Menumbuhkan Rasa Cinta kepada Kiai Ali Mustafa Yaqub
Majalahnabawi.com – Menumbuhkan cinta kepada junjungan alam, Rasulullah Saw adalah hal yang wajib. Membaca, mendengar dan mempelajari kisah hidup beliau Saw adalah salah satu cara menumbuhkan rasa cinta itu. Dengan adanya cinta, meskipun beliau Saw telah wafat, namun hati ini senantiasa selalu ingin menyebutnya, melalui lantunan sholawat.
Tak hanya menumbuhkan cinta kepada Rasulullah Saw. Menumbuhkan rasa cinta kepada seorang guru pun adalah hal yang wajib, terlebih bagi kalangan penuntut ilmu atau santri. Siapa sangka, bahwa cinta kepada guru mampu membuat pelajar lebih mudah memahami pelajaran. Mengutip kalam guru “boleh jadi rasa cintamu kepada gurumu, membuatmu lebih mudah dalam memahami pelajaran.”
Dalam sebuah majelis ilmu, Ustaz Ulin Nuha, salah seorang Ustaz yang sering bertemu langsung dengan Kiai Ali, menceritakan sosok Kiai Ali Mustafa kepada kami. Beliau menceritakan beberapa kisah ketika berdakwah dan dalam kehidupan bermasyarakat. Alhasil dengan mendengarkan kisah beliau, tumbuh rasa cinta dan rasa rindu ingin bertemu dengan beliau.
Sosok yang Dermawan
Ustaz Ulin bercerita bahwa, Kiai Ali Mustafa Yaqub adalah pribadi yang hidup untuk berdakwah, bukan mencari hidup dari dakwah. Suatu ketika, Kiai Ali baru saja kembali dari acara seminar yang diselenggarakan oleh badan nasional penanggulangan terorisme (BNPT), kemudian beliau bertemu dengan Ustaz Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah yang saat itu menjadi kepala madrasah. Mengetahui kondisi keuangan madrasah yang minim, tanpa pikir panjang Kiai Ali langsung mengambil amplop yang berisikan uang dan memberikannya kepada kepala sekolah untuk belanja keperluan madrasah.
Ini menunjukkan bahwa Kiai Ali adalah sosok yang tak perhitungan dalam urusan dakwah. Tak hanya itu, suatu ketika Majalah Nabawi kekurangan dana untuk menerbitkan majalah. Saat itu Majalah Nabawi belum berupa website atau media online, melainkan masih berupa media cetak biasa. Agar terus menerbitkan majalah, kendati Kiai Ali menggunakan uang saku pribadi beliau untuk mendanai Majalah Nabawi yang kebetulan saat itu diketuai oleh Ustaz Ulin Nuha.
Lagi-lagi Kiai Ali sangat loyal dalam urusan dakwah. Tak terbesit dalam benak beliau untuk pikir panjang dalam urusan dakwah. Bahkan di kesempatan lain, ada seseorang yang menelepon beliau dan mengaku dari panti asuhan, ada juga yang mengaku dari yayasan pondok pesantren untuk meminta sumbangan. Tanpa pikir panjang, entah orang tersebut adalah seorang penipu atau bukan, beliau senantiasa membantu. Seperti dawuh beliau “entah dia seorang penipu yang hendak menipu kita, yang penting niat kita untuk bersedekah maka selesai sampai di situ. Selebihnya urusannya dengan tuhan”
Seperti sabda Rasulullah Saw:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal perbuatan itu diiringi dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap insan akan memperoleh menurut apa yang diniatkan.”
Jalan Dakwah
Menumbuhkan cinta kepada guru tak hanya dengan mendengarkan kisah hidupnya, dengan membaca karya-karyanya pun dapat menumbuhkan rasa mahabbah kita kepada guru. Kiai Ali adalah seorang guru yang memiliki banyak karya. Tak hanya karya yang berbahasa Indonesia, bahkan beliau juga menulis karya dengan bahasa Arab dan Inggris, semata mata untuk dakwah.
Ibarat botol yang penuh namun selalu terisi air, maka akan tumpah. Demikianlah dengan doa yang selalu dipanjatkan untuk beliau. Harapan seorang santri adalah mendapatkan luberan keberkahan dari beliau. Sangat su’ul adab seorang1 santri yang enggan mendoakan gurunya. Siapa sangka dengan selalu mendoakan beliau pun dapat menumbuhkan rasa mahabbah kepada beliau.