Industri Halal di Filipina

Majalahnabawi.com – Filipina merupakan salah satu Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Filipina adalah sebuah negara Republik dengan luas wilayah 114.830 mil dengan jumlah penduduk 49.139.350 jiwa. Mayoritas penduduknya memegang keyakinan Katolik yaitu, 85,8% dari keseluruhan jumlah penduduk. Islam 4%, Protestan 3,1%, Iglesiani Kristo 1,3%, Budha 0,08% dan lain-lain 20%. Iklim daerah Filipina adalah tropis yang hampir sama dengan semua yang terjadi di Asia Tenggara.

Secara geografis wilayah Filipina terbagi dalam dua wilayah yaitu Filipina bagian utara dan selatan. Filipina bagian utara meliputi gugusan kepulauan Luzon. Sedangkan bagian selatan meliputi kepulauan Sulu dan Mindanao gugusannya. Sulu dan Mindanao yang merupakan dua basis wilayah yang didiami oleh minoritas muslim yang dikenal dengan bangsa moro atau muslim Moro.

Sebelum membahas tentang Halal di Filipina, alangkah baiknya kita mengetahui bagaimana kondisi Islam di sana, karena hal ini mempengaruhi regulasi Halal di Filipina.

Islam di Filipina

Sebelum kedatangan bangsa Barat, Islam pernah menjadi agama mayoritas di Filipina. Masa kejayaannya ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Kerajaan Manila di utara, serta Kerajaan Sulu dan Kerajaan Manguindanau di kawasan selatan. Namun, penjajahan Barat mengubah peta religi Filipina—perkembangan Islam terdesak, digantikan oleh penyebaran agama Katolik yang masif.

Kini, populasi Muslim di Filipina hanya sekitar 6,01% dari total 109 juta penduduk. Padahal, dahulu Islam pernah menjadi agama dominan di kepulauan tersebut.

Filipina merdeka dari Amerika Serikat pada 4 Juli 1946. Namun, kemerdekaan ini justru membawa babak baru bagi Muslim di bagian selatan. Kekuasaan politik diserahkan kepada Filipina Utara, yang didominasi oleh penduduk beragama Katolik. Akibatnya, masyarakat Muslim di selatan menghadapi penjajahan baru—kali ini dari saudara sebangsanya sendiri.

Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah kristenisasi besar-besaran. Pada abad ke-19, tercatat sekitar 12 juta Muslim dibaptis secara paksa, mengikis jumlah penganut Islam secara signifikan.

Meskipun mengalami tekanan, komunitas Muslim Filipina—terutama di Moro (Mindanao, Sulu, dan Palawan)—terus mempertahankan identitasnya. Perlawanan terhadap dominasi Utara melahirkan gerakan-gerakan seperti Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Moro National Liberation Front (MNLF).

Di tengah tantangan sebagai minoritas, umat Islam Filipina terus memperkuat dakwah melalui organisasi-organisasi yang aktif menyebarkan ajaran Islam. Salah satu yang paling berpengaruh adalah CONVISLAM (Converts to Islam), didirikan pada 1954 untuk mengkonsolidasikan gerakan dakwah di seluruh negeri.

Pada 1981, CONVISLAM mempelopori pembentukan Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP)—sebuah majelis dakwah berskala nasional yang menjadi payung bagi seluruh kegiatan penyebaran Islam di Filipina. IDCP tidak hanya fokus pada dakwah, tetapi juga terlibat dalam sertifikasi halal, membantu umat Muslim Filipina memastikan kehalalan produk makanan dan minuman.

Namun, pada tahun 2002 umat Islam di Filipina mendapat hadiah yang menyenangkan dari Presiden Gloria Macapagal-Arroyo yang menyatakan bahwa idulfitri ditetapkan sebagai hari libur nasional, bahkan dijadikannya sebagai sebuah undang-undang dan harus ditaati oleh pemimpin selanjutnya. Setelah penetapan itu, Islam berkembang pesat di Filipina.

Regulasi Halal di Filipina

Sebagian besar penduduk Islam di Filipina bertempat tinggal di Mindanao, atau lebih tepatnya di kawasan Autonomous Region of Muslim Mindanao (ARMM) yang dibentuk oleh Pemerintah Filipina pada tahun 1989.

Meskipun populasi Muslim Filipina tergolong minoritas, negara ini aktif berkontribusi dalam pengembangan industri halal di kawasan ASEAN. Kesadaran akan pertumbuhan pasar halal global mendorong Filipina untuk turut serta memenuhi permintaan produk halal, baik di sektor pangan maupun non-pangan. Permintaan internasional terhadap makanan halal terus mengalami peningkatan signifikan. Jika sebelumnya negara-negara Muslim mengandalkan pasokan dari dalam negeri atau negara tetangga sesama Muslim, kini negara seperti Singapura, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan telah menjadi eksportir utama produk halal.

