Jangan Pernah Bosan untuk Berdoa

Majalahnabawi.com  Kapan terakhir kali kalian berdoa? dan Apakah do’amu telah terjawab? Dua pertanyaan tersebut sekilas memang terlihat remeh. Namun tahukah kalian bahwa doa memiliki kekuatan spiritual bagi seorang hamba, baik spiritual yang bersifat rohani maupun jasmani.

Esensi berdoa

Doa dalam kitab Fathul Bari memiliki arti memohon atau meminta pertolongan. Ini mengindikasikan bahwa doa sebagai permintaan kasta bawah (manusia) memohon pada kasta tertinggi (tuhan), sebagaimana pula anak buah yang meminta pada bosnya juga dapat terdefinisi sebagai doa. Artinya manusia selaku ciptaan Sang Khalik sepantasnya tak melepaskan diri dari campur tangan tuhan dalam berbagai urusannya, baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Salah satu caranya yaitu dengan tidak lepas atau putus kontak berkomunikasi dengan tuhan lewat doa-doa yang kita panjatkan. Doa merupakan sebuah metode agar seorang makhluk dapat terus berinteraksi secara langsung dengan sang Pencipta. Inilah mengapa shalat dalam bahasa juga berarti sebagai do’a karena memiliki esensi yang sama.

Dengan berdoa, seseorang telah menunjukkan bahwa dirinya tak mampu berjalan di muka bumi dengan kuasa nya sendiri dan masih membutuhkan pertolongan dan kekuasaan Tuhan dalam menjalani kehidupan yang penuh ujian dan tantangan.

Perintah untuk Berdoa

Sejalan dengan fitrah manusia sebagai seorang hamba sebagaimana termaktub dalam Al-quran pada QS. Ghafir:60 yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong yang tidak mau menyembahKu akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”. Ayat tersebut berisi perintah Tuhan terhadap hambanya untuk selalu berdoa dan memohon kepada-Nya dalam situasi dan kondisi apapun.

Namun, Allah tak semata-mata mengabulkan semua permintaan hambanya. Ini dapat kita temukan dalam potongan ayat al-Baqarah ayat 186: أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانۖ                            

Artinya: “Allah mengabulkan setiap doanya orang yang memohon padaNya, ketika dia berdoa”.

Disini saya merasa janggal atas firmanNya, apa maksud sebenarnya dari ayat diatas dan kenapa masih ada embel-embel kalimat(إذا دعان). Padahal jelas-jelas setiap orang yang meminta padaNya dapat kita katakan sebagai orang yang berdoa?. Setelah saya telaah dari kitab-kitab tafsir dan salah satunya tafsir ayat ahkam karya Syaikh Ali as-Shabuni mengenai fungsi mengapa masih ada embel-embel syarat, ternyata Allah ingin menegaskan bahwa ia tidak lantas mengabulkan semua permohonan. Ia akan memilih doa mana yang memang sungguh-sungguh dan mana yang hanya sekedar berdoa tanpa memperhatikan etika-etika dalam berdoa .

Etika Berdoa

Berbicara tentang etika atau adab saat berdoa, banyak sekali redaksi kitab yang memuatnya. Salah satu yang sangat masyhur dikemukakan oleh al-Ghazali dalam karya monumentalnya Ihya’ ulumiddin yang akan saya ringkas dalam poin-poin berikut:

1. Mengalokasikan doa di waktu-waktu yang mulia, seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga malam dll.

3. Hendaknya orang yang berdoa menghadap kiblat sembari mengangkat kedua tangannya sekiranya dapat dilihat putih kedua telapak tangannya.

4. Memelankan suara ketika berdoa sebagaimana yang telah Allah ajarkan “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Q.S al-A’raf 55)

5. Isi do’a tidak terlalu bersajak (tidak lebay).  Tuhan tidak menyukai orang yang berpura-pura ketika berdoa.

6. Khusyu’ ketika berdoa dengan tidak memikirkan hal-hal di luar konteks apa yang kita minta.

7. Isi doa sesuai dengan apa yang kita inginkan, tegas dalam memohon, serta yakin akan Allah kabulkan.

8. Mendesak dan mengulanginya 3 kali.

9.Mengawali doa dengan membaca basmalah. Dan ada juga ulama yang menganjurkan mengawali dan mengakhiri doa dengan membaca shalawat atas baginda Nabi.

Setelah kita memahami apa yang al-Ghazali jelaskan, kita akan sadar bahwa betapa pentingnya menerapkan etika dalam berdoa. Tujuannya tidak lain agar do’a kita dapat Allah terima dan ijabah. Untuk mengakhiri tulisan ini, saya mengutip sebuah pepatah dari Sayyidina Umar yang isinya sangat bagus untuk kita renungi, agar kita senantiasa berhusnudzan terhadap Tuhan dan menjadi orang yang lebih banyak bersyukur, “Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa”.

Similar Posts