Konsep Cinta Abu Thalhah: Saling Menerima dan Saling Memahami

Majalahnabawi.comKonsep cinta Abu Thalhah adalah saling menerima, memahami, dan mengorbankan diri demi meraih kecintaan yang Allah ridhai.

Mungkin setelah mendengar kata cinta, akan terbesit pula kata “menerima”. Menerima satu sama lain dengan segala hakikat, dan kekurangan yang ada padanya. Menerima segenap kekosongan yang mungkin belum sempurna. Rasa menerima akan muncul pula ketika kita mendahuluinya dengan saling memahami akannya.

Mari kita sedikit mengulik konsep cinta Abu Thalhah al-Anshari, seorang saudagar kaya dari kalangan Anshar yang jatuh hati pada Ummu Sulaim binti Milhan, ibunya Anas bin Malik. Nama aslinya adalah Zaid bin Sahl bin al-Aswad bin Harm bin Amr bin Malik bin al-Najjar al-Khazraji. Yang mana pada saat itu, ia mencoba melamar Ummu Sulaim setelah suaminya Malik bin Nadhar meninggal dunia. Abu Thalhah merasa kagum akan kecantikan dan kecerdasan Ummu Sulaim. Singkat cerita, ketika Abu Thalhah mendatangi Ummu Sulaim, ia mengetahui bahwa Ummu Sulaim telah masuk Islam berkat dakwah Mush‘ab bin Umayr, akan tetapi ia tetap bertekad untuk meminangnya. Ketika Abu Thalhah mencoba mengutarakan maksudnya, ia menawarkan mahar berupa emas dan perak terhadapnya, akan tetapi Ummu Sulaim menolaknya dan memilih untuk menggantinya dengan mengajaknya masuk Islam.

Tanpa berfikir panjang, walaupun ia berat untuk meninggalkan agamanya dan berkat ketulusan dan rasa menerima yang ada pada dirinya ia pun menyanggupinya lalu mendatangi Rasulullah untuk mengikrarkan keislamannya. Berita inipun tersebar di berbagai penjuru negeri dan banyak orang yang berkata, ‘Tidak pernah kami dengar ada mahar yang lebih mulia daripada maharnya Ummu Sulaim, karena maharnya adalah Islam’.

Kisahnya Termaktub dalam Hadis

Hal ini telah tercantum pada kitab Sunan al-Nasai nomor 3288 kitab pernikahan bab menikah dengan keislaman, pada periwayatan Anas bin Malik:

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: تَزَوَّجَ أَبُو طَلْحَةَ أُمَّ سُلَيْمٍ فَكَانَ صِدَاقُ مَا بَيْنَهُمَا الْإِسْلَامَ، أَسْلَمَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ قَبْلَ أَبِي طَلْحَةَ فَخَطَبَهَا فَقَالَتْ: إِنِّي قَدْ أَسْلَمْتُ فَإِنْ أَسْلَمْتَ نَكَحْتُكَ. فَأَسْلَمَ فَكَانَ صِدَاقَ مَا بَيْنَهُمَا

Telah mengabarkan kepada kami oleh Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Musa dari Abdullah bin Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas, ia berkata; Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dan mahar perkawinan keduanya adalah Islam. Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Lalu Abu Thalhah melamarnya dan Ummu Sulaim menjawab: ‘aku telah masuk Islam, jika engkau masuk Islam maka aku akan menerima nikahmu’. Lalu ia masuk Islam dan itulah mahar keduanya.

Selain itu, sikap menerima yang ada pada Abu Thalhah bukan hanya dengan masuk Islam saja, akan tetapi menerima pula ketika anaknya Abu Umair meninggal dunia. Dengan ketabahan yang mereka berdua miliki, Rasulullah Saw pun kemudian berdoa “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian berdua itu”. Doa Rasulullah Saw pun Allah ijabah. Ummu Sulaim kemudian dikaruniai seorang anak, ia menamakannya Abdullah bin Thalhah. Darinya, lahirlah keturunan-keturunan saleh lagi hafal al-Quran.

Maka, konsep cinta bukan hanya saling berhubungan dan berkomunikasi  saja, akan tetapi ada di dalamnya rasa menerima dan mengiringinya dengan saling memahami agar mencapai ridha ilahi.

Similar Posts