Kiai Rasiman dan Ibadah Haji
Majalahnabawi.com – Kiai Ahmad Muhammad Rasimin adalah satu nama yang mungkin tidak familiar di kalangan kita. Akan tetapi di balik tidak populernya beliau, tersimpan sebuah nilai yang patut menjadi pelajaran bagi kita dan masyarakat pada umumnya.
Kisah ini dipetik dari pengalaman kami ketika suatu hari diundang untuk berkhotbah di salah satu masjid di suatu kampung yang dikenal dengan nama kampung Jaha, yang berjarak sekitar 4 kilometer selatan Anyer, Cilegon. Sebelum berkhotbah kami diminta untuk memberikan ceramah selama kurang lebih 20 menit dengan menggunakan pengeras suara. Kemudian kami diminta untuk membaca teks khotbah berbahasa Arab selama 5 menit dengan tanpa pengeras suara. Setelah itu kami makan siang di kediaman Kiai Rasimin.
Kiai Ahmad Muhammad Rasimin adalah seorang kiai yang mengasuh sebuah pesantren salaf di kampung Jaha. Beliau adalah orang yang sangat sederhana. Itu terlihat dari kediaman beliau yang hanya terbuat dari bilik-bilik bambu yang bahkan tidak lebih bagus daripada bilik-bilik yang ditempati santri-santrinya. Di kediamannya juga tidak terlihat adanya kendaraan bermotor, apalagi mobil.
Para santri tinggal di gubuk-gubuk yang terbuat dari bambu. Antara pesantren putra dan putri dipisah oleh satu sungai kecil. Santri putra mandi di kolam yang dialiri sungai tadi, sedangkan santri putri mandi di kamar mandi milik masjid kampung.
Tawaran Ibadah Haji
Kiai Rasimin adalah sosok kiai yang sangat tawadhu’. Suatu hari beliau diminta oleh wali kota Cilegon pada waktu itu untuk menunaikan ibadah haji, karena Kiai Rasimin belum pernah sama sekali menunaikan rukun Islam yang kelima itu. Pada waktu itu biaya haji sebesar tujuh juta rupiah. Akan tetapi tawaran tersebut beliau tolak dengan alasan beliau masih belum wajib berhaji karena tidak mampu.
Beliau menyarankan agar uang tersebut dipergunakan untuk membangun jembatan yang akan menghubungkan kampung bagian timur dan barat. Sehingga manfaatnya lebih besar dan pahalanya akan terus mengalir karena ekonomi kampung -dengan adanya jembatan tersebut- menjadi lebih sejahtera dan semarak. Sedangkan jika dipergunakan untuk biaya berhaji beliau, pahalanya akan sedikit. Saran itu pun diterima oleh walikota Cilegon tadi.
Ketika berkunjung ke kampung Jaha beberapa waktu yang lalu, kami melihat bahwa jembatan tersebut sudah selesai dibangun. Kami sangat mengagumi Kiai Rasimin yang lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingannya sendiri. Barangkali perilaku di negeri kita yang seperti Kiai Rasimin ini jarang dijumpai. Kebanyakan oknum-oknum kiai justru bersikap sebaliknya, mereka merengek-rengek kepada penguasa agar bisa diberangkatkan haji.