Hukum Air Wudu yang Bercampur dengan Minyak Wangi
Majalahnabawi.com – Sebagai muslim yang menekuni sunah, memakai wewangian merupakan suatu anjuran bagi kita. Hal ini bertujuan agar orang yang ada di sekitar tidak terganggu dengan bau yang kurang sedap. Apalagi ketika melaksanakan salat jamaah dan salat Jumat. Memakai wewangian menjadi salah satu kesunahan yang Rasulullah Saw anjurkan. Mengingat kekhusyukan dalam beribadah sangat penting. Kita harus memperhatikan bau badan dan pakaian kita. Agar kita tidak mengganggu kekhusyukan jamaah yang lain. Namun, terkadang setelah kita memakai wewangian kita berhadas kecil yang mewajibkan kita untuk wudu. Lalu bagaimana hukum air wudu yang bercampur dengan minyak wangi tersebut? Apakah dapat menjadikan air tersebut najis, tidak mensucikan atau musta’mal?
Hukumnya tidak apa-apa (tak berpengaruh). Artinya air wudu tetap suci mensucikan. Tidak berubah menjadi tidak mensucikan ataupun musta’mal. Sebagaimana yang penjelasannya termaktub dalam kitab Tuhfah al-minhaj fii Syarhi al-Minhaj [1/120];
(وَكَذَا) لَا يَضُرُّ فِي الطَّهُورِيَّةِ (مُتَغَيِّرٌ بِمُجَاوِرٍ) طَاهِرٍ عَلَى أَيِّ حَالٍ كَانَ (كَعُودٍ وَدُهْنٍ) وَإِنْ طَيِّبًا وَكَحَبٍّ وَكَتَّانٍ وَإِنْ أُغْلِيَا مَا لَمْ يُعْلَمْ انْفِصَالُ عَيْنٍ فِيهِ مُخَالَطَةً تَسْلُبُ الِاسْمَ
Artinya: “(sebagaimana hukum sebelumnya) tidak berpengaruh pada mensucikannya air yaitu perubahan air yang disebabkan benda suci yang mujawir (benda yang bercampur dengan air namu tidak larut) pada keadaan apapun, seperti kayu gaharu dan minyak meskipun ada aroma wanginya, dan juga seperti biji-bijian dan pohon rami sekalipun keduanya direbus, selama nama air mutlak tidak rusak setelah terjadinya percampuran tersebut.”
Kelompok Syafi’iyyah sependapat dengan hal itu. Mereka menjelaskan bahwa hukum air tersebut tetap suci mensucikan. Sebab minyak wangi adalah benda mujawir (tidak larut dalam air), dan perubahan yang ada hanyalah sebatas pengaruh aromanya saja. Tidak sampai merubah warna dan rasanya. Mazhab Hanafiyyah juga menyatakan bahwa air yang telah tercampur dengan dengan benda yang suci kemudian salah satu sifatnya berubah tetap boleh untuk digunakan bersuci dengan catatan kejernihan air masih lebih dominan. Apabila minyak yang dipakai dapat merubah sifat-sifat air (bau, rasa, warna) maka air tersebut tak lagi dapat dijadikan alat bersuci. Hal tersebut karena statusnya sudah berubah dari suci mensucikan ke suci tidak mensucikan. Permasalahan semisal juga pernyataannya termaktub/ dalam kitab Hasyiyata Qalyubi Waumairah [1/27], Tuhfah al-habib ala Syarhi al-Khatib [1/126], al-Ikhtiah Lita’lilil Mukhtah [1/16], al-Bahr ar-Raiq Syarh Kanzu ad-Daqaiq [1/206].