Ironi Sampah Makanan di Tengah Kemiskinan dan Kelaparan
majalahnabawi.com – Makanan adalah kebutuhan pokok umat manusia, semua orang membutuhkan makanan untuk menunjang keberlangsungan hidupnya. Makanan yang kita konsumsi setiap hari ada yang siap saji, pun ada makanan yang diolah melalui berbagai proses terlebih dahulu. Ada juga yang habis dimakan ‘langsung’ ada juga yang tidak habis makanan sehingga berakhir di pembuangan sampah.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mencatat potensi kerugian negara akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) mencapai Rp213 triliun-Rp551 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari timbulan sampah sisa makanan mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2 -ek. “Atau 7,3 persen emisi gas rumah kaca Indonesia tahun 2019,” kata Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam Green Economy Expo, di Jakarta, Rabu (3/7/2024). Tirto.id (3/7/2024)
Self Reward dan Gaya Hidup Konsumtif
Bagi sebagaian orang yang hidup nya memiliki kelebihan harta seringkali berlebihan dalam membelanjakan uangnya untuk keperluan ini. Berdalih self reward, ujung-ujungnya semua makanan yang dia inginkan, dibeli secara berlebihan dan tidak habis dimakan. Gaya hidup konsumtif juga menunjang fenomena ini. Ketika ada makanan yang viral, langsung tidak bisa menahan diri untuk membeli secara ugal-ugalan padahal itu bukan sebuah kebutuhan.
Karena kebutuhan akan makanan inilah tidak menutup kemungkinan menghasilkan sampah buangan hasil konsumsi yang cukup banyak. Padahal di kondisi yang lain masih banyak orang yang berada di tengah kemiskinan sehingga untuk makan saja sungguh sulit untuk mendapatkannya. Tidak jarang mereka harus mengalami kondisi kelaparan karena itu. Sungguh ketimpangan yang sangat terasa, terlebih di kota-kota besar yang memiliki gaya hidup konsumtif yang tinggi.
Food waste atau sampah makanan ternyata juga problem dunia karena hal itu erat dengan konsumerisme, sebagai buah penerapan sistem kapitalisme sekuler yang jauh dari akhlak Islam. Di sisi lain juga menggambarkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan kemiskinan dan problem lain. Contohnya, kasus beras busuk di gudang bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, dan lain-lain.
Islam Melarang Tindakan Mubazir
Islam punya aturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan juga distribusi sehingga terhindar dari kemubadziran dan berlebih-lebihan. Dengan pengaturan yang cermat, akan terwujud distribusi yang merata dan mengentaskan kemiskinan, dan food waste dapat dihindarkan.
Sistem pendidikan Islam mampu mencetak individu yang bijak bersikap termasuk dalam mengelola dan mengatur konsumsi makanan. Untuk hal ini, seorang individu tidak bisa menjalankannya sendiri sehingga perlu perangkat negara sebagai support sistem nya. Tentu negara yang menerapkan Islam sebagai dasar aturannya lah yang bisa melakukan hal seperti itu. Menjadikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.