Cairan Hitam Cumi Haram?
majalahnabawi.com – Mungkin tidak hanya saya yang merasakan bahwa cumi-cumi kalau dimasak tanpa cairan hitamnya itu menjadi hambar, rasanya seperti ada yang kurang. Kemudian saya sendiri banyak menemukan (langsung) atau pun mendengar seseorang yang tidak mau makan cairan hitam yang ada pada cumi-cumi, lantaran mereka menganggapnya darah. Lantas, benarkah seperti itu?
Cairan Cumi-cumi dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin
Setelah dicari-cari mulai dari penilitian ahli, hingga fatwa atau argumen para ulama, ternyata terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Imam Abdurrahman bin Muhammad Ba-Alawi dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin menulis:
الذي يظهر أن الشيء الأسود الذي يوجد في بعض الحيتان، وليس بدم ولا لحم، نجس إذ صريح عبارة التحفة أن كل شيء في الباطن خارج عن أجزاء الحيوان نجس، ومنه هذا الأسود للعلة المذكورة، إذ هو دم أو شبهه
“Cairan hitam yang terdapat pada sebagian makhluk laut dan bukan merupakan darah atau pun daging adalah najis. Sebab, teks dalam kitab Tuhfah menegaskan bahwa setiap sesuatu yang tidak termasuk bagian dari hewan adalah najis, termasuk dalam hal ini cairan hitam itu karena alasan yang telah disebutkan. Sebab, cairan itu sejatinya adalah darah atau serupa dengan darah.” (hal. 15).
Boleh jadi, informasi inilah yang menjadikan sebagian ulama zaman lampau tentang hakikat cairan hitam itu. Sehingga mereka mengambil kesimpulan bahwa cairan hitamnya cumi itu adalah najis. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih:
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
“Hukum itu berputar bersama illatnya, baik ada atau tidak adanya.”
Penelitian Sains Modern
Pernah belakangan ini sains modern menemukan hasil dari pada cairan hitum cumi itu. Hasilnya ternyata cairan hitam itu bukanlah darah atau kotoran, melainkan piranti fisik tertentu yang digunakan oleh cumi-cumi untuk melindungi dari ikan-ikan besar dan semacamnya yang ingin memangsanya (sebagai cara untuk bertahan hidup).
Ada ulama yang bernama KH. Thaifur Ali Wafa, ulama Madura yang pernah dididik oleh Syaikh Ismail ibn Zain al-Yamani di Makkah. Beliau menulis dalam kitabnya Bulghat al-Thullab:
وقد قال بعض مشايخنا إن هذا السواد شيء جعله الله لصاحبه تُرسا يتترَّس به عن كبار الحيتان. فإذا قصده حوت كبير ليأكله أخرج هذا السواد، فاختفى به عنه. فلا يقاس بالقيء ولا باللعاب لكونه خاصا له بهذه الخصوصية، ويكون طاهرا، والله أعلم
“Sebagian guruku mengatakan bahwa cairan hitam ini merupakan sesuatu yang diciptakan Allah pada hewan yang memilikinya untuk dijadikan tameng agar dapat berlindung dari makhluk laut yang lebih besar. Ketika terdapat makhluk laut besar yang akan memangsanya, ia mengeluarkan cairan hitam itu agar dapat bersembunyi. Dengan demikian, cairan tersebut tidak dapat disamakan dengan muntahan atau pun air liur. Sebab, dia merupakan bagian dari kekhasan hewan tersebut, sehingga dihukumi suci.” (h. 106)
Jadi saya sendiri condong ke pendapat yang kedua (tidak haram). berdasarkan bukti sains dan pendapat ulama yang mengatakan cairan hitam cumi itu bukanlah darah sehingga halal dikonsumsi itu sudah cukup untuk dijadikan argumentasi. Wallahu A’lam