Pasar halal memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, dengan nilai pasar konsumen Muslim diperkirakan mencapai US$2,2 triliun pada 2024. Sektor makanan dan minuman halal menjadi yang terbesar, namun minat terhadap produk halal tidak hanya datang dari Muslim. Banyak konsumen non-Muslim juga memilih makanan halal karena alasan kesehatan, mengingat standar produksinya yang lebih ketat dibandingkan metode tradisional.

Dalam suatu survei penelitian pada tiga suku di Filipina yaitu Maguindanao, Tausug dan Maranao mengenai makanan dan tempat halal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga kelompok tersebut dengan suara bulat sangat menyukai dan mengonsumsi produk bersertifikat halal, yang menunjukkan tingkat persetujuan tinggi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa para peserta secara aktif mencari restoran bersertifikat halal dan merasa lebih percaya diri mempercayainya karena kepatuhannya terhadap hukum syariah.

Pemerintah Filipina, lewat Departemen Sains dan Teknologi (DOST), berupaya memanfaatkan peluang pasar halal global dengan meningkatkan kapasitas UMKM. Fokusnya pada penerapan sains dan teknologi yang memenuhi standar, didukung kolaborasi pemerintah dan swasta untuk penguatan regulasi dan standarisasi produk halal.

Tapi Filipina punya masalah serius dalam sertifikasi halal. Berbeda dengan negara lain yang punya lembaga sertifikasi resmi milik pemerintah, di Filipina urusan ini justru dikelola banyak lembaga swasta. Sistemnya tidak terpusat dan standarnya beragam.

Ini terjadi karena konstitusi Filipina melarang campur tangan pemerintah dalam urusan agama, termasuk sertifikasi halal. Akibatnya, tidak ada otoritas tunggal yang mengatur standar halal secara nasional, menyulitkan pengembangan industri halal yang kompetitif di kancah global.

Bahkan dalam menetapkan standar halal, lembaga-lembaga sertifikasi halal memiliki dasar yang berbeda-beda dalam membuat standarnya. Seperti lembaga sertifikasi A mendasarkan standarnya pada empat Imam Mazhab, Pedoman Dewan Halal Dunia, Hadis, al-Quran dan Syariah. Lembaga sertifikasi B menggunakan standar ASEAN, al-Quran dan Syariah. Lembaga sertifkasi C menggunakan Standar Nasional Filipina yang dikeluarkan oleh NCMF pada 2011.

Dokumen ini berisi berbagai bahan haram, prosedur pemanenan bahan, prosedur penyembelihan, kode penyembelihan halal, metode, gambar dan ruang lingkup halal yang dibuat oleh Biro Standar Produk Pertanian dan Perikanan. Mereka memiliki berbagai manual, seperti manual untuk ruminansia dan unggas. selain itu, mereka juga merujuk pada al-Ijma (Konsensus ulama), qiyas (analogi), selain dari pedoman al-Quran dan Syariah.

Masalah lain adalah tanggungjawab setiap lembaga sertifikasi itu besar dan cakupannya tidak jelas. Di negara lain, lembaga sertifikasi hanya mengkhususkan diri pada industri tertentu, tetapi di Filipina, mayoritas lembaga sertifikasi dapat mensertifikasi berbagai sektor, misalnya makanan, kosmetik, restoran, tempat usaha dll. Hal ini dapat menjadi masalah jika menyangkut penerimaan produk ekspor di pasar internasional dan kredibilitas produk bersertifikat halal di negara tersebut.

Otoritas Sertifikasi Halal di Filipina

Filipina telah mengambil langkah strategis untuk mengembangkan industri halal melalui dua kebijakan utama. Pertama, Undang-Undang Republik 9997 yang membentuk Komisi Nasional Muslim Filipina (NCMF) sebagai otoritas pengawas Muslim, termasuk sertifikasi halal. Kedua, Undang-Undang 10817 tahun 2016 tentang Pengembangan Ekspor Halal yang memindahkan kewenangan sertifikasi ke Badan Akreditasi Filipina (PAB) untuk meningkatkan standar internasional. Namun, implementasinya masih menghadapi kendala dengan adanya sembilan lembaga sertifikasi swasta yang memiliki standar berbeda-beda, menimbulkan kebingungan dan inkonsistensi dalam proses sertifikasi. Adapun daftar lembaga sertifikasi halal di Filipina antara lalin :

