Membaca Bukan Sekedar Hobi, Tapi Kebutuhan

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Surah al-Alaq.

Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah, sekaligus wahyu yang Allah turunkan kepada beliau melalui malaikat Jibril di gua Hira. Diceritakan ketika menerima ayat tersebut beliau dalam keadaan menggigil dan gemetar lalu dituntun sampai beliau bisa mengucapkannya.

Kata Iqra’ dalam ayat di atas merupakan kata perintah yang berarti keharusan bagi umat manusia untuk senantiasa membaca, membaca apa saja, membaca tentang ayat-ayat Allah di muka bumi baik itu yang tersurat maupun yang tersirat.

perintah membaca hanya diberikan kepada manusia saja, makhluk selain manusia tidak ada perintah membaca, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan jagat alam semesta meskipun dalam penciptaannya mereka lebih dulu dari manusia.

Hasil dari proses membaca manusia akan mendapatkan pengetahuan yang bernama ilmu. Agar ilmu itu bisa melekat dibutuhkan tali untuk mengikatnya yaitu pena. Imam Jalaluddin At-Tobari dalam Tafsir At-Tobari memberikan penjelasan ayat ke-4 bahwa yang dimaksud al-qolam adalah membukukan dan menulis.

penjelasan di atas dikuatkan oleh sebuah hadis riwayat shahabat Qatadah, arti al-qolam adalah sebuah kenikmatan yang amat besar dari Allah. Seandainya tidak ada qolam maka kenikmatan tersebut tidak akan pernah ada, dan kehidupan tidak akan pernah teratur.

Pasca perang Badar Kubro 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah 70 orang musyrik Qurays berhasil ditahan oleh kaum muslimin. Jumlah yang cukup besar untuk dijadikan alat penekan kabilah Qurays Makkah pada waktu itu shahabat Umar mengusulkan agar semua tawanan dibunuh sedangkan shahabat Abu Bakar menyarankan untuk ditebus.

Akhirnya Rasulullah mengambil kebijakan lain bahwa tawanan akan dibebaskan jika ada tebusan untuk dirinya dan tawanan yang tidak mampu menebus dirinya akan dibebaskan dengan syarat mengajarkan membaca 10 orang muslim karena menjaga jiwa itu lebih diutamakan daripada menjaga agama.

Sejak saat itu banyak bermunculan shahabat-shahabat yang menguasai beberapa bidang keilmuan seperti shahabat Zaid bin Tsabit, Ia merupakan penulis wahyu sekaligus sekretaris Rasulullah, selain Zaid terdapat beberapa sahabat yang mumpuni dalam bidang keilmuan.

Mirisnya, dunia membaca saat ini masih tergolong sangat memprihatinkan, khususnya di Indonesia. Entah apa penyebabnya, bahkan dunia pendidikan saat ini belum bisa menggalakkan dunia membaca kepada murid-murid di dalam kelas atau memberikan tugas tambahan.

Kompas.com (26/3/18) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengatakan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali perminggu, sedangkan jumlah buku yang ditamatkan pertahun hanya 5-9 buku.

Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Spiritual Reading mengungkapkan bahwa kemampuan membaca umat Islam sangat minim sekali, beliau juga mengutip kata-kata dari tokoh Yahudi “Kami (orang Yahudi) tidak pernah takut kepada orang Islam karena mereka (orang Islam) bukan umat yang membaca”.

Perkataan tokoh Yahudi di atas memberikan teguran keras akan merosotnya dunia membaca dikalangan muslim sendiri khususnya para pelajar yang sangat sedikit memiliki budaya membaca, disadari ataupun tidak memang kegemaran membaca sangat kurang.

Jika manusia tau akan pentingnya membaca, niscaya mereka akan memaksakan diri untuk melakukannya. Allah sendiri menurunkan surat al-‘Alaq sebagai wahyu pertama bukan tanpa sebab karena rahmat pertama kali yang Allah turunkan kepada hambanya adalah sebuah kenikmatan bisa membaca ayat-ayat yang Allah turunkan kepada makhluknya.

Dari ke-5 ayat tersebut terdapat peringatan, bahwa asal manusia tercipta dari alaqah (segumpal darah). Lalu atas kemulian-Nya, Allah memberikan pengetahuan kepadanya yang awalnya tidak ia ketahui, kemudian Allah memuliakan makhluk ciptaan-Nya tersebut dengan adanya ilmu yang melekat dalam dirinya.

Lalu, kenikmatan apalagi yang didustakan? Sepertinya tidak ada. Allah menyuruh untuk membaca agar hambanya mengerti mana yang baik dan buruk, sebagaimana dalam kitab Ta’lim Muta’allim karya Imam Zarnuji dijelaskan bahwa diantara niat belajar adalah untuk menghilangkan kebodohan. Orang mempunyai sifat bodoh itu dibenci oleh Allah maka menuntut ilmu dihukumi wajib.

Bapak manusia, nabi Adam as, mendapatkan anugerah terbesar yaitu menghafal nama-nama yang telah Allah perintahkan kepadanya. Terbukti nabi Adam as menang ketika adu tanding dengan para malaikat. Kejadian ini tercatat dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 31-33.

Ilmu pengetahuan terkadang bisa diperoleh dari hati dengan merenungkan kandungan ayat-ayat yang Allah tunjukkan, terkadang lewat lisan dengan memberikan pengetahuan kepada orang lain, terkadang juga dari hasil membaca. Ketiganya merupakan sebuah komponen yang berkesinambungan.

Buku yang dibaca merupakan guru yang tidak pernah memarahi atau menegur pembacanya. Ia memberikan pengetahuan yang lebih sebelum pembaca itu mengetahuinya. Iya memang, buku itu hasil karya orang lain, tapi setidaknya informasi dari buku tersebut yang menjadi nutrisi bagi otak.

Suka membaca bukan berarti sebuah hobi, tapi kebutuhan. Perintah yang harus dilakukan oleh semua makhluk bernama manusia yang dibekali dengan akal Al-insan hayawanun natiq. Manusia dipilih oleh Allah menjadi khalifah di bumi karena memiliki kemampuan menggunakan akal dan fikiran serta dianggap bisa menjalankan amanah dengan baik.

Wallahu a’lam bis showab.

Similar Posts