Keunikan dan Keistimewaan Al-Quran; Mukjizat Abadi
Majalahnabawi.com – Al-Quran merupakan kitab pedoman bagi umat Islam berisi petunjuk dan tuntunan yang mengatur kehidupan umat manusia menuju kemaslahatan, baik di dunia maupun di akhirat. Ia bagaikan air dan cahaya bagi Islam. Al-Quran adalah hikmah tertinggi bagi umat manusia. Ia adalah mukjizat abadi.
Sumber Utama Islam
Al-Quran adalah sumber hukum yang memiliki kedudukan pertama bagi umat Islam. Allah telah menempatkan di dalamnya seluruh perbendaharaan pengetahuan, rahasia kebenaran, dasar-dasar keadilan, jalan kebaikan, panduan etika, petunjuk dan sekaligus hukum.
Filosofi dan aturan hidup harus bersumber dari al-Quran. Prinsip-prinsip kehidupan dan sistem kepercayaan, ibadah dan kesempurnaan akhlak, pengendalian diri, kelurusan pikiran, keteraturan hubungan, terciptanya keadilan dan kebahagiaan hidup, tegaknya nilai-nilai sosial, semua itu tidak akan tercapai kecuali jika berlandaskan di atas dasar petunjuk al-Quran.
Upaya Mengungkap Rahasia Al-Quran
Para ulama di masa lalu dan masa kini selalu berusaha untuk menangkap dan menyingkap rahasia Al Quran. Mereka berusaha menggali mutiara-mutiaranya dan menambang emasnya masing-masing sesuai dengan bidang yang mereka dalami. Pembacaan al-Quran dapat menyucikan jiwa dengan beberapa cara. Ia membangkitkan berbagai nilai yang terkandung dalam tazkiyatun-nafs, menerangi hati, mengingatkannya, menyempurnakan fungsi-fungsi salat, zakat, puasa dan haji dalam mencapai maqam ubudiyah kepada Allah Swt.
Sesungguhnya al-Quran adalah sumber segala ilmu dan matahari yang mengorbit di atas segala ilmu dan tempat terbitnya. Allah Swt telah memasukkan di dalamnya pengetahuan tentang segala sesuatu dan telah menjelaskan di dalamnya apa yang benar dan apa yang salah. Anda dapat melihat bahwa setiap ulama mengambil darinya dan menjadikannya sebagai pedoman, sebagaimana seorang ahli hukum mengambil darinya dan mengeluarkan hukum halal dan haram. Seorang ahli Nahu mengambilnya sebagai kaidah i’rab dan merujuk kepadanya dalam mengetahui apa yang benar dan salah dalam sebuah kata. Seorang ahli Balagah menjadikan al-Quran sebagai standar untuk susunan kata yang paling baik dan paling teratur, dan keindahan bahasanya sebagai standar untuk berekspresi. Kisah dan cerita yang terkandung di dalamnya menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal.
I’jaz dalam Al-Quran
Dalam kitab al-Itqan kata al-Mu’jizah terambil dari akar kata a’jaza yang berarti melemahkan. Kata tersebut merupakan lawan kata dari al-Qudrah, yang berarti mampu. Sedangkan huruf marbutah “ta’” pada kata mu’jizah menunjukkan makna mubalaghah (superlatif), yaitu menguatkan. Mukjizat terbagi menjadi dua: mukjizat hissiyyah (fisik) dan mukjizat ‘aqliyyah (intelektual/ilmiah). Al-Quran tergolong ke dalam mukjizat ‘aqliyyah.
Mukjizat rasional (‘aqliyah) lebih didukung oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus Al-Quran sebagai mukjizat Nabi Muhammad atas umatnya dapat terlihat dari segi mukjizat ilmiah rasional. Itulah mengapa mukjizat al-Quran dapat bersifat kekal hingga hari kiamat. (Lihat: Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan Fi Ululmil Qur’an, Resalah Publisher, Beirut Lebanon).
Al-Quran adalah petunjuk yang menuntun manusia menuju kebahagiaan. Bagi manusia, selain sebagai kitab syariah, al-Quran juga merupakan kitab hikmah, ibadah, ubudiyah, kitab perintah dan dakwah. Al-Quran bukan hanya sebuah kitab zikir, tetapi juga sebuah kitab fikir. Ia merupakan satu-satunya kitab suci yang menghimpun semua kitab suci yang mewujudkan semua kebutuhan rohani manusia. Dengan demikian, kitab ini menunjukkan kepada setiap kelompok dari kelompok-kelompok yang berbeda yang terdiri dari para wali, shiddiqin, orang-orang bijak, dan para cendekiawan, sebuah risalah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing .
