|

Imam Ibnu Malik dan Wali Qutub

Majalahnabawi.com – Salah satu ulama pakar gramatikal Arab adalah Imam Ibn Malik. Nama lengkapnya Jamaluddin Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah bin Malik al-Jayyani al-Andalusi. Beliau mendapatkan nama julukan (laqab) “Jamaluddin” dan nama panggilan kehormatan (kunyah) “Abu Abdillah”. Ia lahir di kota Andalus (spanyol) pada tahun 600 H. dan wafat 672 H.

Alfiah Ibn Malik dan Gramatika Arab

Menyebut kitab Alfiah Ibn Malik, sudah tidak asing lagi di kalangan pesantren. Ketika saya mempelajarinya ada satu bait yang membuat saya musykil, tepatnya pada nadzam:

واسما أتى وكنية ولقبا # واخرن ذا إن سواه صحبا

Apabila Alam Laqab dan Alam Isim berkumpul, maka Alam Isim wajib mendahului. Sebab, akan ada kesamaran antara julukan dengan nama aslinya. Nyatanya nama Ibn Malik termulai dengan Alam Laqab, yaitu “Jamaluddin”, nama aslinya adalah Muhammad bin Abdillah. Dalam hal ini beliau menyalahi dan bertentangan dengan karyanya sendiri.

Namun, setelah saya teliti pada beberapa kitab Syarah Alfiyah, dalam kitab Hasyiah Ibn Hamdun, saya menemukan bahwa ketentuan Alam Isim wajib mendahului Alam Laqab apabila Alam Laqab tidak lebih populer dari Alam Isim. Sedangkan, julukan “Jamaluddin” sangat populer di kalangan itu, sehingga Ibn Malik tidak dapat ternilai menyalahi karyanya sendiri. Kira-kira begitulah jawabannya.

Kemudian Muhammad lebih terkenal dengan sapaan Ibn Malik, yaitu dengan menisbatkan kepada kakeknya dibanding kepada sang ayahanda sendiri yaitu Abdullah. Di kitab yang sama, Abu Abbas Ahmad Ibn Hamdun memberi dua alasan tentang hal tersebut. Pertama, beliau menjaga adab kepada Baginda Rasulullah Saw. yang bernama Muhammad bin Abdullah (jika menisbatkan pada ayahnya, maka namanya sama dengan Nabi). Kedua, karena lebih terkenal penisbatan kepada sang kakeknya sebagaimana juga Imam Syafi’i.

Kesuksesan Ibn Malik serta karyanya yang monumental pastinya tidak terlepas dari jasa sang guru yang alim dan hebat. Di antaranya seperti Tsabit bin Khiyar, Syekh Sakhawi, Ibn Hajib, dll. Selain mempunyai guru yang hebat serta tawadhu, ia juga memiliki murid yang terkenal, bahkan salah satu muridnya menjadi Wali Qutub di masanya. Murid itu bernama Muhyiddin Abu Zakariya bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi. Murid yang lain seperti: Muhammad Badruddin (putra Ibn Malik), Ibn Harb, dan banyak yang lainnya.

Imam Nawawi dan Imam Ibn Malik

Mengenal tentang Imam Nawawi, Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Zakariya bin Syaraf bin Mari bin Huasin bin Muhammad bin Jum’ah bin Hazm. Beliau lahir di desa Nawa pada tahun 631 H. dan wafat 676 H. Beliau hanya berumur 45 tahun, tetapi di samping itu, ia berhasil menuangkan pemikirannya dalam beberapa karya.

Bahkan di antara karyanya tersebut menjadi rujukan hukum dalam Mazhab as-Syafi’i, seperti kitab Majmu’, Raudhah, Minhaj, dll. Namun, keluasan ilmunya tidak menghalanginya untuk terus berdiskusi, berguru, serta bertanya. Terkhusus ilmu gramatika Arab, ia berguru langsung pada pakarnya (Ibn Malik).

Konon, di malam hari ketika Ibn Malik menulis karya nadzamnya, sesampai pada Bab Ibtida’ tepatnya pada bait “وهل فتى فيكم فما خل لنا” datang seseorang mengetuk pintunya, ketika di buka yang datang adalah calon wali Qutub di masanya, lalu Ibn Malik melanjutkan baitnya dengan redaksi “ورجل من الكرام عندنا” dan laki-laki yang mulia di sisi kita.

Abu Abdillah al-Faris dalam kitabnya Faidul Nasyri al-Isyrah menjelaskan:

وأما النووي فأحد أصحاب ابن مالك الذين أخذوا عنه، ولذلك تجد النووي في تصانيفه كثيرًا ما يقولُ: قال شيخُنا ابن مالك. وقد سمعتُ من جماعة من أشياخنا أن النووي هو المراد بقول ابن مالك في الخلاصة: ورجل من الكرام عندنا، لأنه كان ضيفه في تلك الليل.

“Imam Nawawi adalah salah satu santri Imam Ibn Malik. Oleh karena itu banyak dalam karyanya, Imam Nawawi sering menyebutkan: “Berkata guruku, Ibnu Malik”. Aku telah mendengar dari guru-guruku, bahwa Imam Nawawi adalah yang dimaksud oleh Imam Ibn Malik dalam kitab Khulasah dalam bait و رجل من الكرام عندنا”, karena suatu malam Imam Nawawi bertamu padanya.

Pengangkatan Derajat Imam Nawawi

Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Salim menceritakan bahwa Syekh Abul Qosim al-Mizzi menyampaikan kepadanya: Suatu malam beliau bermimpi melihat banyak bendera berkibar dan gendang-gendang yang bertabuh.

Kemudian Abul Qosim al-Mizzi bertanya, “Apa ini?” Kemudian dijawab:

الليلة قُطِّبَ يحيى النووي

“Malam ini, Yahya An-Nawawi diangkat menjadi wali qutub.”

Syekh Al-Mizzi melanjutkan, “Kemudian aku terbangun. Aku tidak tahu siapa Yahya An-Nawawi dan belum pernah mendengarnya. Hingga suatu saat aku pergi ke Damaskus karena sebuah hajat, dan bertanya tentang nama itu. Orang-orang menjawabku bahwa Yahya An-Nawawi adalah guru besar di Darul Hadits dan sekarang beliau sedang duduk di sana. Kemudian aku masuk, tatkala Imam an-Nawawi melihatku, beliau bangkit dari duduknya dan mengarah kepadaku. Beliau mengatakan,

اكتم ما معك ولا تحدث به أحد

“Sembunyikan apa yang kamu lihat dan jangan ceritakan kepada siapapun!” Kemudian beliau balik ke tempat duduk semula. Wallahu A’lam

Similar Posts