Keadaan Manusia dalam Menghadapi Musibah

Majalahnabawi.com – Musibah adalah suatu hal yang menyedihkan dan menyakitkan bagi semua orang termasuk juga seorang mukmin. Musibah dapat berupa kehilangan harta benda, terkena bencana alam, atau mengidap penyakit, juga ditinggal orang-orang yang dicintai.

Namun selain menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia, musibah juga memiliki dampak positif bagi kadar keimanan seorang hamba. Misalnya dengan adanya sebuah musibah seorang hamba bisa semakin dekat dengan Tuhannya.

Dalam sebuah atsar dikatakan bahwa ketika Rasulullah mendapati sebuah musibah ia akan bersyukur kepada Allah sebab beliau Saw, jelas mengetahui betul, semua yang datang dari Allah adalah sesuatu yang baik termasuk hal itu adalah musibah.

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَسُرُّهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ وَإِذَا أَتَاهُ اْلأَمْرُ يَكْرَهُهُ قَالَ اْلحَمْدُ ِللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin ra., ia berkata, “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam jika ditimpa keadaan yang menyenangkan. Beliau berkata: Alhamdulillah alladzii bi ni’matihii tatimmus shoolihaat (Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatan dariNya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna). Sedangkan jika beliau ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya, beliau mengucapkan: Alhamdulillah ala kulli haal (Segala puji bagi Allah dalam segenap keadaan)” [HR. Ibnu Majah no. 265,  dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albany dalam as-Shahihah ]

Macam-macam Keadaan Manusia dalam Menghadapi Musibah

Dari atsar di atas kita dapat mengambil pelajaran darinya. Dikatakan oleh ulama bahwa seseorang ketika sedang menghadapi musibah terbagi menjadi empat keadaan.

Golongan Pertama

Murka atau marah, yaitu dengan menampakkan rasa marah baik dari lisan, atau mengatakan di dalam hati, atau menunjukkan dengan perbuatannya. Mereka bahkan marah dan benci kepada Allah dan merasa bahwa Allah telah menzaliminya dengan ditimpakan suatu musibah kepadanya. Semoga kita bukan termasuk dalam golongan ini.

Golongan Kedua

Sabar dengan menahan diri terhadap musibah yang dihadapi. Keadaan kedua ini adalah dia merasa benci dengan musibah dan tidak pula menyukai kejadian seperti itu terjadi tetapi dia menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya yang bisa membuat Allah murka padanya, dia juga tidak marah sehingga menunjukkan dalam laku perbuatannya, seperti misalnya memukul-mukul anggota badannya.

Golongan Ketiga

Rida terhadap musibah. Meskipun musibah tengah menimpa dirinya, hatinya menerima dengan lapang dada dan mereka betul-betul rida dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Hukum sabar dalam menghadapi musibah adalah wajib, sedangkan rida adalah mustahab (dianjurkan).

Golongan Terakhir

Sebagaimana Rasulullah dan orang-orang saleh. Mereka bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpa. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa ketika Nabi Muhammad Saw, mendapatkan sesuatu yang dia sukai, beliau Saw, akan mengucapkan;

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat” Artinya: “Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.”

Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau Saw, mengucapkan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

Alhamdulillah ala kulli hal.” Artinya: “Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan.”

Keadaan terakhir inilah tingkatan tertinggi dalam mengahadapi musibah, ketika dirinya ditimpa kemalangan dan meskipun hal itu menyaktikan. Namun dia malah menyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepadaNya. Dia melihat bahwa di balik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah di akhirat.

Tetap Bersyukur

Ingatlah musibah akhirat tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Musibah dapat menghapuskan dosa dan menambah ganjaran dari Allah, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.

Dan karena di dunia ini, keadaan tersiksa seperti apapun, misal seseorang diberi nasib yang kurang dalam hal rezeki, atau ditimpakan penyakit berat, atau diberi kesulitan apapun itu. Allah dalam Al-Quran berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ 

“Allah tidak akan membebani satu jiwa di luar batas kemampuannya.” [QS. al-Baqarah: 286]

Tidak mungkin manusia akan menghadapi sesuatu yang tidak sanggup ditanggungnya. Semisal ada seseorang mengalami kecelakan laka lantas, lukanya bukan hanya sedikit bahkan sampai membuat beberapa tulangnya patah dan retak. Maka yang terjadi pada dirinya akan tidak sadarkan diri atau pingsan sebab tubuhnya tidak mampu menanggung rasa sakit yang parah.

Sehingga ayat di atas dapat menyadarkan kita bahwa Allah telah berjanji di dunia ini kita tidak akan diberi sesuatu hal yang di luar batas kemampuan, sebab Allah-lah yang paling mengetahui bahwa kita dapat sanggup menahannya. Oleh karenanya tenang saja, kita saat menghadapi musibah yang menyakitkan dan menyedihkan seperti apapun, rasa pedihnya itu masih dalam batas kemampuan diri kita dan tidak perlu bersedih hati yang berkepanjangan ataupun marah namun menghadapinya dengan sabar dan rida bahkan lebih baik jika kita menyukuri musibah tersebut.

Similar Posts