Benarkah Nabi Jujur dalam Menyampaikan Wahyu

Majalahnabawi.com – Kitab Sunan al-Tirmidzi memberikan kita wawasan penting tentang integritas Nabi Muhammad Saw., dalam menyampaikan wahyu dari Allah Swt. Salah satu hadis yang menarik perhatian adalah riwayat dari Aisyah ra., istri Nabi yang menekankan betapa jujurnya Rasulullah Saw., dalam menyampaikan setiap wahyu, tanpa pernah menyembunyikan atau mengubahnya. Bahkan jika beliau memiliki alasan untuk menyembunyikan wahyu tertentu, Aisyah meyakini bahwa Nabi Saw., tetap akan menyampaikan kebenaran sepenuhnya.

Hadis ini merujuk pada konteks turunnya ayat al-Quran dalam surah al-Ahzab ayat 37, yang mengisahkan tentang Nabi Saw., dan Zaid bin Haritsah, salah satu sahabat yang sangat dekat dengan beliau. Artikel ini akan membahas lebih dalam makna dari hadis tersebut, latar belakangnya, dan hikmah yang dapat kita ambil dari kejujuran Nabi Saw., dalam menyampaikan wahyu.

Kejujuran dalam Menyampaikan Wahyu

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبَانَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَوْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَاتِمًا شَيْئًا مِنْ الْوَحْيِ لَكَتَمَ هَذِهِ الْآيَةَ وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ الْآيَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Hadis ini diriwayatkan oleh Aisyah ra., yang mengatakan bahwa jika Nabi Saw., ingin menyembunyikan wahyu, beliau akan menyembunyikan ayat dalam surah al-Ahzab ayat 37. Ayat ini berbunyi: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,’ sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (QS. al-Ahzab: 37).

Ayat ini berkaitan dengan kisah Zaid bin Haritsah, seorang sahabat Nabi yang diadopsi oleh Nabi Saw., dan dianggap sebagai anak angkatnya. Zaid menikah dengan Zainab binti Jahsy, namun pernikahan mereka tidak berlangsung dengan baik, dan akhirnya mereka bercerai. Allah Swt., memerintahkan Nabi Saw., untuk menikahi Zainab sebagai salah satu tanda dari hukum Allah yang menghapus tradisi jahiliyah terkait adopsi, yang sebelumnya menganggap anak angkat memiliki status yang sama dengan anak kandung.

Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun ayat tersebut mungkin mengandung situasi yang sensitif bagi Nabi Saw., beliau tetap menyampaikan wahyu tanpa mengurangi atau menambahnya. Hal ini menjadi bukti kuat tentang integritas dan kejujuran Rasulullah Saw., sebagai utusan Allah Swt. Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Azhim menyatakan bahwa ayat ini adalah salah satu bentuk teguran langsung dari Allah Swt., kepada Rasulullah Saw., terkait perasaan beliau yang manusiawi dalam menghadapi situasi sulit ini. Namun, hal ini tidak memengaruhi tanggungjawab beliau dalam menyampaikan wahyu secara utuh.

Keutamaan Kejujuran dalam Menyampaikan Wahyu

Hadis ini menekankan sifat amanah (dapat dipercaya) Rasulullah Saw., dalam menyampaikan risalah Allah Swt. Sebagai seorang nabi, beliau diberi tanggung jawab besar untuk menyampaikan segala perintah, larangan, dan petunjuk Allah kepada umat manusia, tanpa terkecuali. Bahkan dalam situasi yang sulit secara emosional, Nabi Saw., tetap menjalankan tugasnya dengan sempurna.

