Mahasiswa Sebagai Penjaga Stabilitas Kehidupan Masyarakat

Majalahnabawi.com – Banyak julukan yang dapat disematkan kepada mahasiswa; tentu bukan Kupu-kupu (Kuliah-Pulang Kuliah-Pulang), Kuda-kuda (Kuliah-Danus Kuliah-Danus), atau bahkan Kura-kura (Kuliah-Rapat Kuliah-Rapat) yang dimaksud. Anak muda calon sarjana ini digadang sebagai penerus estafet kepemimpinan suatu bangsa, kaum intelektual muda, dan berperan sebagai hati nurani masyarakat. Tentu ada makna khusus di balik pemberian label ‘maha’ pada kata ‘mahasiswa’. Lantas, apa sebenarnya makna mahasiswa? Eksistensinya? Dan apakah selama ini kita telah layak disebut mahasiswa?

Pengertian Mahasiswa

Status mahasiswa disandang oleh seseorang yang sedang menempuh pendidikan lanjutannya di perguruan tinggi (KBBI). Atau, siapa pun yang terdaftar sebagai pelajar di sebuah jenjang pendidikan tertinggi, baik institut, akademi, atau universitas pada umumnya dapat disebut mahasiswa. Pada dasarnya, definisi mahasiswa tidak sesempit itu. Adapun pengertian di atas hanya berupa syarat administratif bagi seseorang yang kemudian disebut mahasiswa.

Makna mahasiswa mengalami perluasan mengenai eksistensinya sebagai pelajar. Mahasiswa yang terdiri dari dua kata, ‘maha’ dan ‘siswa’ (pelajar tertinggi), mengandung makna bahwa mereka bukan sebatas subyek pembelajar yang mendengarkan tausyiah dosen di bangku perkuliahan, pulang ke rumah, mengerjakan tugas, mempersiapakan diri untuk menghadapi ujian semester, lalu meraup IPK tinggi. Lebih dari itu. Dengan nilai lebih yang dikantonginya berupa kesempatan untuk terus mengasah tingkat intelektual, emosional, dan sosialnya, mereka dituntut menjadi ikon perubahan, pengabdi, dan pribadi yang tanggap akan isu-isu sosial masyarakat dan permasalahan umat serta bangsanya.

Sejarah Perjuangan Mahasiswa

Berbicara sejarah bangsa Indonesia artinya berbicara mengenai mahasiswa. Akan banyak kita temukan campur tangan mereka pada perjalanan panjang pergerakan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Tahun 1908 menjadi langkah awal mereka dalam mengilhami pergerakan nasional dengan didirikannya Boedi Oetomo oleh para pemuda, pelajar, dan mahasiswa STOVIA—singkatan dari School tot Opleiding van Inlandsche

Artsen atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra, kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia—dan menjadi wadah perjuangan dengan sistem pengorganisasian modern pertama.

Mahasiswa dengan bantuan para intelektual, aktivis pemuda, dan para kaum terpelajar lainnya yang dimotori oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) berhasil mencetuskan Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II 26-28 Oktober 1928, sekaligus menandai munculnya kebangkitan dan generasi baru pemuda Indonesia saat itu. Peran angkatan muda yang dihuni para mahasiswa dan dikomandoi oleh Chairul Saleh dan Soekarni sukses menculik Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok untuk mendesak keduanya agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Kemudian peristiwa ini menjadi cikal bakal dilantunkannya proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Puncaknya, kolaborasi antara aliansi mahasiswa dengan kelompok buruh menjadi aktor utama dalam restrukturisasi kepemimpinan NKRI pada masa reformasi 1998, dengan capaian lengsernya Soeharto dari pos kekuasaan setelah 32 tahun menjabat. Yang terbaru, September 2019, ribuan mahasiswa “menyemuti” kompleks parlemen dengan tujuan menuntut adanya pencabutan revisi UU KPK dan penundaan RUU.

Serangkaian upaya yang dijalankan kawan-kawan mahasiswa di atas bukan tanpa tujuan, apalagi untuk memporak-porandakan tatanan sosial bangsa ini. Tapi, semata-mata untuk menjalankan tugasnya dalam menyampaikan aspirasi rakyat, menyalurkan apa yang mereka keluhkan, rasakan, dan suarakan; juga menjaga eksistensi bangsa dari disintegrasi sebagai bentuk perwujudan dari idiom hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman) yang telah dicontohkan para kiai dan ulama Nusantara terdahulu—terkhusus NU.

