Islam dan Pelestarian Lingkungan Hidup
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Surat Al-Baqarah Ayat 30
Islam memandang manusia dari dua arah; sebagai khalifah fil ardh dan pemelihara alam. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, predikat manusia sebagai pemelihara alam justru berganti menjadi perusak alam. Keinginan manusia untuk berkuasa malah menjadikan mereka rakus, eksploitasi sumber daya alam pun merajalela.
Dalam menyikapi problematika lingkungan hidup, Islam telah memiliki konsep yang begitu apik tentang pentingnya konservasi, penyelamatan, dan pelestarian lingkungan. Setidaknya, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan umat muslim khususnya dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Pertama, membangun kesadaran diri untuk menumbuhkan kehidupan yang damai, adil, sejahtera dan menghilangkan sifat rakus dalam diri masing-masing sehingga mampu menurunkan angka eksploitasi sumber daya alam dan lebih sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Kedua, menyadari bahwa menjaga lingkungan hidup sama dengan menjaga lima tujuan-tujuan hukum islam yang berfokus pada kemaslahatan hidup manusia baik rohani maupun jasmani, individu maupun sosial.
Ketiga, mengetahui bahwa segala macam perusakan lingkungan hidup termasuk kedalam kufr al-bi’ah atau kafir ekologis.
Dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah telah mencontohkan gerakan pelestarian alam yakni kebersihan yang juga menjadi awal materi dalam ilmu fiqh. Selain itu, Islam pun telah menggalakkan pemanfaatan tanah tandus seperti dalam hadis dibawah ini:
عن سعيد بن زيد، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ (أخرجه أبو داود وأحمد)
Dari Said bin Zaid, bahwasannya Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa mengolah tanah yang mati ( gersang ) maka ia menjadi miliknya”. (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
Tak hanya itu Islam juga telah mengonsep perihal penghijauan dan reboisasi yang gunanya untuk menghasilkan oksigen (O2), menyerap karbondioksida (CO2), menyerap panas, menyaring debu, meredam kebisingan, menjaga kestabilan tanah, habitat bagi fauna, mengikat air di pori tanah dengan mekanisme kapilaritas dan tegangan permukaan sehinggan bermanfaat untuk menyimpan air pada musim hujan dan memberikan air pada musim kemarau.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ ” (رواه مسلم)
Dari Anas ra, Rasulullah saw bersabda, ”Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau sebuah tanaman kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang melainkan ia akan mendapat pahala sedekah” (H.R. Muslim)
Penebangan hutan tanpa peremajaan dapat menyebabkan rusaknya tanah dan longsor, kebakaran hutan semakin menambah tinggi tingkat kerusakan ekologi hutan di Indonesia. Padahal keberadaan hutan sangat berguna bagi keseimbangan hidrologik dan klimatologik termasuk sebagai tempat berlindungnya binatang.
Selain kegiatan di atas, menjaga keseimbangan alam juga sangat penting. Salah satu konsep Islam dalam masalah pemanfaatan alam adalah hadd al-Kifayah (standar kebutuhan yang layak). Manusia tidak boleh melebihi standar kebutuhan yang layak karena harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan kehidupan, kelestarian alam, dan keseimbangan ekosistem. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan hutan dan berbagai kandungan alam lainnya tidak dieksplorasi dan dieksploitasi secara besar-besaran melebihi kebutuhan yang semestinya.
Wallahu a’lam bis showab