terlebih Nabi Muhammad tidak bisa melakukan aktivitas baca tulis sebagaimana bangsa arab telah melakukan aktifitas ini untuk membuat syair-syair mereka. Namun ibrah (pelajaran) hikmah dari seorang Nabi Muhammad yang tidak bisa baca-tulis adalah bahwa benar ajaran syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., benar-benar dari Allah Swt. Seperti al-Quran bukan ciptaan tangan dan rasionalitas Muhammad saw., bahwa al-Qur’an benar murni dari Allah Swt., yang memberikannya kepada Nabi Muhammad untuk dapat diajarkan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi.
Validitas Hadis
Kemudian keraguan skeptisisme terhadap sanad hadis yang dibuat oleh manusia ini terbantahkan karena periwayatan sanad sudah digunakan oleh masyarakat Arab pra-Islam dalam syair-syair Arab kuno yang dilakukan para penyair Arab klasik. Begitupun dengan hadis yang isinya tidak bersifat kontradiktif dengan isi yang terkandung dalam al-Qur’an. Kemudian periwayatan Abu Hurairah yang terlalu banyak walaupun hanya kurang lebih tiga tahun bersama Nabi, karena beliau merupakan salah seorang santri Nabi yang tinggal di emperan masjid Nabawi yang setiap hari bertemu dengan Nabi Muhammad saw.
Adapun jika terdapat periwayatan hadis yang tidak sampai kepada sebagian sahabat, maka sahabat yang lain memverifikasikannya kepada sahabat yang lain bahwa Nabi Muhammad pernah meriwayatkan hadis tersebut hal ini sudah divalidisasi oleh sejarah. Tentu saja dengan hal ini argumentasi Skeptisisme terbantahkan karena bertolak belakang dengan fakta sejarah yang valid serta autentik dengan ini hadis merupakan sumber syariat Islam yang otoritatif karena sudah dipastikan autentik berasal dari sang Proklamator Islam dunia yakni Nabi Muhammad saw.