Bahr Al-Madhi Syarh Shahih At-Tirmidzi Karya Muhammad Idris Al-Marbawi

Majalah Nabawi – Muhammad Idris bin Abdul Rauf bin Ja’far bin Idris al-Marbawi al-Azhari lahir di Misfalah Makkah pada 12 Mei 1896 M atau 28 Dzulqa’dah 1313 H. Pada tahun 1990-an, al-Marbawi dan keluarganya pulang ke kampung halamannya di Lubuk Merbau. Di Nusantara, al-Marbawi memulai proses pengajiannya di sekolah melayu Lubuk Merbau. Setelah itu, al-Marbawi mengaji kepada Syekh Wan Muhammad Wan Husein di bukit Chandan Kuala Langsar, kepada Tuan Husein al-Mas’udi di Kedah dan kepada Syekh Muhammad Yusuf atau Tok Kenali. Pada tahun 1924, al-Marbawi melanjutkan perantauan ke Al-azhar Mesir. Salah seorang guru yang turut mendorong ketertarikan al-Marbawi di bidang hadis adalah Syekh Muhammad Ibrahim as-Samaluti. Sehingga akhirnya al-Marbawi terpukau kepada Sunan at-Tirmidzi. Di Al-azhar, al-Marbawi sempat menjadi direktur sebuah majalah bernama Seruan Al-Azhar. Selain itu, pada tahun 1927, al-Marbawi menginisasi sebuah penerbitan bernama al-Matba’ah al-Marbawiyah. Al-marbawi wafat di Ipoh, sebuah kota di Malaysia, pada tanggal 13 Oktober 1989. Makamnya terletak di Lubuk Merbau Kuala Langsar.

Bahr Al-madhi

Nama lengkap kitab Bahr al-Madhi adalah Bahr al-Madhi Syarh bagi Mukhtasar Shahih at-Tirmidzi (Mukhtasar al-Tirmidzi wa Sharhuhu bi Lughah al-Jawi al-Malayu al-Musamma Bahr al-Madhi). Bahr al-Madhi berjumlah 22 jilid yang mensyarahi 2781 hadis yang ada di dalam Sunan at-Tirmidzi. Pertama kali diterbitkan oleh Shirkah Maktabah wa Matba’ah Mustatafa  al-Babi al-Halabi wa Awladu di Mesir. Jilid Pertama dicetak pada tahun 1933 M/ 1352 H, sedangkan jilid terakhir baru dicetak pada tahun 1960 M/ 1379 H.

Karakteristik al-Marbawi dalam menulis kitab ini adalah menyajikan hadis dalam bentuk cerita. Seperti hadis tentang niat; yang mengisahkan antara dua orang yang yang tinggal dalam satu rumah. Namun, satu orang tinggal di lantai atas selalu berzikir dan beribadah. Sementara satunya tinggal di lantai bawah selalu minum khamr. Ketika keduanya ingin mengunjungi satu sama lain dengan niat yang sebaliknya. Peminum khamar ingin ke lantai atas untuk belajar beribadah, sedangkan yang lainnya ingin mecoba untuk meminum khamar. Namun, keduanya bertabrakan ketika di tangga dan meninggal dunia. Al-marbawi menceritakan hal ini sebagai gambaran bahwa segala sesuatu hukumnya tergatung niat.

Sistematika Penulisan

Awal juz pertama memberikan sedikit pengantar kitab dengan memuji Allah dan selawat kepada Nabi Muhammad ﷺ lalu mencantumkan alasan mengapa sunan at-Tirmidzi yang terpilih untuk disyarahi.

Adapun alasan al-Marbawi memilih Sunan at-Tirmidzi karena kepiawaian at-Tirmidzi dalam menyusun kitab sekaligus mengolaborasikannya dengan persoalan fikih. Al-Marbawi juga terpukau bahwa at-Tirmidzi selalu merujuk penjelasannya kepada para imam mazhab.

Dalam paragraf selanjutnya al-Marbawi bercerita tentang sosok yang membuatnya tertarik pada Sunan at-Tirmidzi serta menginspirasinya untuk melakukan pensyarahan yaitu Syekh Muhammad Ibrahim al-Samaluti.

