Hikayat Isra Mikraj: Menembus Tiga Dimensi Alam dalam Waktu Kurang dari Semalam
Majalahnabawi.com – Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat asyhurul hurum (bulan-bulan haram) yang memiliki kedudukan istimewa bagi umat Islam. Banyak peristiwa bersejarah terjadi di bulan yang mulia ini, seperti kehamilan Ibunda Rasulullah, Siti Aminah; kelahiran Ali bin Abi Thalib; wafatnya Abu Thalib; pembebasan Baitul Maqdis; hingga peristiwa agung Isra Mikraj Rasulullah saw. Rajab menjadi momentum refleksi bagi kaum Muslim untuk meningkatkan amal saleh dan menahan diri dari perbuatan maksiat.
Secara etimologis, kata Rajab berasal dari akar kata rajaba atau tarjib, yang berarti mulia atau agung. Dalam perspektif filosofis, Rajab juga bermakna rahmat, kedermawanan, dan kebaikan, sebagaimana dikemukakan oleh Sulthanul Auliya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah:
فَرَجَبُ ثَلاَثَةُ أَحْرُفٍ، رَاءٌ وَجِيْمٌ وَبَاءٌ. فَالرَّاءُ: رَحْمَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالْجِيْمُ: جُوْدُ اللهِ تَعَالىَ، وَالْبَاءُ: بِرُّ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Rajab terdiri dari tiga huruf, yaitu ra, jim, dan ba. Ra melambangkan rahmat Allah Azza wa Jalla, jim melambangkan kedermawanan (jûd) Allah Ta’ala, dan ba melambangkan kebaikan (birr) Allah Azza wa Jalla.” (Al-Ghunyah li Thâlibî Tharîqil Haqq, Beirut, Dârul Kutub Ilmiyyah, Juz I, hlm. 319).
Hakikat Bulan Rajab
Hakikat bulan Rajab adalah larangan untuk berperang dan menumpahkan darah. Dalam konteks modern, larangan ini dapat diartikan sebagai ajakan untuk menghindari maksiat dan dosa. Mengapa demikian? Sebab, setiap amal kebaikan pada bulan Rajab akan dilipatgandakan, begitu pula dengan amal keburukan. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Al-Quran:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةًۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan sebagaimana ketetapan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan-bulan itu, dan perangilah kaum musyrik sebagaimana mereka memerangimu secara keseluruhan. Ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36).
Imam Al-Baghawi dalam kitab tafsirnya Ma’alimut Tanzil fii Tafsiril Qur’an menerangkan ayat ini:
العَمَلُ الصَّالِحُ أَعْظَمُ أَجْرًا فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَالظُّلْمُ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهُنَّ
Amal salih lebih agung (besar) pahalanya di dalam bulan-bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Dan perbuatan zalim pada bulan tersebut lebih besar dari kezaliman di dalam bulan-bulan lainnya. (Ma’alimut Tanzil fii Tafsiril Qur’an, Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, cetakan ke-4: 1417 H/1997 M, juz IV, halaman 44).
Isra Mikraj menjadi puncak kemuliaan bulan Rajab. Peristiwa ini merupakan perjalanan suci yang memperjalankan manusia paling suci oleh Dzat Yang Maha Suci. Dalam peristiwa ini, Rasulullah Saw menerima perintah suci berupa kewajiban salat lima waktu. Nabi Muhammad Saw menembus batas ruang dan waktu, melintasi berbagai dimensi alam yang tak terjangkau bahkan oleh malaikat. Ada tiga dimensi alam yang Rasulullah lalui dalam perjalanan Isra Mikraj:
- Alam Nasut (Fisik)
Alam jasmani yang dapat dilihat dan dirasakan oleh pancaindra. Rasulullah diperjalankan dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsha (Palestina) dalam sekejap. Jarak sekitar 1.500 km ini ditempuh dalam waktu yang sangat singkat, sebelum beliau melanjutkan perjalanan ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha. Allah mengutus Malaikat Jibril membawa Buraq, tunggangan dari surga yang kecepatannya melebihi cahaya. Setelah tiba di Masjidil Aqsha, Rasulullah menambatkan Buraq pada dinding yang kini dikenal sebagai Tembok Ratapan (The Cry Wall). - Alam Malakut (Metafisik)
Alam yang tidak bisa dirasakan secara inderawi, dihuni oleh para malaikat dan jin. Rasulullah didampingi Malaikat Jibril melintasi tujuh lapis langit dan bertemu para nabi:- Nabi Adam di langit pertama
- Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua
- Nabi Yusuf di langit ketiga
- Nabi Idris di langit keempat
- Nabi Harun di langit kelima
- Nabi Musa di langit keenam
- Nabi Ibrahim di langit ketujuh
- Alam Lahut (Ilahiah)
Alam ketuhanan yang bahkan malaikat pun tak mampu memasukinya. Rasulullah mencapai Sidratul Muntaha, tempat tertinggi yang menjadi batas akhir perjalanan makhluk. Di sinilah Jibril berhenti dan berkata bahwa jika ia melangkah lebih jauh, ia akan terbakar. Hanya Rasulullah yang diperkenankan memasuki wilayah suci ini. Dalam Tafsir Al-Kabir, Sidratul Muntaha disebut sebagai pohon yang menaungi arwah para syuhada dan berada di sebelah kanan Arasy. Rasulullah menerima perintah salat 50 waktu, sebelum mendapat saran dari Nabi Musa agar meminta keringanan hingga menjadi lima waktu.
Demikianlah tiga dimensi alam yang dilalui Rasulullah dalam peristiwa Isra Mikraj. Hingga kini, fenomena ini terus dikaji dari perspektif sains, tetapi belum ada jawaban pasti. Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya. Wallahu a‘lam.