Blokade dan Hijrah Pertama ke Habasyah

Majalahnabawi.com – Tulisan ini terinspirasi dari pengajian daring dalam membahas kitab Fiqh al­-Sirah al-Nabawiyah (Sejarah & Teladan Hidup Nabi SAW) Karya Syekh M. Said Ramadhan al-Buthi. Pengajian ini merupakan pengajian rutin yang dilaksanakan setiap Rabu, diinisiasi oleh Tafsirquran.id. Pengajian online ini dibimbing oleh pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Dr. Muhammad Najih Arromadloni atau akrab dikenal dengan sapaan Gus Najih

Pada pertemuan ngaji kita kali ini, saya akan memaparkan beberapa poin yang yang dibahas, yaitu Blokade Ekonomi dan Hijrah Pertama ke Habasyah.

Blokade Ekonomi di Zaman Nabi Muhammad Saw

Tak hanya di era modern, nyatanya perang dagang juga pernah terjadi pada awal dakwah Nabi Muhammad SAW. Saat itu terjadi perang dagang antara kaum muslim dengan orang-orang Quraisy. Perang dagang dengan orang-orang kafir Quraisy terjadi di Mekkah, berawal dari keinginan kaum musyrik itu untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad Saw, mereka akhirnya memboikot perekonomian Nabi  dan keluarganya bahkan sampai para pembesar-pembesar Quraisy membuat aturan tertulis.

Tidak ada bantu-membantu, tidak ada jual-beli, tidak juga saling menikahi. Tidak ada damai sampai pendukung-pendukung Muhammad bersedia menyerahkan beliau secara suka-rela agar dakwah dihentikan atau dibunuh.

Berdasarkan piagam tersebut, siapa pun dilarang mendistribusikan bahan makanan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarga besarnya. Sehingga pada masa pemboikotan tersebut, orang-orang yang bersama Rasulullah sampai pernah memakan dedaunan untuk sekadar menahan rasa lapar. Pemboikotan dan blokade ekonomi terhadap Nabi Muhammad SAW dan keluarga besarnya tersebut berlangsung selama tiga tahun.

Kemudian, ketika umat muslim hijrah ke Madinah, kaum Quraisy memalak harta benda mereka dan mereka harus meninggalkan seluruh harta bendanya di Mekkah. Kaum muslim tidak diberi akses ekonomi dan semua kekayaannya diambil paksa. Maka tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW kemudian melakukan pembelaan dengan cara menjaga harta benda kaum muslim dari kaum musyrik Mekkah ketika kekuatan umat Islam di Madinah semakin kokoh.

Hijrah Pertama ke Habasyah

Sejak pertengahan tahun keempat kenabian, intimidasi dan penyiksaan atas kaum muslimin semakin menjadi. Orang-orang kafir Quraisy meneror dan menyiksa kaum muslimin dengan perlakuan yang amat keras.

Rasulullah pun lantas memerintahkan sebagian sahabatnya untuk berhijrah ke Habasyah. Beliau tahu bahwa pemimpin Habasyah saat itu, Ashhamah An Najasyi, adalah raja yang adil dan tidak membiarkan orang dizalimi di hadapannya.

Pada Rajab tahun kelima kenabian, berangkatlah dua belas laki-laki dan empat wanita ke Habasyah. Mereka dipimpin Utsman bin Affan ra. Setibanya di tempat tujuan, mereka pun diterima Raja Najasy, dalam suatu majelis kerajaan penuh keagungan. Tidak seperti tamu-tamu lainnya, kaum Muslimin memasuki majelis kerajaan tanpa mengikuti kebiasaan rakyat setempat: menunduk dan bersujud di hadapan raja yang beragama Nasrani itu.

Melihat kesempatan ini, pihak kafir Quraisy yang juga hadir berusaha menjatuhkan posisi kaum muslimin di hadapan Raja Najasi. Namun, juru bicara kaum muslimin yang juga sepupu Rasulullah SAW, Ja’far bin Abi Thalib, tampil menjelaskan.

Hikmah

Dari kedua tema yang diangkat dalam pertemuan kali ini, kita hendaknya paham akan strategi yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam melindungi kaumnya. Kedua materi di atas sudah menjelaskan dengan sangat gamblang bagaimana posisi yang diambil oleh Rasulullah Saw ketika kaumnya berada di bawah ancaman. Setidaknya terdapat dua poin penting. Pertama, Rasulullah Saw mengambil langkah aman dengan tidak melawan pemboikotan karena dua hal; menghindari penyiksaan terhadap kaumnya dan menghindari perang antar sesama warga Mekkah.

Kedua, langkah hijrah ke Habasyah yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw adalah masih dalam rangka melindungi kaumnya. Hijrah ke Habasyah juga merupakan rangka himayah dakwah, sebuah upaya untuk melindungi dakwah dan agama Allah SWT. Diperbolehkannya hijrah dari Daar al-Khouf (negeri yang penuh ketakutan) menuju Daar al-Amin (negeri yang aman) dalam rangka meminta suaka politik dan perlindungan. Hal ini tentu dengan jaminan dapat melaksanakan ibadah dengan baik.

Wallahu a’lam

Similar Posts