imam ibn hibban

Hidayah al-Shibyan: Balagah Buah Karya Tanah Bukittinggi

Majalah Nabawi – Untuk menyelam lebih dalam akan kekayaan bahasa Arab, seseorang tidak cukup hanya menguasai ilmu Nahwu-Sharaf saja. Akan tetapi aspek Balagah pun menjadi salah satu komponen penting. Berbicara soal Balagah kurang lengkap rasanya jika kita tidak mengetahui definisi dari Balagah itu sendiri.

Definisi Balagah

Secara etimologis, Balagah berasal dari kata بلغ yang artinya sama dengan kata وصل yakni “sampai”. Dalam al-Quran kata بلغ yang bermakna “sampai” bisa anda temukan di QS. al-Ahqaf ayat 15.

…حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً…

…sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun…

Sementara secara terminologis, Balagah diartikan dengan kesesuaian kalimat yang fasih (tepat, benar) dengan situasi dan kondisi (muqtadh al-hal). Bahasa yang fasih dan atau jelas sesuai dengan situasi dan kondisi inilah yang disebut dengan Balagah. Lebih jauh lagi Balagah ini nanti terbagi ke dalam tiga macam, yakni berkenaan dengan ma’ani, bayan, dan juga badi`. Tentu masing-masing dari ketiganya mempunyai definisi yang berbeda-beda.

Mengenal Kitab Hidayah al-Shibyan

Salah satu karya sastra dalam bidang Balagah adalah kitab Hidayah al-Shibyan. Kitab ini ditulis oleh salah satu ulama nusantara yang bernama Ibrahim bin Musa Parabek, yakni seorang ulama asli kelahiran tanah Bukittinggi.

Kitab yang merupakan syarah dari kitab Risalah fi ‘Ilm al-Bayan karya Ahmad bin Zaini Dahlan ini tidak membahas secara tuntas seluruh aspek dalam ilmu Balagah. Akan tetapi hanya membahas satu bagian, yakni dari sisi bayan-nya saja. Meskipun demikian, kitab ini sangat mudah dicerna bagi para pemula, karena bahasanya yang cukup mudah untuk dimengerti bagi orang awam.

Dalam kajian ilmu Bayan, ada tiga aspek yang disentuh, yakni berkenaan dengan tasybih, majaz, dan kinayah. Bagi yang pernah belajar ilmu ini, penulis rasa sudah tidak asing lagi dengan ketiga istilah tersebut.

Salah satu yang menarik dari kitab ini adalah variasi contoh yang ditampilkan. Bukan hanya dari al-Quran saja, tapi juga terdapat contoh dari hadis-hadis Nabi ﷺ dan juga syair-syair. Tidak berhenti sampai di situ, kehadiran soal-soal latihan di akhir pembahasan juga menjadi sisi menarik lainnya dari kitab ini. Hal ini hampir mirip dengan buku-buku yang Kemenag RI terbitkan untuk para siswa.

Sekilas Profil Penulis Kitab

Sebagaimana penulis singgung di muka, kitab ini merupakan karya Syekh Ibrahim bin Musa. Ia lahir di Desa Parabek, Banuhampu, Bukittinggi, Sumatera Barat. Lahir pada tanggal 12 Syawal 1301 H/1884 M.

Dalam menekuni bidang-bidang keilmuan, ia belajar kepada ulama-ulama yang berada di daerahnya terlebih dahulu. Di bidang Nahwu-Sharaf, ia belajar kepada Tuanku Mato Aia Pakandang Pariaman. Pada bidang Fikih, belajar kepada Tuanku Mato Angin, dan ulama-ulama lain yang berada di daerahnya.

Merasa kurang puas akan ilmu yang ia serap di daerahnya sendiri, kemudian ia pergi ke Makkah untuk belajar kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, yang mana pada saat itu menjadi imam di Masjdil Haram. Ia juga belajar kepada Syeikh Muhammad Djamil Djambek untuk belajar ilmu Falak. Di sana juga ia belajar kepada Syekh Mukhtar al-Jawi dan Syeikh Yusuf al-Hayat, serta ulama-ulama yang ada di Makkah waktu itu.

Ibrahim bin Musa bukan hanya populer sebagai ulama yang giat di bidang keilmuan saja, ia juga aktif di bidang sosial dan politik. Salah satu organisasi yang beliau bangun bernama Jamiatul Ikhwan, yang mengalami pergantian nama menjadi Sumatera Thawalib. Tujuan awal dari organisasi ini adalah untuk memperdalam ilmu dan mengembangkan agama Islam.

Ibrahim bin Musa membentuk barisan sabilillah dan menjadi imam jihad untuk mengusir para penjajah. Ia tercatat sebagai anggota pendiri Lasykar Rakyat di Bukittinggi dan pernah menjadi anggota Majlis Syura wa al-Fatwa Sumatera Tengah.

Ia meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 1963 M di kediamannya sendiri dengan meninggalkan banyak karya dan pengabdian yang luar biasa untuk umat. Salah satu karyanya yakni kitab yang berkaitan dengan Balagah ini.

Tahqiq Kitab Hidayah al-Shibyan

Salah satu pembahasan yang tidak boleh terlewat dalam tulisan yang singkat ini adalah pembahasan mengenai tahqiq-an kitab ini. Kitab Hidayah al-Shibyan ini di-tahqiq oleh Ahmad Najiy Allah Fauzi.

Tahqiq oleh Ahmad Najiy ini terbilang cukup baik. Ia menjelaskan kalimat-kalimat yang gharib dalam kitab, mencantumkan biografi singkat para tokoh yang terdapat dalam kitab, memperbaiki kalimat-kalimat yang kurang tepat, mencantumkan indeks kitab secara umum; mencakup ayat-ayat al-Quran, hadis, mashadir dan maraji serta hal-hal lain yang bersangkutan.

Akan tetapi banyak kekurangan dalam tahqiq-an Ahmad Najiy ini. Yakni terkait data-data yang berkaitan dengan manuskrip kitab ini. Ia tidak menyebutkan dari mana ia mendapatkan manuskripnya, kertas yang digunakan, kondisi naskah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan manuskrip itu sendiri. Sehingga, dengan ketiadan data-data tersebut ada dugaan kuat ia hanya menyalin saja naskah yang sebelumnya sudah pernah terbit.

Similar Posts