Kejujuran Nabi Saw., dalam menyampaikan wahyu ini menunjukkan bahwa Islam tidak didasarkan pada keputusan-keputusan manusiawi atau kepentingan pribadi, tetapi sepenuhnya pada kehendak Allah Swt. Setiap wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah Saw., adalah murni firman Allah, dan tidak ada satupun yang disembunyikan atau dimodifikasi. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, kejujuran Nabi Saw., ini menjadi bukti bahwa Rasulullah Saw., tidak mungkin menyembunyikan bagian manapun dari wahyu, karena beliau adalah utusan yang amanah dan bertanggungjawab atas setiap kalimat yang disampaikan Allah Swt.

Kisah Zaid bin Haritsah dan Perubahan Hukum Adopsi

Ayat yang disebutkan dalam hadis ini juga memiliki implikasi hukum yang sangat penting dalam syariat Islam. Tradisi jahiliyah pada masa sebelum Islam menganggap anak angkat memiliki status yang sama dengan anak kandung, termasuk dalam hak waris dan hubungan keluarga. Namun, melalui peristiwa pernikahan Nabi Saw., dengan Zainab binti Jahsy, Allah Swt., menghapus tradisi tersebut dan menetapkan bahwa anak angkat tidak memiliki status hukum yang sama dengan anak kandung.

Dengan menikahi Zainab, yang sebelumnya adalah istri Zaid bin Haritsah, Nabi Saw., mempraktikkan perintah Allah Swt., untuk memperbaiki kesalahpahaman masyarakat terkait status anak angkat. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam bukan hanya mengatur kehidupan pribadi, tetapi juga memperbaiki tatanan sosial masyarakat yang keliru. Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi menjelaskan bahwa Allah Swt., ingin menunjukkan bahwa aturan-aturan yang datang dari-Nya adalah untuk kemaslahatan umat manusia, dan tradisi yang tidak sesuai dengan hukum Allah harus diubah. Pernikahan Nabi Saw., dengan Zainab adalah salah satu bentuk perwujudan dari ketentuan ini.

Hikmah dari Kejujuran Rasulullah Saw., dalam Menyampaikan Wahyu

Ada beberapa hikmah penting yang bisa kita ambil dari hadis ini:

  1. Kejujuran dalam Menyampaikan Amanah: Nabi Saw., adalah contoh sempurna dalam menjaga amanah. Meskipun wahyu yang beliau terima mungkin berisi teguran atau hal yang sulit untuk disampaikan, beliau tetap menyampaikan semuanya tanpa modifikasi. Ini mengajarkan kita untuk selalu jujur dalam menyampaikan kebenaran, bahkan ketika itu sulit.
  2. Ketaatan Penuh pada Allah Swt.: Rasulullah Saw., menunjukkan ketaatan mutlak kepada Allah Swt. Meskipun beliau menghadapi tekanan dari masyarakat, termasuk dari tradisi yang kuat, beliau tetap menjalankan perintah Allah tanpa ragu.
  3. Menghilangkan Tradisi Jahiliyah: Melalui ayat ini, Allah Swt., mengajarkan kita pentingnya meninggalkan tradisi-tradisi yang bertentangan dengan syariat Islam. Tradisi jahiliyah terkait anak angkat diubah melalui wahyu ini, menunjukkan bahwa Islam selalu mengutamakan kebenaran di atas adat istiadat yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah

Kesimpulan

Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra., dalam Sunan al-Tirmidzi ini memberikan kita pelajaran yang sangat berharga tentang kejujuran Nabi Muhammad Saw., dalam menyampaikan wahyu. Meski dihadapkan pada situasi yang sulit, Rasulullah Saw., tidak pernah menyembunyikan satu pun firman Allah. Kejujuran beliau menjadi teladan bagi kita semua dalam menjaga amanah, bersikap jujur, dan tunduk pada perintah Allah Swt.

Melalui hadis ini, kita juga belajar bahwa syariat Islam datang untuk memperbaiki kesalahan dalam masyarakat dan menghapus tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Allah Swt. Dengan demikian, kita sebagai umat Muslim harus senantiasa menjaga kejujuran dalam kehidupan sehari-hari dan mengikuti ketentuan Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Similar Posts