Eksistensi Laskar Hizbullah Masa Kini
Majalahnabawi.com – “Santri jangan mau menjadi budak sosial media,” begitulah penggalan kata yang keluar dari seorang Khadim Ma’had Darus-Sunnah, KH. Zia Ul Haramein. Kalimat tersebut apabila ditilik dari segi kuantitas memang sangat sedikit, namun apabila kita menyelami maknanya maka kita akan menemukan dalamnya kualitas kalimat tersebut.
Sosial media yang sekarang nampaknya menjelma seperti penjajah, kini telah memperbudak seluruh kalangan baik tua maupun muda. Hal ini menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi kalangan santri dalam menghadapi gempuran penjajah yang berupa sosial media ini.
Bagai serangan misil yang terus menghantam benteng pertahanan. Sosial media dengan segala perkara yang dibawanya berupa berita palsu, hinaan antar kelompok, maupun pertikaian antar kepentingan terus menyerang menuju kehidupan kita dengan tak henti-hentinya.
Santri, sebagai benteng terkokoh haruslah kuat menghadapi itu semua. Santri, dengan segala kepiawaiannya haruslah kreatif dalam menghadapi itu semua. Santri, dengan segala keilmuannya haruslah cermat dalam mengobservasi akan semua kejadian itu. Santri, dengan segala keimanannya haruslah bertahan tenang dalam segala kejadian dan gempuran.
Sesuatu yang telah usai memang tidak akan kembali lagi, namun dalam sesuatu itu pastilah menyimpan berbagai macam pelajaran yang dapat dipetik dan diamalkan kembali untuk masa kini. Mari kita menengok suatu peristiwa yang terekam dengan manis dalam lembaran-lembaran sejarah, yaitu 22 Oktober, hari di mana diserukannya Resolusi Jihad.
Resolusi Jihad
Resolusi Jihad yang digagas oleh Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari yang merupakan salah satu ulama Hadis Indonesia terkemuka saat itu sekaligus pendiri Jam’iyah Nahdhatul Ulama, dianggap sebagai ikrar sekaligus manifestasi atas dukungan dari kaum sarungan atau santri terhadap ketahanan Republik Indonesia atas penyerangan kembali Belanda pada tahun 1945.
Santri saat itu selain dibekali oleh berbagai macam keilmuan keagamaan juga dituntut untuk berlatih secara militer dan harus mempunyai keterampilan dalam mengangkat senjata. Alih-alih membentuk suatu kelompok cendekiawan, santri saat itu malah membentuk suatu bataliyon perang yang dipercaya menjadi salah satu cikal bakal TNI saat ini, yaitu Laskar Hizbullah.
Santri yang terkumpul dalam Laskar Hizbullah, selain diberikan bekal berupa ilmu agama juga dibekali dengan berbagai macam keterampilan lainnya seperti menembak, informasi perang, menggunakan bom, maupun taktik gerilya. Sementara sang kyai senantiasa memberikan petuah, doa, serta amalam-amalan yang dapat membantu santri dalam menghadapi penjajah.
Alhasil, atas kerjasama yang dilakukan oleh segenap komponen masyarakat yang ada di Indonesia khususnya dalam hal ini para santri, penjajah dapat terusir kembali dan tidak menapakan kakinya kembali di Indonesia tercinta ini. Laskar Hizbullah dapat dijadikan simbol kekuatan dari kaum santri.
Apakah Laskar Hizbullah yang dibangga-banggakan saat itu sekarang telah tiada? Iya, organisasinya. Namun tidak bagi semangatnya, semangat perjuangan yang dikobarkan oleh Laskar Hizbullah tidak akan pernah padam di hati para santri Indonesia. Namun sudah jelas jihad yang dilakukan Laskar Hizbullah saat ini tidak sama dengan Resolusi Jihad dahulu.
Santri Dulu dan Sekarang
Santri dahulu dan sekarang masih memiliki makna yang sama, yaitu seseorang yang mendalami atau mempelajari ilmu keagamaan Islam. Namun komponen-komponen jihad selanjutnya yang akan menjadi pembeda antara santri sekarang dan dahulu.
Komponen senjata, sederhananya keilmuan agama Islam bukan sebuah senjata bagi para santri melainkan suatu komponen yang sudah terikat dan tidak dapat terpisahkan dari kata santri itu sendiri. Senjata yang menjadi andalan santri saat ini adalah handphone atau gawai yang selama ini kita gunakan untuk mengakses berbagai macam hal di internet.
Gawai selain digunakan sebagai alat bersenang-senang juga harus dimanfaatkan dengan kegiatan lain. Dalam hal ini seorang santri dapat menggunakan gawainya sebagai sarana berdakwah di social media, begitu pula dapat digunakan sebagai wasilah mencari keilmuan baru, betapa banyak kitab dan buku yang sudah tersebar di dunia digital.
Komponen Santri
Komponen keterampilan, apabila Laskar Hizbullah saat itu dibekali dengan keterampilan memegang senjata laras panjang, cara melempar bom dengan baik, dan taktik gerilya yang efektif maka Laskar Hizbullah saat ini dibekali dengan public speaking yang baik, penguasaan terhadap teknologi, hingga taktik bersosialisasi yang efektif.
Selain itu, apabila Laskar Hizbullah ditempatkan di pos-pos tertentu sepanjang daerah perlawanan maka Laskar Hizbullah saat ini ditempatkan di pos-pos tertentu di berbagai bidang kehidupan. Santri harus memiliki semangat dan kemampuan untuk dapat menempati berbagai macam posisi, entah itu seorang komisaris ataupun pimpinan perusahaan.
Komponen terakhir yaitu Kyai. Dalam setiap perjalanannya Laskar Hizbullah selalu dibimbing oleh guru ataupun kyainya. Tak ayal, begitu pula dengan Laskar Hizbullah saat ini, selalu berpegang teguh atas petuah-petuah gurunya yang baik.
Begitulah santri, santri harus bersiap untuk melawan penjajah yang semakin lama semakin abstrak bentuknya, tidak terbatas penjajahan secara desruktif atau peperangan. Tantangan di depan mata, senjata sudah terpegang, komponen-komponen sudah terpenuhi. Kapan kita berperang? Sekaranglah saatnya wahai para santri.
Bilamana medan peperangan Laskar Hizbullah dahulu adalah di tengah kota dengan berbagai macam suara tembakan di dalamnya, maka medan peperangan kita adalah dunia digital. Jangan sampai kalah oleh penjajah, Jangan sampai terbudaki oleh sosial media!
Demikianlah Laskar Hizbullah yang diprakarsai para santri tak kunjung padam, eksistensi dan semangatnya selalu terpatri di dalam hati para santri. Semangat jihadnya selalu tergaungkan hingga saat ini meskipun dalam konteks yang berbeda. Membaralah wahai santri, gaungkan semangat Laskar Hizbullah hingga saat ini. Selamat Hari Santri!