Jangan Salahkan Aku Cemburu

Majalahnabawi – Cemburu adalah sebuah emosi yang halus namun kuat. Lahir dari cinta yang mendalam dan ketakutan akan kehilangan. Emosi ini sering kali muncul dalam hubungan manusia. Baik dalam cinta romantis, persahabatan, maupun keluarga. Cemburu tidak hanya mencerminkan perasaan posesif, tetapi juga menggambarkan keinginan untuk mempertahankan. Baik perhatian maupun kasih sayang yang dianggap berharga.

Dibalik ketidaknyamanannya, cemburu dapat menjadi cermin dari kerentanan hati dan ketidakamanan. Namun, ia juga menyimpan potensi untuk membawa intropeksi diri dan pertumbuhan emosional. Ketika dihadapi dengan kebijaksanaan, cemburu dapat mempererat hubungan melalui komunikasi dan pemahaman yang lebih mendalam. Namun, jika tak terkelola, cemburu bisa berubah menjadi perusak harmoni, dan menghancurkan kepercayaan.

Cemburunya Aisyah radhiyallahu ‘anha terjadi dalam kehidupan rumah tangganya dengan Nabi Muhammad Saw. Aisyah, salah satu istri yang paling Nabi cintai. Aisyah dikenal memiliki rasa cemburu yang kuat terhadap istri-istri lainnya, terutama terhadap Khadijah radhiyallahu ‘anha. Meskipun Khadijah telah wafat sebelum Aisyah menikah dengan Nabi Saw.

Dalam kitab Shahih Muslim, bab keutamaan  Khadijah ummul mu’minin radhiallahu’anha, disebutkan bahwa Aisyah pernah menunjukkan kecemburuan ketika Nabi merasa senang mendengar suara yang sangat mirip dengan Khadijah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اسْتَأْذَنَتْ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ أُخْتُ خَدِيجَةَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَفَ اسْتِئْذَانَ خَدِيجَةَ فَارْتَاحَ لِذَلِكَ فَقَالَ اللَّهُمَّ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ فَغِرْتُ فَقُلْتُ وَمَا تَذْكُرُ مِنْ عَجُوزٍ مِنْ عَجَائِزِ قُرَيْشٍ حَمْرَاءِ الشِّدْقَيْنِ هَلَكَتْ فِي الدَّهْرِ فَأَبْدَلَكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهَا

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha dia berkata, “Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, pernah meminta izin untuk masuk ke dalam rumah Rasulullah Saw. Sepertinya beliau mengenali suaranya yang mirip dengan suara Khadijah, hingga beliau merasa senang. Tak lama kemudian beliau berkata, “Ya Allah, ternyata ia adalah binti Khuwailid, adik perempuan Khadijah!” Aisyah berkata, “Tentu saja saya merasa cemburu dan berkata; Mengapa Anda masih mengingat-ingat perempuan Quraisy yang tua renta itu, yang kedua ujung bibirnya telah memerah dan ia sudah tidak ada lagi, Sedangkan Allah telah memberikan gantinya yang lebih dari padanya untuk engkau.” (H.R. Muslim)

Sikap Nabi Muhamad SAW

Perkataan yang keluar dari Aisyah disebabkan oleh cemburu yang berlebihan, usia muda, dan rasa manja. Namun, Nabi Muhammad Saw. tidak mencela apa pun dari apa yang ia katakan. Dalam kitab Tawfiq Ar-Rabb Al-Mun’im bi Sharh Sahih Al-Imam Muslim bahwa Nabi memaklumi dan memaafkan Aisyah atas perkataannya yang dilandasi oleh rasa cemburu. Beliau memahami bahwa cemburu adalah perasaan yang sulit dikendalikan dan bisa membuat seorang wanita mengatakan hal-hal yang biasanya tidak akan dikatakannya dalam keadaan normal.

Bahkan hukum dalam Islam pun dibuat tidak berlaku karena kecemburuannya wanita. Imam malik dan ulama lainnya mengatakan : “Hukuman had (cambuk) digugurkan dari wanita tersebut jika ia menuduh suaminya berbuat zina (qadzaf) karena rasa cemburu. Mereka berargumen dengan hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau bersabda “Wanita yang cemburu tidak tahu apakah (suaminya) berada di bagian atas lembah  atau di bagian bawah (karena ketidaksadarannya akibat rasa cemburu).”

Alasan Nabi Muhamad Saw. Memaafkan Aisyah

Syaikh Muhammad Al-Amin bin Abdullah Al-Urami Al-Alawi menjelaskan dalam kitabnya Al-Kawkab Al-Wahhaj Sharh Sahih Muslim bin Al-Hajjaj bahwa sebagian ulama mengambil pelajaran dari hadits ini bahwa seorang wanita yang sedang cemburu tidak dihukum atas apa yang keluar dari lisannya. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena cemburu di sini hanyalah sebagian dari penyebab, bukan keseluruhannya.

Sebab, pada diri Aisyah radhiyallahu ‘anha terkumpul tiga hal; cemburu, usia muda, dan kemungkinan kejadian ini sebelum ia baligh, serta rasa manja karena ia adalah istri yang paling dicintai oleh Nabi Saw. setelah Khadijah. Oleh karena itu, mengaitkan pemaafan hanya dengan beberapa faktor ini adalah suatu keputusan yang tidak bisa dikatakan dengan pasti.

Yang benar adalah bahwa pemaafan dikaitkan dengan cemburu, karena itulah yang disebutkan oleh Aisyah ketika ia berkata: “Maka aku cemburu” Kita katakan, jika kita menerima bahwa hanya rasa cemburu yang membuatnya mengucapkan perkataan tersebut, itu tidak berarti bahwa hanya rasa cemburu yang menjadi alasan pemaafan. Bisa jadi, cemburu saja yang menjadi penyebab, atau bisa juga sifat-sifat lainnya yang turut diperhitungkan, terutama karena Nabi Saw. tidak menyebutkan secara spesifik apa yang menyebabkan pemaafan itu. Maka, persoalannya tetap terbuka untuk kedua kemungkinan tersebut, sehingga tidak bisa dijadikan dalil yang pasti.

Similar Posts