Makna Sungkeman Lebaran Dalam Budaya Nusantara
Majalahnabawi.com – Sungkeman menjadi salah satu tradisi yang ada di Indonesia saat lebaran. Ini biasanya dilakukan sebagai tanda permohonan maaf kepada orang yang lebih tua.
Sungkeman Sebagai Hasil Akulturasi Budaya
Sungkeman merupakan hasil akulturasi budaya. Menurut budayawan Dr. Umar Khayam, tradisi sungkeman merupakan hasil akulturasi budaya antara Jawa dengan Islam, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah buku karya Arif Yosodipuro yang berjudul “Buku Pintar Khatib dan Khotbah”.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa sungkeman populer dari budaya Jawa di masa Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkunegara I dari Solo pada 1930.
Sungkeman terjadi antara pihak yang muda usia kepada orangtua. Yang muda bersikap merendah dengan badan turun kemudian menempatkan tangan dan kepala di pangkuan orangtua. Bahkan tradisi sungkem tidak hanya berlaku kepada orang tua yang masih hidup. Bagi orang tua mereka yang telah tiada, anak-anaknya akan datang mengunjungi makam orang tuanya untuk melakukan tradisi sungkem.
Ikatan kultural yang mewujudkan tradisi sungkeman sesungguhnya menunjukkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya, orang harus mudik karena keterikatan budaya yang telah menjadi prinsip hidup.
Momen sungkeman atau sungkem tentu saja menjadi wujud membersihkan hati dan menyucikan diri dari segala kesalahan, sengaja maupun tak sengaja. Dengan sungkeman, semua dosa dan hal negatif lainnya akan hilang. Ini tentu akan jadi solusi untuk hubungan keluarga yang dulunya sempat retak, dapat terbangun dan terjalin dengan harmonis lagi.