Ketekunan al-Marbawi tidak hanya dalam belajar tapi juga terhadap mensyarah hadis yang beliau lakukan secara berangsur. Hal ini dicantumkan dalam paragraf selanjutnya.

Selain itu, al-Marbawi juga menceritakan soal literatur rujukan yang seringkali digunakan dalam proses pensyarahan seperti:”..berikut dengan sedikit perkataan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm dan perkataan Nawawi di dalam syarah Muslim.

Metodologi Penulisan Kitab Bahr Al-Madhi

1.Syarah hadis dengan al-Quran

Contoh: Bab taharah

عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لآتقبل صلاة بغير طهور ولاصدقة من غلول

Lalu al-Marbawi membenturkannya dengan ayat “إذا قمتم إلى الصلاة “ Apakah setiap orang yang berhadas wajib bersuci baik berhadas atau masih suci? Al-marbawi menukil al-Nawawi lalu menjelaskan hadis tersebut bertentangan dengan ayat, karena yang dimaksud dalam al-Quran adalah yang berhadas saja yang bersuci jika hendak melakukan salat.

2.Syarah hadis dengan hadis dan jam’u al-riwayat

Contoh: Bab salat ‘id sebelum khutbah

عن ابن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر يصلون في العيدين قبل الخطبة ثم يخطبون

Lalu beliau menjelaskan hadis yang lebih rinci Imam Muslim dalam sahihnya.

3.Melakukan takhrij hadis

Yaitu dengan menjelaskan di kitab induk hadis mana sebuah riwayat berada, bagaimana sanad dan kualitasnya. Contohnya berupa model takhrij dalam hadis bab maa jaa a fii hukmi qath’i thariq. Al-marbawi menjelaskan bahwa hadis riwayat at-Tirmidzi terdapat di dalam Sahih Bukhari.

4.Menjelaskan asbab al-wurud hadis

Sebagai konteks dan sebab munculnya hadis, asbabul wurud selalu berfungsi untuk menjelaskan duduk persoalan dan ilat suatu hukum yang terkandung dalam hadis. Contoh: kenapa muncul term “أو إمرأة ينكحها”, al-Marbawi menjelaskan di dalam kitabnya bahwa menurut riwayat Ibnu Abbas karena adanya kasta yang berlaku pada zaman Nabi.

5.Menyuguhkan perdebatan qaul ulama lintas mazhab

Corak hadis yang al-Marbawi kenalkan cendrung kepada fikih. Maka perdebatan soal hukum dan maksud hadis sangat banyak , terutama dalam hadis ibadah, muamalah dan munakahah. Meskipun seorang syafi’iyah tulen dan menjadikan kitab al-Umm sebagai rujukan pensyarahannya, tak luput al-Marbawi mengikut sertakan qaul imam lainnya.

6.Menakwil makna hadis yang mutasyabih

Contoh: Hadis Allah turun ke bumi.

…عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ينزل الله تبارك وتعالى إلى السماء الدنيا حين يمضي ثلث الليل

Dalam kitabnya al-Marbawi menjelaskan hadis tersebut perlu melakukan takwil terhadap kata “nazala” yang merupakan perpindahan tempat dan mustahil bagi Allah swt sehingga melakukan takwil yaitu rahmat.

7.Kompromisasi hadis-hadis yang ikhtilaf

Seringkali muncul kontradiksi antara satu hadis dengan hadis lainnya. Jika demikian solusi yang tepat adalah al-jam’u, jika dua hadis tidak bisa kompromisasi maka menggunakan tarjih, jika tarjih tidak mampu maka berlaku nasakh-mansukh.

Contoh: hadis tentang status keislaman seorang pezina.

…عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لايزني الزاني حين يزني

Menurut al-Marbawi dengan ijma ulama, maksud dari tidak disebut mukmin orang yang berzina bukanlah mengarah pada makna keluarnya mereka dari Islam menjadi kafir, akan tetapi hadis tersebut adalah simbol kefasikan dan keluarnya cahaya iman dari dalam hati mereka.

Similar Posts