Ketika Seorang Ibu Tidak Mendoakan Anaknya

Majalahnabawi.com– Salah satu bentuk bakti anak terhadap orang tua adalah mendoakannya setiap saat. Selain kewajiban, juga membantu rezeki bagi si anak. Jika sang anak meninggalkan doa kepada kedua orang tua, sesungguhnya ia telah memutus rezekinya sendiri. Rasulullah Saw bersabda: “Jika seorang hamba meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya, maka itu akan memutus rezeki anak tersebut di dunia.” HR. Hakim

Orang Tua Mendoakan Anaknya

Tidak hanya anak, orang tua juga berkewajiban mendoakan anaknya. Apalagi orang tua adalah penyemangat bagi sang buah hati, khususnya seorang ibu. Ketika ingin berangkat ke sekolah, pondok, atau bahkan kuliah misalnya, maka yang diminta pertama kali oleh mereka adalah restu dan doa orang tua. Karena kesuksesan seorang anak, pasti tidak akan terlepas dari doa mereka.

Saling mendoakan antara anak dan orang tua tidak hanya ketika sama-sama hidup, melainkan terus berlanjut walaupun sudah wafat. Meskipun ada perdebatan antara ulama tentang sampainya doa kepada yang sudah meninggal, tetapi mayoritas mengatakan bahwa hal ini tidak mustahil terjadi. Doa dari orang yang masih hidup akan menjadi hadiah bagi yang sudah meninggal. Maka, ketika dari yang hidup tidak mendoakan untuk keluarganya yang sudah meninggal, dari manakah mayit akan mendapatkan hadiah atau kesenangan?

Kisah Seorang Anak yang Tak Didoakan Ibunya

Syekh Muhammad bin Abu Bakar dalam karyanya al-Mawa’idz al-Ushfuriyah menceritakan bahwa pernah suatu ketika seorang ibu lupa tidak mendoakan anaknya yang sudah meninggal. Diceritakan bahwa Tsabit al-Banani selalu berziarah ke makam pada setiap malam jum’at. Dia selalu bermunajat kepada Allah sampai waktu subuh. Pada saat bermunajat, ia tertidur dan bermimpi melihat penghuni kubur keluar dari kuburan mereka dengan pakaian yang sangat bagus dan berwajah putih bersih. Kemudian mereka diberi hidangan dengan berbagai macam makanan.

Di antara mereka ada seorang pemuda yang berwajah muram, berambut kusut, menampakkan kesedihan, mengenakan pakaian yang lusuh, dan tidak mendapatkan hidangan. Penghuni kubur yang lain kembali ke kuburannya dengan senang dan gembira, sedangkan pemuda itu kembali dengan susah dan sedih.

Tsabit bertanya: “Wahai pemuda, siapa kamu? Mereka mendapatkan hidangan dan kembali dengan gembira, sedangkan kamu tidak mendapatkan apapun dan kembali dengan kebingungan dan kesusahan.”

Doa Ibu Bagian dari Kebahagiaan

Pemuda itu menjawab: “Wahai Imam kaum muslimin, aku terasingkan dari mereka, aku tidak memiliki orang yang mengingatku dengan kebaikan dan doa, sementara mereka punya anak, kerabat, dan keluarga yang mengingat mereka dengan doa, kebaikan, dan sedekah setiap malam Jumat. Kebaikan dan pahala sedekah itu sampai kepada mereka. Aku punya seorang ibu, kami berdua berencana menunaikan ibadah haji, sesampai di kota ini ajal menjemputku, dan ibu menguburkanku di kota ini. Lalu ibuku menikah dengan seseorang, dia melupakanku dan tidak mengingatku dengan doa dan sedekah. Setiap saat aku selalu kebingungan dan kesusahan.”

Tsabit pun bertanya lagi: “Beritahu aku dimana rumah ibumu? Aku akan memberinya kabar tentang keadaanmu sekarang.”

Pemuda itu menjawab: “Wahai imam, ibuku berada di tempat ini, di rumah ini, tolong beritahu dia, jika tidak percaya kepadamu katakanlah bahwa di sakunya ada 100 mitsqal perak warisan dari ayahku, dengan bukti ini insyaAllah dia akan percaya kepadamu.”

Ketika Tsabit mencari dan bertemu dengan ibu pemuda tadi, dia langsung memberitahukan keadaan anaknya yang sudah meninggal dan perak yang ada di sakunya. Ibu pemuda itu pun pingsan mendengar cerita dari Tsabit. Setelah sadar, si ibu menyerahkan 100 mitsqal perak kepada Tsabit dan mengatakan: “Aku wakilkan kepadamu untuk menyedekahkan dirham ini atas nama anakku yang meninggal.” Kemudian Tsabit mengambil dan menyedekahkannya.

Pada malam jumat berikutnya, Tsabit kembali beraktifitas seperti biasa, yaitu berziarah ke makam-makam saudaranya. Ia pun tertidur lagi dan bermimpi seperti mimpi malam Jumat sebelumnya. Ia melihat pemuda itu sudah mengenakan pakaian yang bagus, caria lagi bahagia. Pemuda itu berkata: “Wahai Imam, semoga Allah menyayangimu sebagaimana kamu menyayangiku.”

Wallahu A’lam

Similar Posts