Khusyuk Tanpa Muluk-Muluk

Majalahnabawi.com – Acap kali kita dengar suatu klaim yang berisi “shalat itu harus khusyuk! ”. Yang tentu saja statement itu bisa saja terjadi salah pemahaman di kalangan yang kurang mengerti tentang ashlul hukmi. Karena pada dasarnya khusyuk bukanlah sebuah keharusan (kewajiban) melainkan hanya sebuah anjuran (kesunnahan).

Hakikat Khusyuk

Syaikh Abu Bakar Syato’ Al-Dimyathi dalam kitabnya Hasyiyah I’anah Al-Thalibin juz 1 hal. 277 seputar kesunnahan-kesunnahan yang terdapat dalam shalat. Di antaranya adalah khusyuk itu sendiri. Lafadh khusyuk (خُشُوَعًا ) merupakan derivasi dari lafadh خَشَعَ yang secara etimologi berarti tunduk atau khidmat. Dan secara terminologi bermakna tiap-tiap sesuatu yang manakala bisa menambah pengetahuan atau keyakinan kita pada Allah, maka bertambah pula ketakutan kita serta terhadirkanlah Allah Swt.

Tak jarang segolongan dari kita dalam merealisasikan khusyuk sudah merasa benar. Benar dalam artian secara substansialnya. Di mana saat orang lain bertanya perihal formatnya kebanyakan dari kita masih menimbulkan pertanyaan apa dan bagaimana. Mungkin secara substansial kita sudah memahami terhadap orientasi khusyuk itu sendiri. Namun tentunya adalah hal yang urgent untuk mengetahui format suatu kekhusyuk-an, agar ibadah yang kita kerjakan menjadi  berlandaskan dasar dan tidak sembarangan.

Khusyuk termasuk A’malul Qulub atau A’malul Badan ?

Perlu kita ketahui para ulama berbeda pendapat perihal hakikat khusyuk itu sendiri. Apakah khusyuk itu termasuk a’malul qulub ataukah a’malul badan. Hujjatul islam  Al-Ghazaly berargumen dalam karyanya Ihya Ulumuddin (bab shalat) bahwa khusyuk merupakan a’malul qulub. Pendapat beliau senada dengan yang Syaikh Zainuddin Al-Malibary beserta ulama yang lain sampaikan. Di samping sebenarnya, sebagian ulama yang lain cenderung mengatakan bahwa khusyuk adalah seputar af’alul badan.

Mekanisme khusyuk versi a’malul qulub dapat kita wujudkan melalui cara membersihkan hati dengan tidak memikirkan segala sesuatu yang tidak seharusnya berada di hati. Sekalipun berhubungan dengan perihal akhirat seperti ingat surga atau neraka. Dan juga Imam Qadhi Husain menambahkan bahwa makruh hukumnya memikirkan hal hal duniawi sekalipun terkait seputar problematika fiqih.

Cara Mencapai Khusyuk

Bagi yang bertendensi mengatakan khusyuk merupakan a’malul badan, maka dapat mencapainya dengan cara-cara yang tertuang dalam kitab Hasyiyah I’anah Al-Thalibin juz 1 hal. 277 (cetakan maktabah salam). Yang di dalamnya dikatakan bahwa menurut sebagian ulama khusyuk dapat terwujud dengan memejamkan mata dan melirihkan suara namun tempatnya tetap di hati. Menurut sahabat Ali karramallahu wajhah khusyuk itu tidak menoleh ke kanan atau kiri. Menurut Ibnu Jubair khusyuk adalah ketika kita tak mengetahui seseorang di kanan kiri kita. Amir bin Dinar menyatakan bahwa khusyuk adalah diam tenang dan baiknya tingkah keadaan. Lain halnya bagi Ibnu Sirin, menurutnya khusyuk yaitu ketika tak mengalihkan pandangan dari tempat sujud. Berbeda lagi dengan Imam ‘Atho’ yang mengatakan bahwa khusyuk adalah ketika tak menggerakkan anggota tubuh yang dirasa tak perlu untuk digerakkan. Dan terakhir ada yang mengatakan bahwasannya khusyuk adalah memaksimalkan himmah saat shalat dan berpaling dari segala hal selain Allah SWT.

Ala kulli hal kiranya perlu kita ingat bahwasannya perbedaan interpretasi ulama tentang khusyuk dalam shalat, pastinya tak lepas dari suatu dalil dan hasil ijtihad masing masing. Yang pastinya sama sama benar. Sebab berlandaskan hadis   إِخْتِلَافُ أٌمَّتِيْ رَحْمَةٌ, “perbedaan pendapat umat (ulama)ku adalah rahmat.” Yang mana perbedaan itu laksana bintang bintang yang sama mencerahkan, sehingga kita bebas memilih diantara berbagai format khusyuk yang kita kehendaki dan kita mampu. Dan pada gilirannya kita tak perlu muluk muluk dalam format khusyuk. Sebab kalau ada yang mudah kenapa pilih yang susah ?.

Similar Posts