  1. Halal International Chamber of Commerce and Industries of the Philippines (HICCIP)
  2. Mindanao Halal Authority (MINHA)
  3. Muslim Mindanao Halal Certification Board Inc. (MMHCBI)
  4. Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP)
  5. Halal Development Institute of the Philippines (HDIP)
  6. Alliance for Halal Integrity in the Philippines, Inc. (AHIP)
  7. Islamic Advocate on Halal and Development (IAHD)
  8. Philippine Ulama Congress Organization (PUCO)
  9. Prime Certification and Inspection Asia Pacific (Prime Asia Pacific)

Sebagian besar lembaga sertifikasi tersebut hanya diakui secara dosmetik dan hanya satu yang diakui dari negara-negara lain yaitu Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP). Adapun tiga lembaga sertifikasi halal Filipina yang telah diakreditasi oleh National Commission on Muslim Filipinos (NCMF) di antaranya Muslim Mindanao Halal Certification Board, Halal International Chamber of Commerce and Industries in the Philippines, dan Mindanao Halal Authority.

Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP)

Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP) adalah organisasi muslim mandiri yang bertanggung jawab untuk menerbitkan sertifikat halal, pelatihan dan fasilitasi perusahaan mana pun yang ingin mengajukan sertifikat halal.

terdaftar di bawah komisi sekuritas dan bursa Filipina pada tahun 1982, IDCP didirikan oleh sembilan organisasi anggota, dan terdiri dari 98 organisasi Muslim di seluruh Filipina. ini adalah organisasi Da’wah pertama di Filipina dan merupakan lembaga sertifikasi tertua di negara tersebut. sebagian besar anggota pendiri IDCP adalah anggota Converts to islam Society of the Philippines atau CONVISLAM.

Sejak tahun 1987, lembaga ini telah menjalankan tugas verifikasi halal serta akreditasi untuk produk pangan dan nonpangan. Namun, kebijakan resmi terkait sertifikasi halal baru dirumuskan pada tahun 1995. IDCP kemudian menjadi anggota World Halal Council (WHC) pada tahun 2000, yang menandai pengakuannya sebagai otoritas sertifikasi dan akreditasi halal di tingkat internasional. Pada tanggal 3 Juli 2003, Mahkamah Agung Filipina menetapkan bahwa IDCP dan lembaga sejenis merupakan badan resmi dalam sertifikasi halal. Sampai saat ini, IDCP telah memberikan sertifikasi halal kepada lebih dari 1.500 perusahaan, baik lokal maupun internasional, guna memastikan bahwa produk mereka aman dikonsumsi oleh umat Muslim maupun non-Muslim.

Gambar Logo Islamic Da’wah Council of the Philippines (IDCP). Sumber: $ Laman web IDCP$ 

Logo Halal Filipina

Undang-Undang Republik No. 10817 atau Undang-Undang Pengembangan dan Promosi Ekspor Halal Filipina Tahun 2016 mengatur pembentukan Dewan Halal sebagai badan yang bertanggung jawab dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekspor halal di Filipina. Dewan ini juga berperan dalam menetapkan arah kebijakan umum untuk pelaksanaan Program Promosi dan Pengembangan Ekspor Halal Filipina.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan Halal diwajibkan untuk melibatkan organisasi-organisasi Muslim Filipina serta lembaga nonpemerintah melalui keanggotaan dalam badan penasihat atau konsultatif. Selain itu, Dewan juga bertanggung jawab dalam menyelaraskan kegiatan dengan lembaga pemerintah terkait pengembangan industri halal, serta mengadakan konsultasi secara rutin melalui forum seperti diskusi dan audiensi publik.

Sementara itu, desain logo halal nasional Filipina baru dirancang pada tahun 2019. Pada 19 Maret tahun tersebut, Dewan Halal yang dikoordinasi oleh Departemen Perdagangan dan Industri (DTI) menyetujui desain serta pedoman penggunaan logo halal. Proses perumusan logo tersebut dilakukan melalui berbagai pertemuan dengan para pemangku kepentingan, termasuk kelompok-kelompok Muslim, yang dibentuk oleh Kelompok Kerja Teknis Dewan Halal.

Kemudian, pada 8 Juli 2019, Filipina secara resmi meluncurkan logo halal nasional. Logo ini akan digunakan pada produk dan layanan yang telah memenuhi standar Skema Sertifikasi Halal Nasional Filipina dan peraturan terkait lainnya. Lembaga yang diberikan wewenang untuk menerbitkan dan mengelola penggunaan logo tersebut adalah Philippine Accreditation Bureau (PAB).

