Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Secara bahasa, puasa adalah menahan, yaitu menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Sedangkan hal yang membatalkan puasa adalah hal-hal yang dilakukan orang yang sedang berpuasa yang dapat merusak membatalkan ibadah puasanya.
Lalu perkara apa sajakah yang dapat membatalkan puasa?
Memasukkan suatu benda ke dalam rongga badan dengan sengaja
Seperti makan, minum, merokok dan semua benda yang masuk melalui rongga tubuh yang terhubung (muttashil) dengan lambung karena menahan dari hal ini merupakan inti berpuasa. Adapun jika orang yang sedang berpuasa makan dan minum karena lupa atau tidak mengetahui keharamannya maka puasanya tidak batal, berdasarkan hadis dari Abu Hurairah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
Dari Abu Hurairah ra. Nabi bersabda “apabila seseorang yang berpuasa makan dan minum karena lupa maka ia wajib menyempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah memberinya makan dan minum.” (H.R al-Bukhari No. 1797)
Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan pada kemaluan atau dubur melalui sesuatu yang disuntikkan. Bagi orang sakit pengobatan seperti ini dapat membatalkan puasa.
Muntah dengan sengaja
Seperti sengaja mengerok tenggorokan sampai ia muntah atau melakukan hal-hal yang bisa membuatnya muntah. Sedangkan jika muntah tanpa disengaja seperti sakit maka tidak membatalkan puasa, berdasarkan hadis dari Abu Hurairah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
Dari Abu Hurairah ra. Menuturkan, sesungguhnya Nabi SAW. Bersabda “barang siapa yang tidak sengaja muntah maka ia tidak diwajibkan mengganti puasanya, dan siapa yang muntah dengan sengaja maka ia wajib mengganti puasanya.” (H.R al-Tirmizi No. 724)
Melakukan hubungan seksual (jima’)
Melakukan hubungan seksual (jima’) dengan sengaja di siang hari Ramadhan baik dengan istri maupun dengan siapapun, baik keluar mani atau tidak maka puasanya batal, hal ini berdasarkan ijma’ ulama sebagaimana dijelaskan imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’ Syarh al Muhazzab. Standar suatu perbuatan disebut jima’ adalah masuknya khasyafah ke dalam farji (vagina) adapun selain hal ini, seperti berpelukan, berciuman dan lain-lain selama tidak keluar mani maka tidak membatalkan puasa.
Orang yang melakukan jima’ dengan sengaja pada saat menjalankan ibadah puasa maka ia telah berdosa karena merusak ibadah puasa oleh karena itu ia diwajibkan mengganti puasanya (qhada) serta membayar kafarat dengan memerdekakan budak perempuan yang mukmin sebagai hukuman atas kedurhakaannya.
Apabila ia tidak menemukan budak perempuan atau karena tidak mampu maka ia menggantinya dengan melakukan puasa 2 bulan secara berturut-turut, dan jika ia juga tidak mampu maka diwajibkan memberi makan 60 orang miskin, masing-masing mendapatkan satu mud. Seadainya ia masih tidak sanggup maka kafarat tersebut tidak gugur begitu saja melainkan tetap menjadi tanggungannya yang wajib ia tunaikan ketika ia telah mampu walaupun harus mencicilnya.
Keluar air mani karena bersentuhan
Artinya keluarnya air mani disebabkan bersentuhan (bukan karena hubungan seksual) baik dengan menggunakan tangan sendiri (masturbasi) maupun menggunakan tangan istrinya maka hal ini membatalkan puasa. Dari sini dapat dipahami, jika air mani keluar bukan karena bersentuhan seperti karena mimpi basah maka tidak membatalkan puasa.
Haid dan nifas
Apabila seorang perempuan sedang menjalankan ibadah puasa kemudian ia mengalami haid atau nifas di siang hari Ramadhan, atau bahkan sesaat sebelum matahari terbenam maka puasanya batal karena haid dan nifas merupakan salah satu uzur syar’i yang menyebabkan tidak boleh melakukan puasa. Berdasarkan hadis.
وَتَمْكُثُ اللَّيَالِىَ مَا تُصَلِّى وَتُفْطِرُ فِى رَمَضَانَ فَهَذَا نُقْصَانُ الدِّينِ
“dia (wanita) berdiam diri beberapa malam tidak melaksanakan shalat dan berbuka puasa Ramadhan (karena haid), maka inilah kekurangan agamanya.” (H.R Muslim No 250)
Akan tetapi wanita diwajibkan mengganti puasanya (qhada) di hari lain berdasarkan hadis yang diriwayatkan Aisyah:
كاَنَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرٌ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نٌؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“Kami pernah dalam kondisi haid, maka Rasulullah memerintahkan kami meng-qhada puasa dan tidak memerintahkan meng-qhada shalat.” (H.R. Muslim no. 335)
Gila
Pada dasarnya orang gila tidak berkewajiban melakukan puasa karena ia tidak mencukupi syarat dibebaninya tanggungan syariat, begitupun halnya, apabila kegilaan tersebut muncul ketika seseorang tengah melakukan ibadah puasa maka puasanya batal karena hilangnya akal menyebabkan batalnya puasa ditambah ketika itu ia tidak lagi memiliki kecakapan melaksanakan tanggungan syariat.
Murtad
Artinya keluar dari agama islam, seseorang yang tengah menjalankan puasa Ramadhan lalu ia melakukan hal-hal yang menyebabkan keluar dari ajaran Islam baik berupa perkataan seperti mengingkari keberadaan Allah Swt maupun perbuatan seperti melakukan penyembahan kepada selain Allah Swt maka puasanya batal karena di saat keluar dari agama Islam ia tidak sah lagi menjalankan ajaran Islam.