Dua Mata Pisau Legalitas Seorang Mufasir: Intelektualisme dan Humanisme
Majalahnabawi.com – Alquran adalah pedoman hidup umat manusia untuk menjalankan segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk mencapai kebahagiaan sejati di akhirat kelak. Namun sering kali ayat-ayat dalam Alquran mengandung makna yang sulit dipahami oleh orang-orang awam, sehingga perlu wasilah ulama untuk menjelaskannya. Ulama yang aktif dalam mendalami Alquran serta menjelaskannya kepada masyarakat disebut dengan “Mufasir”.
Syarat Non-intelektual
Menjadi sorang Mufasir merupakan sebuah amanat yang berat, yang diharapkan dapat membimbing umat dalam memahami Alquran, sehingga umat Islam dapat menjalankan segala perintah dalam Alquran dengan benar. Amanat berat inilah yang membuat tidak setiap orang dapat menjadi seorang Mufasir, melainkan terdapat syarat-syarat khusus untuk seseorang mendapatkan legalitas dan pengakuan dari sesama ulama dan seluruh umat Islam. Setidaknya bagi seorang Mufasir harus memenuhi dua syarat untuk mendapatkan legalitas dan pengakuan, yaitu kecakapan dalam intelektual serta keluhuran adab. Menurut Syekh Manna’ al Qattan dalam kitab “Mabahits fi Ulum al Quran”, seorang Mufasir sebelum dilihat kemampuan intelektualnya, harus memenuhi kemampuan non-intelektual berupa keluhuran adab dan memiliki semangat humanisme. Adapun di antara syarat-syarat non-intelektual yang harus dimiliki seorang Mufasir antara lain:
- Akidah yang lurus
- Niat yang ikhlas
- Bersih dari hawa nafsu
- Berakhlak yang baik
- Taat beribadah dan beramal
- Jujur dan teliti
- Menyuarakan kebenaran
- Berpenampilan yang baik dan sopan
- Bersikap tenang
- Mendahulukan orang lain yang lebih utama (tawadhu)
Selain syarat-syarat di atas, terdapat 3 aspek penting yang akan melengkapi syarat non-intelektual di atas, yaitu:
- Tingkat nalar dan kognisi yang tinggi
- Etika yang terpuji
- Spiritualitas yang tinggi
Syarat Intelektual
Adapun syarat berupa kecakapan intelektual seorang Mufasir dapat kita tahu dari seberapa luas dan dalam dia menguasai perangkat-perangkat ilmu Alquran dan Tafsirnya. Menurut Quraisy Shihab dalam bukunya “Kaidah Tafsir”, seorang Mufasir harus menguasai perangkat-perangkat ilmu Alquran dan Tafsir yang terdiri dari:
- Ilmu bahasa Arab (kosa kata)
- Ilmu Nahwu
- Ilmu Sharaf
- Pengetahuan Isytiqaq (akar kata)
- Ilmu Ma’ani
- Ilmu Bayan
- Ilmu Badi’
- Ilmu Qiro’at
- Ilmu Ushuluddin
- Ilmu Ushul Fiqih
- Asbabun Nuzul
- Nasikh wa Mansukh
- Fikih
- Hadis
- Ilmu al-Muhibbah
Quraisy Shihab kemudian menjelaskan lebih lanjut terkait syarat-syarat tersebut bahwa:
- Syarat tersebut bagi Mufasir yang ingin menghadirkan penafsiran baru, tidak bagi ulama yang mengemukakan atau menjelaskan tafsir yang ada sebelumnya.
- Mufasir yang ingin menafsirkan seluruh isi Alquran
- Perlu ada revisi pada “Akidah yang lurus”, karena objektif
- Perlu ada penambahan pengetahuan khusus pada objek uraian ayat, seperti astronomi, biologi dan lain sebagainya
Setelah kecakapan di atas terpenuhi, masih ada syarat yang dapat mengangkat derajat Mufasir pada tingkatan paling tinggi, yaitu:
- Mampu memahami hakikat lafadz-lafadz yang ada di dalam Alquran
- Memahami uslub bahasa Alquran
- Mengetahui ilmu sosial (ahwal al basyar)
- Memiliki visi untuk memberikan hidayah (bimbingan) kepada manusia
- Mengetahui Sirah Nabi Muhammad SAW dan sahabat