Larangan Berbohong untuk Membuat Orang Tertawa
Rasionalika.darussunnah.sch.id x Majalahnabawi.com – Berbohong dalam keadaan apapun adalah perilaku yang sangat dikecam dalam Islam. Rasulullah Saw. mengingatkan kita agar tidak mengucapkan kata-kata yang mengandung kebohongan, baik itu serius maupun sekadar bercanda. Terlebih lagi, jika kebohongan tersebut hanya orang lakukan untuk menghibur atau membuat orang lain tertawa. Bahkan, orang yang melakukan perbuatan tersebut akan tergolong ke dalam golongan orang yang celaka. Sebagaimana hadis Nabi dalam riwayat Abu Dawud:
عن بَهْزِ بْنِ حَكِيم قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عن أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّه صلى الله عليه وسلم -يَقُولُ ويَلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، ويلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
.أبو داود : سليمان بن الأشعث بن شداد بن عمرو بن إسحاق بن بشير الأزدي السجستاني
Artinya:
Dari Muawiyah bin Haydah al-Qusyairi R.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa. Celaka baginya, celaka baginya.” HR. Abu Dawud (202 H – 275 H : 73 tahun).
Istifadah
Hadis ini mengandung peringatan yang keras terhadap siapa pun yang berbohong untuk membuat orang lain tertawa. Dalam hadis ini, Rasulullah Saw. menggunakan kata “ويل” sebanyak tiga kali yang menunjukkan betapa besar ancaman dan keburukan yang akan orang tersebut terima. Kata ini dalam bahasa Arab berarti kecelakaan besar atau azab yang dahsyat. Ada beberapa poin penting dari para sarjana Muslim yang berasal dari kitab mereka mengenai penjelasan hadis ini:
1. Faidul Qadir – Al-Munawi
Dalam kitab ini, terdapat penjelasan bahwa Nabi Muhammad mengulangi kata “ويل له” (celaka baginya) sebanyak tiga kali sebagai penegasan terhadap besarnya ancaman bagi orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Hal ini karena berbohong sendiri adalah perbuatan tercela yang bisa menimbulkan banyak keburukan dan aib. Terlebih lagi, jika kebohongan tersebut ditambah dengan tujuan untuk membuat orang tertawa, yang mana hal ini akan mengeraskan hati, membuat lupa, dan menurunkan kecerdasan, maka ia menjadi dosa yang lebih besar.
2. Subulus Salam – Muhammad bin Ismail al-Shan’ani
Kitab ini menekankan bahwa hadis ini sejalan dengan banyak hadis lain yang mengharamkan dusta secara umum. Misalnya, hadis yang menyatakan, “Jauhilah olehmu dusta, karena dusta membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka.” Dusta dikaitkan dengan berbagai perilaku buruk lainnya seperti kefasikan, dan jika seseorang terus-menerus melakukan kebohongan, maka ia akan tercatat sebagai pendosa besar di sisi Allah.
3. Fathu Dzil Jalal wal Ikram – Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Dalam kitab ini terdapat penjelasan bahwa berdusta untuk membuat orang lain tertawa adalah haram, bahkan termasuk dalam dosa besar karena Nabi Saw. mengancamnya dengan kata “ويل” yang menunjukkan ancaman neraka. Hadis ini juga mengingatkan bahwa apa yang terjadi dalam sandiwara atau drama yang melibatkan kebohongan untuk menghibur juga masuk dalam larangan ini.
4. Taudhihul Ahkam – Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam
Penjelasan dari kitab ini menyebutkan bahwa kata “ويل” bisa berarti kehancuran atau sebuah lembah di neraka. Dusta untuk menghibur orang lain juga termasuk sebagai bentuk dosa yang akan mendatangkan kehancuran bagi pelakunya. Dalam Al-Quran, banyak ayat yang melarang berbicara tanpa dasar ilmu, seperti dalam surah Al-Isra ayat 36 dan surah Qaaf ayat 18 yang mengingatkan bahwa setiap perkataan akan malaikat catat. Kecuali dalam kondisi tertentu seperti menyelamatkan nyawa atau dalam peperangan, dusta tidak termasuk yang mendatangkan kehancuran bagi pelakunya.
Dengan demikian, hadis ini tidak hanya memperingatkan terhadap bahaya dusta tetapi juga menekankan pentingnya kejujuran dalam segala keadaan.
Wallahu a’lam.