Memahami Yang Tak Tersampaikan
Majalahnabawi.com – Apakah sebuah teks hanya memiliki makna dari apa yang tertulis? Atau justru teks memiliki banyak makna yang tidak tertuliskan? Sehingga penting untuk menelusuri apa saja makna yang tidak tertulis dalam sebuah teks guna mendapatkan pengetahuan lebih dari apa yang terkandung di dalamnya.
Manusia diberi kemampuan oleh Allah Swt untuk memahami banyak hal, semakin banyak ia menggunakan akalnya semakin banyak pula pengetahuan yang ia dapatkan. Hal ini juga berlaku dalam memahami sebuah ayat dalam Al-Quran, teks Al-Quran akan terasa hambar bagi mereka yang tidak mencurahkan akal pikirannya untuk menelusuri lebih dalam informasi yang terkandung di dalamnya.
Perlu diketahui bahwa selain memiliki makna yang tertulis (tekstual), ayat Al-Quran juga memiliki makna yang tidak tertulis (kontekstual), yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang mendalam ilmunya. Ketika seseorang sudah mencapai keadaan tersebut, ia akan larut tenggelam dalam kenikmatan memahami teks Al-Qur’an yang ada di hadapannya. Darinya akan muncul banyak pengetahuan baru yang sebelumnya tidak terbayangkan oleh orang-orang awam seperti kita.
Untuk memudahkan penjelasan di atas, mari kita perhatikan contoh-contoh memahami hal tersirat dalam ayat Al-Qur’an di bawah ini:
Perintah Memilih Dewan Perwakilan Rakyat
Allah Swt berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ
Dalam memahami sebuah ayat, ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Pertama, memahami makna ayat tersebut dari apa yang tertulis (bi ‘ibaroti al-nash). kedua, memahami apa yang tidak tertulis (bi ‘isyaroti al-nash).
Secara redaksional ayat di atas memberikan informasi kepada kita akan pentingnya melaksanakan musyawarah ketika hendak merumuskan atau menyelesaikan sebuah persoalan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika meminta pendapat dari para sahabatnya dalam merumuskan strategi peperangan.
Inilah informasi yang kita dapatkan dari redaksi yang tertulis dalam ayat di atas. Kemudian apabila kita menggalinya lebih jauh, ayat ini mengandung perintah yang tidak terlihat secara redaksional, namun bisa dirasakan keberadaannya oleh orang-orang yang berpikiran tajam. Yaitu perintah untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat agar mereka bisa merumuskan undang-undang demi kepentingan umat. Hal ini dikarenakan tidak mungkin semua warga negara ikut andil dalam merumuskan sebuah undang-undang.
Selain itu ayat ini juga mengandung isyarat untuk membentuk sebuah lembaga, guna menjadi wadah dalam merumuskan atau menyelesaikan sebuah persoalan masyarakat.
Menikahi Nenek Istri
Allah Swr berfirman dalam surat al-Nisa ayat 23 :
وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ
Secara redaksional ayat tersebut memberikan informasi kepada kita sebuah larangan bagi seorang laki-laki untuk menikahi dua perempuan bersaudara dalam satu pernikahan. Hanya inilah informasi yang bisa kita dapatkan dari redaksi yang tertulis dalam ayat di atas.
Kalau ditilik lebih jauh, ayat ini sejatinya mengandung informasi yang lebih luas, diantaranya adalah larangan untuk menikahi seseorang perempuan, bersamaan dengan itu, ia juga menikahi neneknya.
Meskipun secara redaksional ayat diatas tidak menyebutkan keharaman menikahi seorang perempuan dan neneknya, hanya saja keharaman ini dapat dipahami dari isyarat yang terkandung dalam ayat tersebut. karena keinginan menikahi seorang perempuan sekaligus menikahi neneknya adalah hal yang jarang terlintas di benak seorang laki-laki normal, sehingga penyebutannya dalam Al-Qur’an dirasa tidak diperlukan, bahkan penyebutannya justru akan menjadi kekurangan bagi Al-Qur’an.
Berbeda halnya dengan menikahi seorang perempuan dan saudara perempuannya, hal ini masih sering terlintas dalam benak seorang laki-laki, oleh karena itu, Al-Quran lebih memilih menggunakan redaksi yang melarang menikahi dua perempuan bersaudara dalam satu pernikahan, karena hal inilah yang rawan dilanggar.
Masa Mininmal Mengandung
Allah Swt berfirman dalam surat al-Ahqaf ayat 15 :
وَحَمْلُه وَفِصٰلُه ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا
Allah Swt juga berfirman dalam surat al-Luqman ayat 14 :
وَّفِصَالُه فِيْ عَامَيْنِ
Dari ayat pertama didapati informasi bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengandung dan menyusui bagi seorang wanita adalah 30 bulan, atau setara dengan dua tahun enam bulan. Kemudian dari ayat kedua didapati informasi bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyusui adalah dua tahun.
Apabila kita hanya menggali informasi sebuah ayat hanya dari sisi redaksionalnya saja, maka hanya informasi inilah yang bisa kita dapati. padahal kedua ayat ini sejatinya masih memiliki informasi lain yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang tajam akalnya.
Adapun informasi tersebut adalah ayat ini mengandung isyarat masa minimal kandungan, yaitu enam bulan. Hal ini dapat diketahui dengan mengkomperasikan antara dua ayat tersebut. Ketika surat al-Luqman ayat 14 mengatakan bahwa masa menyusui adalah dua tahun, maka dengan melihat surat al-Ahqof ayat 15 yang mengatakan masa mengandung dan menyusui adalah 30 bulan, maka tersisa waktu enam bulan, dan inilah yang dijadikan batasan masa minimal kandungan.
Demikianlah beberapa penjelasan yang menyadarakan kita akan adanya pesan tersirat yang tak tertulis dalam sebuah ayat, dimana hal ini tidak dapat dirasakan kecuali oleh para ulama, berbeda halnya dengan makna yang tertulis pada teks, dimana hal ini bisa dipahami oleh siapapun. Tulisan ini diharapkan bisa menstimulus kita untuk terus menggali lebih jauh informasi-informasi tersembunyi yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Wallahu A’lam