Peran dan Fungsi Mahasiswa

Harapan besar masyarakat yang tertanam pada pundak mahasiswa menjadikannya memikul beban berat berupa peran dan fungsi mereka bagi masyarakat, umat, serta bangsanya. Berikut peran serta fungsi mahasiswa:

  1. Sebagai Agent of Change atau agen perubahan. Dengan modal ilmu, gagasan, serta pengetahuan yang dimilikinya, mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam menggerakkan masyarakat menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Di masa emasnya saat ini, bukan lagi waktu mereka untuk berbisu dan acuh akan kondisi sosial masyarakatnya, tapi mengamati, bergerak, dan melakukan perubahan secara nyata.
  2. Sebagai Guardian of Value atau penjaga nilai-nilai. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan tradisi serta budayanya. Nilai-nilai luhur tertuang dalam tatanan sosial masyarakat bangsa Indonesia. Sudah menjadi tugas utama mahasiswa beserta masyarakat Indonesia untuk menjaga itu semua. Terlebih hari ini menginjak era globalisasi yang memaksa kita untuk berupaya lebih keras lagi dalam memelihara nilai-nilai tersebut. Bila tidak, konsekuensi besar akan menghampiri, jati diri yang dimiliki bangsa ini sejak ribuan tahun lamanya niscaya akan tergerus.
  3. Sebagai Iron Stock, yang berarti persediaan besi. Besi memiliki tekstur kuat dan akan berkarat seiring berjalannya waktu. Besi yang berkarat akan kehilangan fungsinya, sehingga harus digantikan dengan besi baru yang lebih baik. Mahasiswa adalah besi baru yang akan menduduki pos-pos yang ditinggal para pendahulunya. Menjadi penjaga bagi eksistensi agama serta bangsanya.
  4. Sebagai Moral Force atau kekuatan penjaga moral. Mahasiswa merupakan pemegang status pendidikan tertinggi pada struktur pendidikan di Indonesia. Status yang disandangnya ini menuntut mereka agar memiliki moral yang sama tingginya. Tak hanya itu, mereka pun diharapkan dapat menjadi contoh dan penggerak perbaikan moral bagi kehidupan sosial masyarakat.
  5. Sebagai Sosial Control atau pengontrol kehidupan sosial. Fungsi terakhir yang diperankan mahasiswa adalah sebagai pengontrol kehidupan sosial masyarakat, bangsa, dan negara. Menjadi jembatan bagi masyarakat dalam memberikan saran, kritik, serta solusi atas kebijakan pemerintah yang dianggap menyalahi cita-cita dan nilai luhur bangsa.

Upaya Pengimplikasian Peran Mahasiswa

Berbagai upaya dalam rangka mengimplementasikan peran serta fungsi mahasiswa dapat diterapkan dengan motif yang sesuai dengan kondisi aktual, fashion dan bakat setiap individu. Seperti mahasiswa semiustaz yang terikat dengan sebuah lembaga Islam berinovasi dengan melibatkan dunia digital sebagai sarana dakwah mereka, Agent of Change; Guardian of Value, terlibat dalam kegiatan bantuan sosial “terdampak covid” dalam rangka memelihara rasa empati antarsesama; mahasiswa kader ulama sebagai Iron Stock dengan mengikuti program biksah (program pesantren Darus-Sunnah Ciputat berupa pengutusan tenaga dakwah ke pelosok Nusantara, dalam hal ini Papua); Mahasiswa Kumon (Kuliah-Mondok) atau mereka yang pernah mengenyam pendidikan pesantren yang terkenal akan kematangan spiritual dan keluhuran moralnya—tidak bertujuan mempersempit makna—dapat menjadi teladan masyarakat dalam menerapkan peran Moral Force; atau bahkan aktivis organisasi yang memerankan Sosial Control bagi masyarakat melalui aksi demonstrasinya. Dan bentuk yang lebih bervariasi lagi.

Oleh karena itu, mahasiswa harus sudah menyadari akan eksistensinya. Berbenah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik, terus meningkatkan kemampuannya, rajin membaca, menjadi pegiat diskusi, aktif berorganisasi, juga tidak apatis (sikap tak acuh) terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, sehingga tumbuh sense of crisis yang akan membantu mereka dalam menjalankan setiap perannya.

Similar Posts