Sebagian besar penduduk Jazirah Arab pada waktu itu buta huruf. Oleh karena itu, mereka mengabadikan kebanggaan mereka, peristiwa-peristiwa bersejarah mereka, serta peribahasa, perkataan bijak, dan kebajikan moral mereka dalam bentuk puisi dan ujaran-ujaran retorik lainnya yang disampaikan secara lisan, bukan tertulis. Kata-kata bijak tertanam dalam pikiran dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebutuhan alamiah ini membuat mereka menjadikan kefasihan dan retorika sebagai barang yang paling laku. Sampai-sampai orang yang paling fasih berbicara di dalam suku menjadi pahlawan dan simbol kebanggaan.
Orang-orang yang akhirnya memimpin dunia dengan kecerdasan mereka setelah memeluk Islam sebelumnya adalah orang-orang yang paling unggul dalam bidang dialek di seluruh dunia. Sehingga Balagah menjadi sesuatu yang sangat berkembang dan sangat dibutuhkan sehingga menjadi hal yang paling mereka banggakan. Bahkan perang dan damai dapat terjadi antara dua kabilah hanya dengan sepatah kata yang diucapkan oleh orang yang paling fasih di antara mereka. Lebih dari itu, mereka menulis tujuh qasidah (kumpulan syair) dengan tinta emas oleh penyair mereka yang paling fasih dan menggantungkannya di dinding Kakbah. Tujuh kumpulan syair ini (Al-Muallaqat Al-Sabiah) kemudian menjadi simbol kebanggaan mereka.
Pada masa inilah, ketika Balagah mencapai puncaknya dan menjadi sangat populer, al-Quran Allah turunkan. Sama seperti mukjizat Nabi Musa (tentang sihir), dan mukjizat Nabi Isa (tentang pengobatan), karena yang berkembang saat itu adalah sihir (pada masa Nabi Musa) dan pengobatan (pada masa Nabi Isa). Al-Quran turun untuk menantang, dengan kefasihannya, kefasihan pada masa itu dan masa-masa selanjutnya. Ia menyerukan kepada orang-orang fasih di antara bangsa Arab untuk menandinginya dan membuat surah terpendek sekalipun menjadi setara dengannya. Al-Quran menantang seluruh umat manusia, jika ada kitab yang lebih hebat dari al-Quran, maka datangkanlah. Allah Swt berfirman:
وَاِنۡ کُنۡتُمۡ فِىۡ رَيۡبٍ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلٰى عَبۡدِنَا فَاۡتُوۡا بِسُوۡرَةٍ مِّنۡ مِّثۡلِهٖ وَادۡعُوۡا شُهَدَآءَكُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اِنۡ كُنۡتُمۡ صٰدِقِيۡنَ فَاِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلُوۡا وَلَنۡ تَفۡعَلُوۡا فَاتَّقُوۡا النَّارَ الَّتِىۡ وَقُوۡدُهَا النَّاسُ وَالۡحِجَارَةُ ۖۚ اُعِدَّتۡ لِلۡكٰفِرِيۡنَ
Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah 2 : 23-24)
Mukjizat yang dimiliki oleh para Nabi terdahulu berbeda dengan mukjizat yang Rasulullah Saw miliki. Di mana mukjizat mereka hanyalah mukjizat hissiyah (inderawi), karena pada hakikatnya mukjizat tersebut dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Mukjizat ini tidak bersifat abadi, dan hanya terbatas pada saat kejadian atau sampai meninggalnya Nabi yang bersangkutan. Sebagai contoh, Nabi Musa dengan tongkatnya dapat membelah laut ketika menyeberangi Laut Merah (Laut Qalzum) untuk kembali ke Palestina dari Mesir, dan juga dapat menjadi ular dan memakan semua ular ciptaan para penyihir Raja Fir’aun saat itu.
Demikian pula dengan mukjizat Nabi Isa, yang dapat menyembuhkan penyakit kusta, mata buta, dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah. Namun, mukjizat-mukjizat tersebut tidaklah kekal, mukjizat-mukjizat tersebut akan hilang seiring dengan wafatnya para Nabi. Menurut Imam Jalaludin as-Suyuthi, sebagian besar mukjizat yang Allah berikan kepada para Nabi yang ia utus bagi Bani Israil adalah mukjizat fisik, karena kelemahan dan keterbelakangan tingkat kecerdasan Bani Israil saat itu. Sebaliknya, mukjizat al-Quran yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Saw adalah mukjizat maknawi (rasional).
Alasan di balik pemberian mukjizat rasional kepada umat Nabi Muhammad adalah kematangan intelektual mereka yang relatif. Oleh karena itu, al-Quran merupakan mukjizat rasional, karena sisi kemukjizatannya dapat kita ketahui dengan kemampuan intelektual. Meskipun al-Quran tergolong sebagai mukjizat rasional, namun bukan berarti menafikan mukjizat fisik yang telah Allah anugerahkan untuk memperkuat pesannya.