Kepemimpinan: Jalan Menuju Keberkahan atau Penyesalan di Akhirat?
Majalahnabawi.com x darussunnah.sch.id/odoh – Kepemimpinan merupakan sebuah amanah, yaitu titipan dari Allah Swt., yang tidak seharusnya diminta, apalagi dikejar atau diperebutkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang, yang seharusnya digunakan semata-mata untuk mempermudah pelaksanaan tanggung jawab dalam melayani rakyat. Semakin tinggi posisi kekuasaan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar pula tanggung jawabnya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kepemimpinan tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk memperkaya diri, bertindak zalim, atau bersikap sewenang-wenang.
Seorang pemimpin sejati menyadari bahwa balasan atas tugasnya bukanlah berupa kekayaan atau kemewahan di dunia, melainkan ganjaran dari Allah Swt., di akhirat kelak. Dengan pemahaman tersebut, seorang pemimpin harus melaksanakan amanahnya dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan dedikasi.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. menegaskan bahwa kelemahan merupakan salah satu pertimbangan penting dalam memilih seorang pemimpin. Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي أَبِي شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ ابْنِ حُجَيْرَةَ الْأَكْبَرِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَال قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَال: يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
مسلم :أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري
Artinya:
Dari Abu Dzar r.a. (w. 32 H) ia berkata, “saya berkata kepada Rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pejabat?’ Lalu Rasulullah saw. menepuk bahu saya seraya bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah. Padahal jabatan adalah sebuah amanah. Pada hari kiamat, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang menjalankannya dengan benar dan memenuhi kewajibannya dengan sebaik-baiknya.'”
[H.R Muslim (204 – 261 H): 57 tahun]
Istifadah
- Kekuatan dan Kemampuan dalam Kepemimpinan
Dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah karya Al-Mawardi, kekuatan dan kemampuan disebutkan sebagai kriteria utama dalam memilih seorang pemimpin. Al-Mawardi menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki fisik dan mental yang kuat, serta kecakapan intelektual, agar mampu memimpin dengan baik. Pendapat serupa juga ditemukan dalam Minhaj Al-Muslim karya Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, yang menekankan pentingnya sifat-sifat seperti kecakapan, keahlian, dan kemampuan memimpin sebagai prasyarat utama bagi seorang pemimpin. - Jabatan Sebagai Amanah
Ibnu Taimiyah dalam As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, menyatakan bahwa jabatan dalam Islam merupakan amanah yang besar dan harus diserahkan kepada orang yang tepat, agar tidak disalahgunakan sebagai alat penindasan atau sarana untuk keuntungan pribadi. Pandangan serupa dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, di mana beliau menjelaskan bahwa jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt., di akhirat. Oleh karena itu, jabatan hanya boleh dipegang oleh individu yang kompeten dan memiliki sifat amanah. - Kepemimpinan Sebagai Sebab Kehinaan dan Penyesalan Jika Disia-siakan
Dalam Fathul Bari, syarah atas Shahih Bukhari yang ditulis oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, dijelaskan bahwa jabatan akan menjadi beban yang berat bagi seorang pemimpin yang tidak adil dan lalai dalam menjalankan amanahnya. Hadis-hadis yang membahas amanah kepemimpinan menunjukkan bahwa tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat sangatlah berat. Hal ini juga ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, yang menjelaskan bahwa jabatan adalah ujian yang berat dan dapat berujung pada kehinaan serta penyesalan bagi mereka yang tidak amanah dalam menjalaninya. - Pemimpin yang Amanah dan Kompeten Akan Selamat
Dalam Tafsir Al-Munir karya Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan bahwa seorang pemimpin yang menjalankan tugas dengan amanah dan baik akan mendapatkan pahala serta keberkahan dari Allah Swt. Mereka juga akan selamat dari kehinaan di akhirat. Sayyid Qutb dalam Ma’alim fi At-Tariq menekankan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan sekadar posisi, tetapi merupakan tanggung jawab besar. Pemimpin yang menjalankan tugasnya sesuai dengan syariat akan dilindungi oleh Allah Swt., dari kehinaan di akhirat. - Memilih Pemimpin Berdasarkan Kriteria, Bukan Keinginan Pribadi
Dalam Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Udzma karya Abdul Qadir Audah, dijelaskan bahwa kepemimpinan bukanlah hak individu, melainkan sebuah amanah yang harus diemban oleh orang-orang yang memenuhi kualifikasi tertentu. Pendapat ini sejalan dengan yang disampaikan dalam Fiqh As-Siyasah Asy-Syar’iyyah karya Dr. Muhammad Bakr Ismail, yang menegaskan bahwa pemimpin dalam Islam harus dipilih berdasarkan kriteria yang jelas, bukan atas dasar keinginan pribadi atau popularitas semata.
Kesimpulannya, salah satu syarat utama untuk menjadi seorang pemimpin dalam Islam adalah memiliki kekuatan, baik secara fisik maupun mental, serta kemampuan yang memadai. Kelemahan, baik dalam hal fisik, karakter, maupun kecakapan, dapat menghambat seorang pemimpin dalam menjalankan amanah dan tanggung jawabnya. Prinsip-prinsip ini menegaskan bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab besar yang membutuhkan individu yang benar-benar kompeten dan amanah.
Wallahu a’lam