LIVING HADITH DAN PRIBUMISASI SUNNAH; Mengenang Sumbangsih Dr. Alfatih Suryadilaga (1974-2021)

Majalahnabawi.com – Awal bulan ini, 2 Februari 2021, Dr. Muhammad Alfatih Suryadilaga Alfatih Suryadilaga berpulang. Ucapan bela sungkawa mengalir deras dari berbagai kalangan. Mulai dari lingkungan civitas kampus, pesantren, asosiasi, ormas, ataupun masyarakat pada umumnya. Hal ini menunjukan kiprah dakwah dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu membekas dan banyak masyarakat merasakannya.

Bagi pelajar hadis, sumbangsih putra KH. Miftahul Fattah Amin Pesantren al-Amin Tunggul Paciran Lamongan itu sangat besar. Alumni MQ Tebuireng Jombang ini adalah tokoh terbentuknya Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Puluhan karya buku dan tulisan di jurnal terkait kajian hadis sangat berbobot dan signifikan. Konsep yang sering jurnal itu angkat adalah living hadith.

Malam kemarin, tepatnya sabtu malam 20 Februari 2021, dalam rangka mengenang sumbangih Dr. Alfatih Suryadilaga, mahasantri hadis Darus-Sunnah Jakarta mengadakan diskusi edisi khusus. Ada 4 tulisan hasil riset Dr. Alfatih Suryadilaga yang mereka kaji.

Tulisan-tulisan Fatih Suryadilaga

Pertama, “Model-model Living Hadis Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta”. dalam jurnal Al-Qalam, Vol. 26, No.3 tahun 2009. Dalam tulisan ini, living hadith sebagai fenomena hadis yang sudah menjadi tradisi di masyarakat. Living hadith di Pondok Pesantren AI-Munawwir dan Ali Maksum Krapyak klasifikasinya dalam tiga tradisi; tradisi oral, tradisi tulis dan tradisi praktek. Di samping faktor motivasi keagamaan yang membentuk tiga tradisi ini, adanya akulturasi budaya lokal (budaya Jawa) dengan metode pemahaman hadis meyebabkan tradisi living hadith.

Kedua, tulisan berjudul “Kajian Hadis di Era Global” dalam Jurnal ESENSIA, Vol. 15, No. 2, September 2014. Dalam tulisan ini, banyak geliat kajian hadis mengulasnya di tengah dinamika perkembangan teknologi. Dimana akses pencarian hadis dan studi hadis dengan mudah ditemukan melalui media internet.

Demikian juga software yang dapat mencadi acuan untuk menilai otentifikasi hadis sangat mudah untuk mengaksesnya. Lebih dari itu, seseorang dengan mudah dapat mengkaji kitab hadis yang pada zaman sebelumnya sangat tidak mungkin dapat dikaji. Kenyataan ini merupakan sesuatu yang menjadi dasar adanya perubahan yang sangat mendasar dalam perkembangan hadis.

Hadis Isbal dan Jenggot

Ketiga, tulisan berjudul “Fenomena Isbal dan Memanjangkan Jenggot: Analisis Sejarah-Sosial Hadis Nabi Muhammad”, dalam Indonesian Journal of Islamic Literature and Muslim Society, Vol. 3, No. 2, 2018. Penelitian ini berdasar atas fenomena masyarakat dengan jenggot tebal dan anti-isbāl (kain di bawah mata kaki) telah menjadi karakter di beberapa lapisan umat Islam. Titik tekan pelarangan celana di bawah mata kaki adalah adanya kesombongan orang yang mengenakannya. Maka bisa dipahami bahwa yang perlu dihindari adalah kesombongan itu sendiri, bukan celana di bawah mata kaki.

Keempat, tulisan dengan judul “Dinamika Studi Hadis di PP Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang: Dari Klasikal Hingga Ma’had ‘Aly” dalam AL QUDS; Jurnal Studi Alquran dan Hadis vol. 3, no 2, 2019. Artikel ini mengkaji kurikulum hadis di tingkat MTs, MA dan Ma‘had Aly PP Hasyim Asy‘ari Tebuireng Jombang.

Kesimpulan

Temuannya adalah bahwa kajian hadis semakin meningkat dan mendalam dengan adanya Ma‘had Aly. Kajian Hadis di dalamnya telah menjangkau beragam kitab hadis. Hal ini berbeda dengan tradisi pembacaan kitab hadis di level bawahnya. Yakni berkisar pada dua kitab; Bulughul Maram dan Riyadush Shalihin. Karena itu, Ma’had Aly sangat penting dan strategis. Baik dalam rangka medinamisasikan kajian living hadith ataupun pribumisasi sunnah.

Similar Posts