Ketika Imam Fakhruddin Ar-Razi Ditegur Ibu-Ibu

majalahnabawi.com – Bernama lengkap Muhammad bin Umar bin Husain bin Ali at-Taimi al-Bakri at-Thabrastani ar-Razi. Lahir di kota Ray, Persia, Iran pada tahun 544 H/1147 M. Julukan yang populer dan biasa disebut adalah “al-Alamah al-Kabir Fakhruddin” atau “Imam ar-Razi”.

Beliau adalah seorang ulama yang memiliki keahlian mendalam pada setiap fan ilmu seperti Fikih, Filsafat, Sejarah, Akidah, dan khususnya dalam Usul Fikih dan Tafsir. Imam Adz-Dzahabi berkomentar tentang sosok ar-Razi:

الأُصُوْلِيُّ المُفَسِّرُ, كَبِيْرُ الْأَذْكِيَاءِ وَالْحُكَمَاءِ وَالْمُصَنِّفِيْنَ… وَانْتَشَرَتْ تَوَالِيْفُهُ فِي الْبِلَادِ شَرْقًا وغَرْبًا, وَكَانَ يَتَوَقَّدُ ذَكَاءً.

“Ar-Razi adalah seorang ahli usul fikih, ahli tafsir, intelektual besar, filusuf, dan penulis…karya-karyanya tersebar seantero negeri, timur dan barat. Orangnya sangat cerdas. ” (Siyar A’lam al-Nubala, juz:21 hlm:501)

Imam Ar-Razi Sebagai Ahli Usul Fikih Dan Tafsir

Dalam bidang usul fikih, karya ar-Razi ada dua, yaitu: al-Mahsul dan al-Mu’alim fi al-Usul al-Fiqh. Diantara dua kitab tersebut yang paling monumental adalah al-Mahsul. Kitab ini merupakan intisari (ringkasan) dan gabungan dari empat kitab usul fikih pokok, yaitu: al-Burhan, al-Mushtashfa, al-‘Umad dan al-Mu’tamad.

Ibnu Khaldun mengatakan: Di antara karya (usul fikih) terbaik yang pernah ditunjukan Mutakallimin adalah kitab al-Burhan, karya Imam al-Haramain, dan al-Mushtashfa karya Imam al-Ghazali. Kedua karya monumental ini berasal dari kalangan Asy’iriah. Ada juga kitab al-‘Umad, karya Abdul Jabbar, dan syarahnya al-Mu’tamad karya Abu al-Husain al-Bishri. Keduanya dari kalangan Mu’tazilah. Keempat kitab ini merupakan pilar dari disiplin ilmu usul fikih yang kemudian diringkas oleh dua ulama cendekiawan: Imam ar-Razi dengan kitab al-Mahsul dan Saifuddin dengan kitab al-Ihkam. (Muqaddimah Ibnu Khaldun, hlm:475)

Sementara dalam bidang tafsir adalah kitab Mafatih al-Ghaib, karya di akhir masa hidupnya. Kitab ini cukup berpengaruh dalam perjalanan keilmuan Islam, dengan mempraktikkan metode tahlil yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tafsir bi ar-Ra’yi/Tafsir Dirayah”

Imam Ar-Razi Ditegur Ibu-Ibu

Syekh Abdurrahman Hasan mencaritakan sosok Imam ar-Razi dalam kitabnya Al-Aqidah Al-Islamiah wa Asasiha, (hlm 46) bahwa suatu hari Imam ar-Razi bersama pengikut dan murid-muridnya sedang menyeberangi jalan raya. Saking banyak pengikut dan murid beliau membuat jalan itu macet dan meresahkan warga sekitar. Hingga salah satu ibu-ibu pun bertanya tentang sosok laki-laki yang mempunyai rombongan itu, “siapa dia?”

Murid Imam ar-Razi pun menjawab, “Beliau adalah Imam Fakhruddin ar-Razi yang mengetahui 1001 dalil tentang adanya Allah Swt.”

“Kalau dia tidak punya 1001 keraguan tantang adanya Allah, niscaya tidak akan butuh pada 1001 dalil itu” ujar si ibu-ibu.

Mendengar ucapan ini, si murid mengadukan pada sang guru. Lalu Imam ar-Razi mengatakan:

اللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ إِيْمَانًا كَإِيْمَانِ الْعَجَائِزِ

 “Ya Allah berilah saya iman seperti ibu-ibu itu”

Hikmah

Selama ini perempuan selalu dianggap separuh atau bahkan lebih rendah daripada laki-laki, baik secara akal atau agama. Salah satu contohnya adalah: dalam hal persaksian dua perempuan setara dengan satu laki-laki, hak waris perempuan lebih rendah (sedikit) dari laki-laki, dan lain sebagainya. Hal ini mungkin berlandaskan hadis yang berbunyi:

Saya belum pernah melihat wanita kurang akal dan agama namun mampu mengalahkan keteguhan lelaki yang berakal melebihi kalian wahai para wanita. Mereka para wanita pun bertanya: apa maksud kami kurang akal dan agama wahai Rasulallah? Nabi menjawab: bukankah persaksian satu wanita itu setara dengan separuh persaksian laki-laki? Mereka menjawab: iya benar. Nabi melanjutkan: itulah kurangnya akal. Dan bukankah wanita jika haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” HR. Bukhari

Namun, bukan berarti kurang akal dan agama membuat keyakinan/iman menjadi lemah. Karena keyakinan tidak berlandaskan akal, melainkan timbul dari hati nurani. Kisah di atas sudah cukup memberi pelajaran bagi kita. Imam ar-Razi seorang ulama cendekiawan, karyanya berjilid-jilid, justru berdoa agar diberi iman seperti ibu-ibu yang secara intelektual jauh di bawah beliau. Ini menunjukan bahwa secara keyakinan/iman boleh jadi perempuan jauh lebih mantap daripada laki-laki, meskipun secara intelektual di bawah rata-rata. Semoga kita juga diberi iman seperti ibu-ibu itu, Amin. Wallahu A’lam

Similar Posts