Imam Syafi’i dalam Diwannya
Majalah Nabawi – Kepopuleran Imam Syafi’i di Indonesia tentu tidak diragukan lagi. Bagaimana tidak, mazhab beliaulah yang dijadikan pedoman utama bagi masyarakat muslim di Indonesia. Terutama dalam fatwa-fatwa beliau mengenai ilmu fikih yang sangat koheren dan cocok dengan situasi kondisi ibadah orang muslim di Indonesia. Namun sayangnya, pendekatan dengan Imam Syafi’i sebagai sosok yang utuh boleh jadi belumlah terjadi, apalagi yang berkaitan dengan sosok beliau di luar ilmu fikih. Dalam bidang kesusastraan misalnya, banyak yang masih awam dengan keilmuan beliau dalam bidang tersebut. Padahal di awal sebelum memperdalam ilmu fikih, Imam Syafi’i sangat giat dalam mengenal sastra dan bahasa.
Buktinya Imam Syafi’i sangatlah menyukai syair, nahwu, dan juga retorika. Bahkan ketika beliau menyampaikan ilmu atau fatwa, seringkali menyambinya dengan bersenandung atau menuliskannya dalam bait syair yang puitis, dengan kata-kata yang berirama. Selain ulama besar dalam bidang hadis, fikih, dan ilmu agama lainnya, Imam Syafi’i terkenal dengan kemahiran dalam membuat kata-kata mutiara.
Sya’ir Imam Syafi’i
Sya’ir beliau kini sudah bisa di jamah pada kumpulan syair yang diberi nama kitab Diwan Imam al-Syafi’i. Tercantum di kitab, perangkumnya bernama Yusuf Syekh Muhammad al-Biqa‘i, seorang profesor bahasa dan sastra Arab. Dari syair-syair yang ada, terdapat berbagai macam tema dengan judul yang berjumlah lebih dari seratus. Contohnya budi pekerti, pergaulan, pengembaraan, menuntut ilmu, cinta, dan ketuhanan.
Salah satu di antara syair beliau yang sangat patut kita renungkan maknanya adalah nasihat beliau agar seseorang merantau, meninggalkan zona nyamannya menuju wilayah baru, suasana baru, pengalaman baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru pula.
Berikut salah satu nasihat Imam Syafi’i dalam syairnya mengenai motivasi merantau:
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضاً عَمَّنْ تُفَارِقُهُ # وَانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءَ يُفْسِدُهُ # إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
وَالشَّمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الفُلْكِ دَائِمَةً # لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنَ عَرَبِ
وَالتُرْبُ كَالتُرْبِ مُلْقًى فِي أَمَاكِنِهِ # وَالعُوْدُ فِي أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنْ الحَطَبِ
#Merantaulah…
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.#
#Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan.
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.#
#Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam..
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.#
#Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.#
Kitab ini betul-betul menjadi “sumber mata air” yang bisa menancapkan kesadaran kita untuk bersungguh-bersungguh dalam beragama dan memperbaiki kualitas akhlak kita. Tak pelak, dari buku ini niscaya kita dapat mengambil pelajaran (ibrah) berharga bagi kehidupan.