Hadis Palsu Ramadhan V: Tidurnya Orang Berpuasa adalah Ibadah

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ.

 

“Tidurnya orang berpuasa adalah Ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.”

 

Riwayat Hadis

Hadis ini tidak akan ditemukan jika dicari dalam kitab-kitab Hadis populer. Sebab Hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman, yang kemudian dinukil oleh al-Suyuthi dalam al-Jami’ al-Shagir, Ali al-Qari dalam al-Maudhu’at al-Kubra, al-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithab, Abu Fadhl al-‘Iraqi dalam al-Mughni ‘an Haml al-Asfar, al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al, dan al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din.

 

Implikasi Hadis

Berdasar pada Hadis ini, banyak orang yang lebih suka beraktivitas di malam hari, yakni banyak orang berpuasa tapi tidak mau bekerja di siang hari, sebaliknya di siang hari mereka lebih banyak tidur dengan alasan tidurnya orang berpuasa adalah ibadah. Inilah dampak buruk Hadis tersebut terhadap prilaku sebagian masyarakat Islam, khususnya di Indonesia.

 

Hadis Palsu

Hadis tersebut adalah Hadis palsu. Hal ini dikarenakan dalam riwayat tersebut ada seorang rawi yang bernama ‘Abd al-Malik bin ‘Umair yang dinilai sangat dha’if, ada pula Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i yang dinilai sebagai pendusta dan pemalsu Hadis. Sebagaimana  Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, al-Hakim, dan Ibn Hibban yang menyatakan bahwa Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i sebagai pemalsu Hadis.  al-Bukhari menilainya matruk (Hadisnya semi palsu). Bahkan Yazid bin Harun mengatakan, “Siapa pun tidak halal meriwayatkan Hadis dari Sulaiman bin ‘Amr.” Wallahu A’lam.

Similar Posts