rawi hadis

Urgensi “Sabab Wurud al-Hadits” dalam Memahami Teks dan Konteks Hadis Nabi Saw

Majalahnabawi.com – Untuk memahami makna suatu hadis, terkadang kita membutuhkan kronologi mengapa hadis itu muncul. Dalam menghukumi suatu kasus dengan cara hanya mendatangkan hadis secara tekstual yang memiliki hubungan dengan kasus yang terjadi, bisa menjadi keliru. Mengapa? Karena kita hanya memperhatikan teks dan mengabaikan konteks latar belakang hadis itu muncul. Oleh karena itu, kajian ‘Sabab Wurud Hadis’ menjadi sangat penting untuk dipelajari. Hal ini sangat berguna untuk menghindari kesalahan dalam menggunakannya sebagai acuan hukum untuk menyelesaikan suatu masalah. Hal ini juga menjadi salah satu topik pembahasan guru kami yakni KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya “Cara Benar Memahami Hadis”, atau dalam versi arabnya kitab “al-Turuq al-Shahihah fi Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah”.

Definisi Sabab Wurud al-Hadis

Dalam memahami makna ‘Sabab Wurud al-Hadis’, Penulis mengutip pendapat dari Imam al-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya al-Luma fi Asbab al-Hadits. Beliau menjelaskan bahwa ‘Sabab Wurud al-Hadis’ adalah latar belakang (background) . Latar belakang munculnya suatu hadis atau suatu metode sebagai batasan maksud suatu hadis yang bersifat umum, khusus, mutlak, muqayyad, naskh atau yang lainnya. (al-Luma fi Asbab al-Hadits hal. 10).

Dari definisi tersebut, dapat kita pahami urgensi adanya ‘Sabab Wurud al-Hadis’ itu adalah untuk men-takhsis pemahaman hadis/hukum yang bersifat umum, meng-umum kan pemahaman hadis yang bersifat khusus, membatasi yang mutlak, memutlakan yang terbatas, menentukan persoalan naskh dan menjelaskan nasikh dan mansukh, dan lain sebagainya, termasuk untuk membantu memahami dan menafsirkannya.

Metode Memperoleh Pengetahuan Sabab Wurud al-Hadis

Metode atau cara untuk memperoleh suatu informasi yang berkaitan dengan ‘Sabab Wurud al-Hadis’ ini bisa melalui dengan dua cara. Cara pertama melalui riwayat dan kedua melalui ijtihad. Dari dua cara ini terbagi dua, yakni yang melalui riwayat asbab wurud al-Hadis mikro dan yang melalui ijtihad asbab wurud hadis makro.

Asbab Wurud Hadis Mikro

Asbab wurud hadis mikro adalah sebab-sebab munculnya hadis yang dapat diketahui dengan jelas melalui riwayat (teksnya jelas). Oleh karena itu dari sabab wurud hadis mikro akan menghasilkan: hadis itu sendiri, hadis lain yang berkaitan, penjelasan sahabat dan penjelasan perawi. Nah, melalui riwayat teks hadis Nabi, kita dapat mengetahui bahwa teks-teks tersebut menunjukkan adanya peristiwa atau pertanyaan yang mendorong Nabi untuk bersabda atau berbuat sesuatu.

Asbab wurud hadis mikro ini terbagi dua, yaitu ada teks yang sharih (tegas) dan ada yang tidak sharih atau ima’i (yang berupa isyarat). Adapun contoh teks yang sharih misalnya ketika Nabi mencampakkan kurma. Karena ragu-ragu apakah kurma tersebut sebagai zakat atau hadiah, sebab Nabi haram menerima zakat. Adapun contoh sebab yang tidak sharih atau ima’i misalnya ketika Nabi sujud dua kali karena beliau lupa salat Zuhur hingga lima rakaat. Nah, hal ini memberikan isyarat bahwa barang siapa yang lupa rakaat salat hingga melebihi dari jumlah yang semestinya, maka ia dianjurkan atau disunahkan untuk melakukan sujud sahwi.

Asbab wurud mikro yang bersumber dari informasi Sahabat. Sahabat itu adalah orang-orang yang hidup sezaman dengan Nabi. Mereka menyaksikan peristiwa yang berhubungan dengan Nabi. Ketika mereka tidak tahu akan suatu permasalahan, mereka bisa menanyakan langsung permasalahan tersebut kepada Nabi Saw. Sehingga informasi yang bersumber dari sahabat bisa termasuk informasi otentik. Contohnya yaitu hadis yang berkaitan dengan mayat yang disiksa karena tangisan keluarganya. Hal tersebut banyak kita temukan di literatur-literatur kitab hadis.

