Kisah Cinta Beda Agama di Zaman Nabi
Majalahnabawi.com – Kisah cinta beda agama sempat menjadi topik yang ramai dibicarakan. Selain karena topik tentang cinta selalu memiliki pembaca setia juga karena tidak sedikit orang yang mengalami kerumitan kisah cinta beda agama. Kisah cinta beda agama tidak hanya ada pada masa sekarang bahkan ada pada masa Nabi. Tokoh utama dalam kisah ini bahkan adalah Putri pertama baginda Nabi sendiri.
Zainab binti Rasulullah adalah putri pertama baginda Nabi, beliau lahir pada saat baginda Nabi berusia 30 tahun. Ada perbedaan pendapat apakah beliau lahir sebelum sayyidina Qasim atau sesudahnya. Beliau baru Hijrah setelah Perang Badar Tahun 8 Hijriyah dan sebelumnya tertahan di Mekkah.
Suami Beliau adalah Abu al-Ash bin Al-Rabi’ bin Abdul ‘Uzza. Nasabnya masih bersambung kepada Abdul Manaf bin Qushay kakek buyut Baginda Nabi. Ada yang mengatakan bahwa nama aslinya adalah Luqaith dan ada yang mengatakan namanya adalah Husyaim atau Mahsyam namun pendapat pertamalah yang paling masyhur.
Kisah Cinta dan Sebuah Kalung yang Teteskan Air Mata
Saat Baginda Nabi Hijrah Sayyidatina Zainab tertahan di Mekah. Pada masa itu Abu al-‘Ash merupakan bagian dari kafir Mekah. Entah kecintaannya terhadap Sayyidatina Zainab yang atau kebenciannya terhadap islam yang membuatnya menahan Istrinya untuk hijrah ke Madinah.
Pada tahun ke-2 Hijriyyah Abu al-‘Ash mengikuti perang badar dari pihak kafir Mekah. Kekalahan kafir mekah membuatnya menjadi tawanan dan harus menebus harga untuk kemerdekaannya. Untuk membayar itu ia menyerahkan beberapa harta dan salah satunya adalah kalung milik istrinya tercinta. Kalung ini adalah pemberian dari Sayyidatina Khadijah kepada Sayyidatina Zainab. Kemudian setelah ia menyerahkan kalung itu dengan berat hati Baginda Nabi menyerahkan kembali kalung itu agar ia mengembalikannya kepada Sayyidatina Zainab dan memintanya mengantarkan Zainab ke madinah.
Abu al-‘Ash benar-benar mencintai Sayyidatina Zainab, bahkan ketika orang-orang musyrik mekah menyuruh dia untuk menceraikannya dia menolak dengan tegas. Setelah ia mengantarkan Sayyidatina Zainab ke Madinah ia kembali ke mekah dan masih dalam keadaan kafir. Kejujurannya untuk menepati janjinya membawa Sayyidatina Zainab ke Madinah Membuat Rasul kagum dan berkata:
“حدثني فصدقني ووعدني فوفى لي”
“Ia mengatakan sesuatu kepadaku dan berkata jujur, dan telah berjanji kepadaku dan menepati janjinya”
Akhir Kisah yang Bahagia
Ketika ia menetap di mekah pada suatu hari ia pergi membawa harta untuk berdagang. Saat itu mereka bertemu dengan tentara utusan dari madinah yang sedang berperang. Tentara itu pun mengambil harta mereka sebagai rampasan perang dan menawan beberapa orang untuk dibawa ke madinan. Abu al-‘Ash berhasil kabur dan kemudian meminta perlindungan kepada Sayyidatina Zainab dan beliau pun melindunginya.
Pada suatu hari saat waktu shubuh Sayyidatina Zainab mengumumkan bahwa ia telah melindungi Abu al-‘Ash. Kemudian Baginda Rasul datang menemuinya dan Sayyidatina Zainab mengatakan bahwa Abu al-‘Ash meminta harta dagangannya. Nabi pun mengumpulkan tentara yang diutusnya dan mengabarkan hal tersebut juga menyerahkan keputusannya kepada mereka. Mereka pun bersedia mengembalikan harta tersebut.
Setelah menerima harta dagannya kembali ia pun kembali ke Mekah dan menyerahkan harta dagangannya kepada orang-orang dan mengucapkan:
“أشهد الا اله الا الله و اشهد ان محمدا رسول الله”
Kemudian ia kembali ke Madinah dan menyampaikan keislamannya juga menjadi muslim yang baik. Kemudian Rasulullah mempersatukan kembali mereka setelah dua tahun hingga maut memisahkan mereka. Sayyidatina Zainab meninggal lebih dahulu dari Abu al-‘Ash dan kemudian pada tahun ke-12 Hijriyah Abu al-‘Ash menyusulnya.
Kisah mereka membuktikan bahwa kisah cinta beda agama tidak selamanya berakhir ambyar. Islam tidaklah memisahkan mereka yang saling mencintai melaikan memperkuat cinta mereka dan menyatukannya.