Hukum Mengusap Rambut Anak Yatim di Hari Asyuro
Hari ‘Asyuro merupakan salah satu hari yang di istimewakan dalam Islam. Islam memperlakukan hari Asyuro tidak seperti hari-hari yang lain. Hal tesebut bukan tidak berdasar. Islam sangat menghargai hari-hari tertentu yang mengandung nilai sejarah yang sangat berharga, termasuk diantaranya hari Asyuro.
Dalam hadis riwayat al-Bukhari melalui jalur Ibnu Abbas, setelah Rasulullah datang ke Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyuro. Ketika Rasulullah bertanya, mereka menjawab bahwa mereka berpuasa karena Allah menyelamatkan nabi Musa dari kejaran Fir’aun di hari ‘Asyuro. Maka Rasulullah Saw pun berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Seperti itulah Islam memandang hari Asyuro yang sangat sarat akan nilai sejarah.
Mengenai mengusap kepala anak yatim di hari Asyuro, terdapat riwayat dalam hadis berstatus gharib yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-kabir, Abu Nuaim dalam Hilyah, Ibnu-l-Mubarok, dengan redaksi;
من مسح رأس يتيم لا يمسحه إلا لله فإن له بكل شعرة مرت على يده حسنة ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو فى الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه
“Barang siapa yang mengusap kepala anak yatim karena Allah, maka dari setiap helai rambut yang tersentuh tangannya ia mendapatkan kebaikan, dan barang siapa berbuat baik pada anak yatim, maka dia bersama saya nanti di surga seperti kedua jari-jari ini”.
Abu Nuaim dalam kitab Akhbar Asbihan melalui jalur Buraidah al-Aslami menyebutkan dengan redaksi;
من مسح رأس يتيم رحمة له
“Barangsiapa mengusap kepala anak yatim dengan sentuhan kasih sayang”.
Sementara Ibn al-Mubarak meriwayatkan dengan redaksi
من وضع يده على رأس يتيم ترحما كانت له بكل شعرة تمر يده عليها حسنة
Hadis ini kualitasnya lemah, seperti dikatakan oleh al-‘Iraqi dalam kitab Mughni-l-Asfar ‘an hamli-l-Asfar. Beliau mengatakan bahwa sanad hadis riwayat Ahmad dan at-Thabrani adalah lemah.
Sebelum al-‘Iraqi, Ibnu Ma’in lebih dulu menyatakan bahwa hadis ini dhoif. Kendati hadis ini lemah, namun, kerena hadis ini dalam konteks fadhail a’mal, maka masih bisa diamalkan. Sehingga mengusap kepala anak yatim tetap termasuk dalam kategori kebaikan. Apalagi diriwayatkan melalui beberapa jalur yang memungkinkan naik menjadi hasan lighairihi (hadis dhaif yang kwalitasnya naik menjadi hasan karena ada riwayat dari jalur lain).
Mengenai maksud “mengusap kepala” anak yatim, Ibnu hajar al-Haitami memberi pennjelasan dalam kitab al-Fatawa al-hadisiah bahwa yang dimaksud dari “mengusap kepala” dalam hadis tersebut adalah mengusap kepala secara hakiki yang didasarkan pada rasa kasih sayang.
Ibnu hajar al-Haitami juga megatakan:
لأن في المسح عليه تعظيماً لصاحبه وشفقة عليه ومحبة له وجبراً لخاطره ، وهذه كلها مع اليتيم تقتضي هذا الثوب الجزيل
bahwa mengusap kepala anak yatim memiliki dasar penghormatan, rasa cinta dan kasih sayang padanya serta dapat mengurangi rasa gundahnya, hal seperti inilah yang dapat menarik nilai pahala.
Dari sisi lain, mengusap kepala anak yatim sebenarnya merupakan bentuk aplikasi sosial dari merekatkan hubungan kepada anak yatim. Hal seperti ini dapat menambah tenggang rasa bagi siapa saja yang mengusap kepala mereka, hal ini senada dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Kharaithi dengan redaksi;
إن سرك أن يلين قلبك فامسح رأس اليتيم وأطعم المسكين
”Jika engkau ingin hatimu menjadi lunak, maka usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin”
Nuruddin Al-Haistami dalam kitab Mujma’ az-Zawaid mengomentari hadis ini dengan mengatakan bahwa mata rantai hadis ini adalah mata rantai shahih (Rijaluhu rijalu-s-Shahih).
Dari pemaparan di atas, bahwa mengusap kepala anak yatim adalah dianjurkan. Namun, tidak harus di hari Asyuro’, akan tetapi bisa dilakukan kapan saja, termasuk juga di hari Asyuro’. Lebih utama lagi jika tidak hanya mengusap kepala anak yatim, tapi juga menyantuninya dan memberinya sebagian harta atau bahkan mengasuhnya hingga ia menajadi dewasa.
Imam Muslim meriwayatkan hadis;
كافل اليتيم له أو لغيره أنا وهو كهاتين في الجنة وأشار مالك بالسبابة والوسطى
Bahwa Rasulullah Saw bersama orang yang mengasuh anak yatim berdekatan nanti di surga seperti jari telunjuk dan ibu jari.
Allah juga menyebutkan salah satu sifat orang kafir dalam surat al-Fajr ayat 17 dengan redaksi; بل لا تكرمون اليتيم (akan tetapi, kalian tidak berbuat baik pada anak yatim). Berbuat baik pada anak yatim adalah sebuah kebaikan dan tidak terikat dengan waktu tertentu. Kapan saja kita mampu berbuat baik pada mereka, kita harus melakukannya.
والله أعلم بالصواب