Hukum Menitip Salam Perspektif Imam Abu Zakariyya Muhyi
Majalahnabawi.com – Seorang muslim tentu harus memiliki hubungan baik dengan sesama muslim. Menjalin hubungan baik tentunya adalah pondasi bagi tegaknya agama Islam. Dengan kesunnahan mengucapkan salam misalnya. Dikatakan bahwa apabila seorang muslim bertemu dengan saudaranya, maka sunnah baginya mengucapkan salam, di mana salam adalah sebuah doa untuk kesejahteraan sesama saudara muslim.
Beda kasus dengan fenomena titip salam. Biasanya yang hendak menyampaikan salam akan menitipkan salamnya pada seseorang agar disampaikan pada yang ditujukan salam. Fenomena tersebut lumrah sekali terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Lantas bagaimana Islam menanggapi kasus tersebut?
Tidak jauh berbeda dengan salam yang lumrah diucapkan seorang muslim ketika saling berpapasan, hukum dari menitipkan salam adalah sunnah. Sebagaimana dikutip oleh Imam Abu Zakariyya Muhyi al-Din Yahya bin Syarif al-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzab karangannya.
يسن بعث السلام الي من غاب عنه وفيه احاديث صحيحة ويلزم الرسول تبليغه لانه امانة
Sunnah hukumnya menyampaikan salam pada orang yang ghaib (tidak hadir di hadapannya). Dan pendapat ini ditopang oleh beberapa hadis shohih.
Tidak hanya di situ saja. Bagi orang yang dititipkan salam pun wajib hukumnya menyampaikan salam tersebut. Tidak lain karena titipan salam juga adalah amanah yang mau tidak mau harus disampaikan pada penerimanya.
Lalu bagaimana dengan hukum menjawab salam titipan tersebut? Lebih lanjut, beliau meneruskan keterangannya.
وإذا ناداه من وراء حائط أو نحوه فقال السلام عليك يا فلان أو كتب كتابا وسلم فيه عليه أو ارسل رسولا وقال سلم علي فلان فبلغه الكتاب والرسول وجب عليه رد الجواب علي الفور
“Jika seseorang memanggilnya dari balik dinding dan berkata “salam untukmu wahai fulan”, atau menulis sebuah tulisan salam yang ditujukan padanya, atau mengutus seseorang agar menyampaikan salam padanya, lalu tulisan dan utusan telah sampai padanya, maka wajib baginya segera menjawab salam tersebut.“
Sebagaimana lumrahnya, menjawab salam adalah wajib hukumnya. Baik menjawab salam yang disampaikan secara langsung maupun dengan perantara.
Kesimpulannya, bagaimanapun caranya, salam tetap disunnahkan untuk disampaikan pada saudara muslim kita. Baik ketika berpapasan atau hanya sekadar menitip pada orang lain. Tidak lain hal ini ditujukan untuk senantiasa menjaga ukhuwah islamiyah.