Hukum Sujud Setelah Salat
Majalahnabawi.com – Pada umumnya, sujud lebih dikenal sebagai salah satu bagian yang terdapat dalam rangkaian ibadah salat, meskipun tidak menutup kemungkinan sujud dilakukan di luar salat. Hanya saja praktek sujud yang kedua ini memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sehingga seseorang diperkenankan melakukannya.
Menurut Fikih
Di dalam literatur fikih, sujud di luar salat hanya diperkenankan untuk dua alasan saja, yakni sujud syukur dan sujud tilawah. Dengan kata lain, jika tidak atas dasar dua alasan tersebut maka sujud di luar salat tidak diperbolehkan. Karena, sujud adalah salah satu bentuk ibadah, sedangkan ibadah tidak boleh dilakukan atas dasar keinginan sendiri tanpa adanya tuntunan (tauqifi). Sujud syukur dikerjakan ketika seseorang mendapatkan nikmat atau terhindar dari musibah. Sementara sujud tilawah dilakukan ketika seseorang membaca atau mendengar orang lain membaca ayat sajdah.
Sementara itu, mengenai Hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath dengan redaksi:
كَانَ شَابٌ يَخْدِمُ النَّبِيَّ وَيَخْفَ فِي حَوَائِجِهِ فَقَالَ سَلْنِي حَاجَةً فَقَالَ أُدْعُ لِي بِالْجَنَّةِ قَالَ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَتَنَفَّسَ وَقَالَ نَعَمْ وَلَكِنْ أَعِنِّي بِكَثْرَةِ السجود
“Nabi mengatakan kepada seorang pemuda yang berkhidmah kepada Nabi Saw dan meringankan kebutuhan-kebutuhan. Beliau bersabda, “Mintalah kepadaku suatu hajat”. Pemuda itu lalu mengatakan, “Berdoalah untukku agar aku masuk surga”. Kemudian beliau mengangkat kepalanya lalu bernafas, beliau mengatakan: “Baiklah, namun bantulah aku dengan memperbanyak sujud.” (HR. al-Thabrani)
Al-‘Iraqi menjelaskan bahwa sujud yang dimaksud di dalam Hadis tersebut bukanlah sujud yang dilakukan di luar salat sebagaimana sujud syukur dan sujud tilawah, melainkan sujud yang dimaksud adalah sujud di dalam salat. Artinya, Nabi memerintahkan anak muda tersebut untuk senantiasa memperbanyak melakukan salat.
Ketentuan Bersujud
Terlepas dari dua alasan mengapa seseorang melakukan sujud di luar salat sebagaimana disebut di atas, mayoritas ulama Syafi’iah dan Hanbaliah menetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendak melakukan sujud. Ketentuan-ketentuan ini sedikit banyaknya memiliki kesamaan dengan ketentuan yang ada dalam salat. Adapun ketentuan yang dimaksud antara lain:
- Suci dari hadas.
- Menutup aurat.
- Menghadap kiblat.
- Takbirotul ihrom.
- Membaca salam.
Jika ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka secara otomatis seseorang tidak diperkenankan melakukan sujud atau tidak sah sujudnya. Bahkan hal tersebut bisa menjadi haram jika ia sadar dan tahu bahwa itu tidak sah. Akan tetapi ada pendapat dari sebagian kecil mazhab Hanbali yang memperbolehkan sujud syukur dengan tanpa bersuci. Sebagaimana menurut sebagian kecil madzhab Maliki sujud syukur boleh dilakukan dengan tanpa menutup aurat.
Namun, larangan untuk melakukan sujud di luar salat selain sujud tilawah dan sujud syukur tersebut, apabila memang sujudnya bertujuan untuk melakukan ibadah. Sedangkan meletakkan kepala di atas bumi dengan tidak untuk tujuan ibadah atau taqarrub, semisal sekadar istirahat atau yang lain, maka hukumnya boleh. Dan karenanya tidak dinamakan sujud.
Kesimpulannya, sujud yang dilakukan di luar salat selain sujud tilawah dan sujud syukur hukumnya haram selama ia meniatkan sujud itu sebagai bentuk taqarrub atau ibadah. Sementara jika hal tersebut dilakukan dengan tanpa ada dua niat di atas, semisal sekadar meletakkan kepala di atas bumi, maka hal itu tidak dinamakan sujud dan hukumnya boleh. Wallahu A’lam.