Asbab Wurud Hadis Makro

Asbab wurud hadis makro adalah sebab-sebab munculnya hadis yang terdeteksi melalui pendekatan historis. Pendekatan historis yaitu pendekatan dengan cara mengaitkan antara ide yang terdapat dalam hadis dengan determinasi-determinasi sosial dan situasi historis kultural yang mengitarinya), sosiologis (yaitu menyoroti dari sudut posisi manusia yang membawanya pada perilaku itu atau melalui tingkah laku sosial), dan antropologis (yaitu memerhatikan terbentuknya pola-pola perilaku itu pada tatanan nilai dalam kehidupan masyarakat manusia) ketika hadis tersebut muncul. Oleh karena itu, informasi yang kita dapatkan dari sabab wurud hadis mikro yaitu berupa setting historis, atau pembacaan kultur, sosial budaya masyarakat Arab saat itu.

Asbab wurud hadis mikro ini bisa melalui cara ijtihad. Cara ini dilakukan kalau memang kita tidak menemukan riwayat yang jelas mengenai sabab wurud hadis. Adapun ijtihadnya ini bisa dengan cara mengumpulkan beberapa hadis lain yang memiliki satu tema, analisis sejarah atau melalui pembacaan hermeneutik terhadap sosio-kultural yang berkembang saat itu sehingga mampu menggabungkan antara ide dalam teks dengan konteks munculnya hadis tersebut. Caranya kita bisa membaca terlebih dahulu karya-karya yang berhubungan dengan sejarah masyarakat Arab atau kondisi Arab ketika Nabi menyampaikan suatu hadis, seperti Sirah Nabawiyyah atau kitab-kitab yang ada hubungannya dengan sabab wurud, seperti kitab-kitab Rijal al-Hadis, Jarh wa Ta’dil, syarah-syarah kitab hadis dan kitab tafsir dan lain sebagainya. (Lenni Lestari dalam Jurnal Epistemologi Asbab al-Wurud Hadis).

Memahami Teks dan Konteks yang Terdapat dalam Hadis

Suatu waktu, misalnya seseorang bertanya kepada kita “Apa hukumnya bermuamalah atau bertransaksi dengan orang non-Muslim? Padahal di sekitar kita masih banyak orang-orang Muslim yang masih mau bertransaksi dengan kita”. Lalu kita jawab; hukumnya itu adalah boleh dengan landasan hadis Nabi Saw dalam kitab Shahih al-Bukhari:

روى الامام البخاري فى صحيحه أن النبي صلى الله عليه وسلم رهن درعه عند تاجر يهودي اسمه أبو الشحم الظفري

“Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, bahwa Nabi Saw pernah menggadaikan baju perangnya kepada seorang pedagang beragama Yahudi yang bernama Abu al-Syahm al-Zhafri”. (HR. al-Bukhari hadis no. 2374).

Sekilas jika melihat teks hadis tersebut, mengindikasikan bahwa bertransaksi dengan orang non-Muslim itu hukumnya boleh. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw. Akan tetapi, kita tidak bisa langsung menghukumi hadis tersebut secara tekstual saja, melainkan harus kita ketahui terlebih dahulu kontekstual dari hadis tersebut dengan ilmu ‘Sabab Wurud al-Hadis’. Mengapa Nabi Saw memilih bertransaksi dengan seorang Yahudi, padahal beliau masih dapat membeli makanan dari orang-orang Muslim? Dalam hal ini Imam al-Nawawi (w. 676 H) menjawab. Pertama, Nabi Muhammad Saw melakukan hal itu adalah untuk menunjukan kebolehan bermuamalah dan bermitrakerja dengan non-Muslim. Kedua, saat itu tidak ada orang yang memiliki kelebihan bahan makanan, selain orang Yahudi tersebut. Ketiga, karena para sahabat tidak berani menerima gadai dan tidak pula mau menerima pembayarannya dari Nabi. Karena itulah, Nabi beralih kepada seorang Yahudi agar tidak memberatkan para sahabatnya.

Nah, setelah mengetahui sebab munculnya hadis tersebut, tentunya kita tahu bahwa sebuah hadis tidak dapat diamalkan begitu saja. Secara umum, setiap Muslim tidak boleh bertransaksi dengan orang-orang non-Muslim, jika di sekitarnya masih banyak orang-orang Muslim yang ingin bertransaksi. Sebagaimana yang Kiai Ali Mustafa Yaqub katakan, hal itu justru akan berdampak buruk bagi umat Islam. Cara yang benar dalam memahaminya yaitu dengan menggunakan kaidah Fiqhiyah al-Ibrah bi Khusush al-Sabab, la bi Umumal-Lafzh (pengalaman berdasarkan kekhususan sebab, bukan keumuman lafaz)”. (Lihat dalam al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah karya Kiai Ali Mustafa Yaqub).

Similar Posts