Bid’ah Hakiki dan Bid’ah Idhafi dalam Konteks Ajaran Islam

Majalahnabawi – Dalam diskursus keilmuan Islam, istilah bid’ah (inovasi) sering kali menjadi topik perdebatan. Menanggapi tuduhan mengenai bid’ah terhadap kita tidaklah mudah. Mengatasi masalah ini memerlukan pemahaman yang mendalam. Terutama dalam konteks bagaimana bid’ah dikategorikan, yaitu bid’ah hakiki dan bid’ah idhafi. Ada perbedaan signifikan antara bid’ah hakiki dan bid’ah idhafi. Memahami perbedaan ini penting untuk mencegah kesalahpahaman dan kontroversi yang bisa timbul di kalangan umat Islam.

Bid’ah hakiki adalah inovasi yang dianggap sepenuhnya baru dan tidak memiliki dasar sama sekali dalam ajaran Islam. Bid’ah jenis inilah yang cenderung dikritik secara luas karena dianggap menyimpang dari ajaran asli Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat. Dalam pengertian ini, bid’ah hakiki tidak memiliki landasan syar’i. Sehingga sering kali dipandang sebagai penambahan yang tidak sah dalam praktik keagamaan (al-Suyuti, al-Bid’ah al-Hasana, 2010).

Sebaliknya, bid’ah idhafi memiliki dua aspek yang perlu dipahami. Aspek pertama berkaitan dengan dalil atau bukti syar’i. Jika metode atau inovasi baru tersebut berdasarkan dalil yang shahih, maka itu tidak dianggap sebagai bid’ah. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, 2015). Artinya, apabila masih ada inovasi yang sesuai dengan prinsip dan ajaran syariat, hal itu bisa diterima sebagai bagian dari pengembangan pengetahuan dan praktik agama, dan tidak dikatakan sebagai penyimpangan.

Namun, pada aspek kedua, bid’ah idhafi bisa terjadi ketika inovasi tidak sepenuhnya berlandaskan dalil. Dalam kasus ini, meskipun ada upaya untuk memperhitungkan dalil sunnah, inovasi tersebut tetap mengandung unsur bid’ah. Dengan kata lain, meskipun terdapat referensi dalam ajaran Islam, inovasi tersebut tidak sepenuhnya bersih dari elemen yang dianggap sebagai penambahan yang tidak sah. (Muhammad Ismail, Bid’ah Idhafi dan Nasibah, 2020). Oleh karena itu, Muhammad Ismail menyebut bid’ah idhafi sebagai bid’ah nasibah, yang menilai seberapa jauh penyandaran inovasi tersebut kepada sumber yang shahih.

Perbedaan Bid’ah Hakiki dan Bid’ah Idhafi

Perbedaan antara bid’ah hakiki dan bid’ah idhafi memiliki dampak signifikan dalam praktik keagamaan dan akademik. Misunderstanding dalam hal ini sering kali mengarah pada kontroversi yang melibatkan perdebatan sengit antara berbagai kelompok. Kesalahan dalam mengkategorikan inovasi sebagai bid’ah dapat menyebabkan perpecahan dan tuduhan yang tidak adil terhadap pembaharu dalam agama. (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, 2018).

Penting untuk mencatat bahwa pemahaman tentang bid’ah harus didasarkan pada prinsip-prinsip syar’i yang benar, dan bukan hanya pada pendapat subjektif. Sebagai umat Islam, kita harus berhati-hati dalam menilai suatu inovasi, memastikan bahwa evaluasi kita didasarkan pada pemahaman yang mendalam dan sesuai dengan ajaran syariat. “Kalau tidak ada dalil yang bisa membantah tidak usah menuduh-nuduh”.

Dalam rangka menjaga kemurnian ajaran Islam dan menghindari perpecahan, pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara bid’ah hakiki dan bid’ah idhafi sangat penting. Dengan mengetahui bahwa bid’ah idhafi dapat mencakup aspek yang berkaitan dengan dalil serta elemen yang tidak sepenuhnya murni hal yang baru diadakan. Makanya umat Islam harus dapat lebih bijaksana dalam menilai inovasi dalam praktik keagamaan. Seperti yang telah disarankan oleh para ulama, pendekatan yang hati-hati dan berbasis ilmu sangat penting untuk menjaga keselarasan ajaran Islam di tengah perubahan zaman. (al-Nawawi, al-Majmu’ Sharh al-Muhadhdhab, 2016).

Similar Posts