Hukum Arisan, bolehkah?
Majalahnabawi.com – Arisan merupakan salah satu bentuk muamalah yang banyak dikenal oleh masyarakat, khususnya kaum perempuan. Jenis muamalah seperti ini merupakan hal lumrah yang banyak terjadi di berbagai tempat dan kalangan. Contohnya di Indonesia, misalnya instansi pemerintahan, perusahaan, rukun tetangga, pasar-pasar bahkan di tempat ibadah sekalipun. Sebagian Masyarakat beranggapan bahwa arisan berfungsi sebagai sarana bersilaturrahmi, dan menguatkan kerukunan.
Arisan itu sendiri memiliki tiga macam jenis yang dikenal oleh masyarakat, yakni arisan uang, arisan barang dan arisan spiritual. Secara umum hukum arisan termasuk muamalah yang tidak disinggung secara rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung. Maka dengan itu hukum arisan dikembalikan kepada asal hukum muamalah pada umumnya yaitu dibolehkan. Secara konsep hukum arisan adalah mubah. Sebagaimana penjelasan yang ada dalam kaidah fikih :
الأصل في المعاملة الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Hukum asal semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Mayoritas ulama berpendapat hukum arisan adalah mubah atau boleh. Keterangan ini sesuai dengan pendapat ar-Rozi asy-Syafi’i dari kalangan ulama terdahulu, Abdul Aziz bin Baz, Muhammad bin al-Utsaimin, Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin, dan fatwa Hai-ah Kibar al-Ulama di Saudia Arabia keputusan no.164 tanggal 26/2/1410 H, dan ulama lainnya. Dalam hal ini arisan diperbolehkan selagi tidak mengandung unsur riba (penambahan), gharar (ketidakjelasan), dharar (merugikan pihak lain), maisyir dan ketidakadilan. Sebagaimana yang Allah SWT jelaskan dalam surah al-Imran ayat 130;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.“
Istilah Lain Dari Arisan
Pada abad 11 H/17 M, Al-Qolyubi juga telah merekam dalam kitabnya; Hasyiyah Qolyubi juz 2, h. 321, satu bentuk arisan yang populer dan dilakukan oleh para wanita di zamannya. Gambarannya adalah sebagai berikut: Ada sekelompok wanita. Salah satu dari mereka mengambil (menerima) sejumlah harta dari masing-masing wanita dalam kelompok tersebut setiap pekan atau setiap bulan. Kemudian wanita yang telah memperoleh harta itu pada pekan atau bulan berikutnya gantian yang membayar untuk anggota wanita yang lain sampai wanita yang terakhir. Mu’amalah seperti ini diistilahkan dengan nama jumu’ah dan hukumnya mubah sebagaimana penjelasan Abu Zur’ah Al-Wali Ar-Rozi Al- ‘Iroqi. Fatwa ini sama dengan pendapat yang dipilih oleh penulis. Al-Qolyubi menulis;
الْجُمُعَةُ الْمَشْهُورَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ شَهْرٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ، إلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ
Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum arisan ialah haram. Ulama tersebut antara lain Sholih Al-Fauzan, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Asy-Syaikh, dan Abdurrahman Al-Barok. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Hafsh Ibnu Hamzah, diterangkan dalam kitab Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra, Hadis No. 10715, jilid 5/hal
حدثنا حفص بن حمزة أنبأ سوار بن مصعب عن عمارة الهمداني قال سمعت عليا يقول قال رسول الله صلى الله كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا عليه و سلم:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh Ibn Hamzah, telah mengabarkan kepada kami Sawwar Ibn Mush’ab dari Umarah Al-Hamdanii, ia berkata saya mendengar dari Ali ra., bahwa Rasul SAW bersabda: “Setiap akad qardh dengan mengambil manfaat adalah riba.”
Dengan demikian, arisan bisa saja menjadi haram jika terdapat unsur riba (tambahan), penipuan, merugikan pihak lain dan ketidakadilan. Sehingga kita sebagai muslim apalagi muslimah sebaiknya mengetahui terlebih dahulu bagaimana alur dari arisan yang akan kita ikuti. Dan menghindarinya jika tidak sesuai dengan syariat Islam.