Gambar logo halal nasional Filipina. Sumber: $ Wikepedia$ 

Makanan Halal

Permintaan yang terus meningkat terhadap produk halal membuka peluang besar bagi pelaku industri halal di Filipina, tidak hanya untuk memperluas pasar di kawasan Asia tetapi juga menembus pasar global yang lebih luas. Perkembangan aktivitas halal mendorong perlunya pedoman yang seragam sebagai standar utama dalam pengembangan industri halal. Di kawasan Asia Tenggara, empat negara telah memiliki standar halal masing-masing, yaitu Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Mengingat Malaysia dianggap sebagai pelopor dalam industri halal baik di tingkat regional maupun global, pengembangan standar dalam aspek logistik dan rantai pasok disarankan untuk merujuk pada praktik yang diterapkan oleh Malaysia.

Ekosistem halal di Filipina melibatkan produsen lokal yang tunduk pada pengawasan dan pengaruh dari lembaga sertifikasi halal (Halal Certifying Bodies/HCB), lembaga halal internasional (International Halal Bodies/IHB), serta Biro Akreditasi Filipina (Philippine Accreditation Bureau/PAB).

Produk utama ekspor makanan halal dari Filipina antara lain pisang segar, nanas, minyak kelapa mentah, dan karagenan. Selain itu, produk khas lainnya seperti mangga kering, calamansi (jeruk khas Filipina), dan gula muscovado juga memiliki ceruk pasar tersendiri. Akses ekspor ke negara-negara tujuan diatur melalui perjanjian perdagangan preferensial dengan ASEAN, mitra dagang ASEAN, serta negara-negara di Eropa dan Amerika. Secara khusus, ekspor minyak kelapa mentah dari Filipina ke Indonesia tercatat dalam sistem klasifikasi dan sertifikasi ITC NTM.

Tantangan utama yang dihadapi oleh proudsen dan eksportir yang bersertifikat halal Filipina adalah persepsi ketidakselarasan standar halal dan persyaratan sertifikasi antara negara pengimpor dan pengekspor. hal ini, menyebabkan kebingungan di antara para pelaku usaha tentang standar mana yang harus diikuti dan sertifikasi apa yang haarus diajukan untuk memungkinkan mereka mengakses pasar internasional. sertifikasi halal memang diperlukan, akan tetapi kurangnya keselarasan global dalam sertifikasi menimbulakn biaya yang tidak diperlukan.

Tantangan selanjutnya adalah terbatasnya akses dan ketersediaan informasi terkait halal. Misalnya, produsen Amenyatakan bahwa mereka akan memperoleh manfaat dari memperoleh informasi tentang preferensi konsumen dan kemauan untuk membayar produk bersertifikat halal. Informasi tersebut akan sangat berperan penting dalam menilai potensi pasar lini produk bersertifikat halal mereka.

Potensi pasar untuk produk makanan halal di negara-negara non-muslim mungkin sebagian disebabkan oleh migrasi Muslim ke negara-negara non-muslim, dan non-muslim lebih menyukai pola makan yang lebih sehat.


Referensi

Akim, A., Konety, N., & Purnama, C. (2020). Tata Kelola Sertifikasi Halal & Dinamika Industri Halal di Asia Tenggara (1st ed.). ITB Press. www.itbpress.itb.ac.id

Anton, S. (2023). Idulfitri dan Keindahan Beragama di Filipina. Https://Indonesia.Go.Id/Kategori/Ragam-Asean-2023/7023/Idulfitri-Dan-Keindahan-Beragama-Di-Filipina?Lang=1.

Cuevas, S. Von, Franco, C. A., Capistrano, R. C., & Guia, J. (2022). Exploring the Potential of Halal Tourism Through Institutional Analysis of Halal Certifiers in the Philippines. International Journal of Religious Tourism and Pilgrimage, 10(2), 60–77. https://doi.org/10.21427/73k7-4855

Hasaruddin. (2019). Perkembangan Sosial Islam di Filipina. AL MA’ ARIEF: JURNAL PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA, Vol.1 No.1.

Ontok-Balah, K., & Makakena, S. D. (2024). Study on Halal Food Consumption, Integrity, Traceability, and Recommendations: Insights from Predominantly Islamized Groups in the Province of Cotabato, Philippines. In Halal Research (Vol. 4, Issue 1).

Ratna Sari, M., & Rafiqah, L. (2023). Studi Pendidikan Islam di Filipina. Baitul Hikmah: Jurnal Ilmiah Keislaman, 1(1), 61–71. https://doi.org/10.46781/baitul_hikmah.v1i1.754

Similar Posts